Bakat Menulis
Zaid lahir dari pasangan Tsabit bin Zaid dan Nawwar binti
Malik bin Sharmah bin ‘Ady. Dia tidak lama merasakan kebersamaan dan kasih
sayang keluarganya. Menginjak usia 5 tahun, ayah Zaid tewas dalam perang
Bu'ats, perang antara suku Aus dan suku Khazraj yang terjadi sebelum hijrah.
Tak lama setelah itu, ibu Zaid menikah dengan Umarah bin
Hazm dari bani Najjar. Umarah syahid dalam perang Yamamah pada tahun ke-11 H.
Di bawah asuhan ayah tirinya inilah, Zaid masuk Islam dan menjadi Muslim yang
teguh dan gagah berani.
Menurut riwayat Ibnu Sa‘ud, Zaid bisa menulis berkat didikan
seorang tawanan perang Badar. Tawanan yang tidak bisa membayar uang tebusan
oleh Nabi diberi despensasi dengan mengajarkan baca-tulis pada
generasi-generasi Islam yang masih kecil. Tapi menurut riwayat lain, bakat
menulis sudah dimiliki Zaid sejak kecil, sebelum Nabi hijrah.
Sekretaris Wahyu
Setelah Nabi hijrah, Zaid dibawa oleh ayah tirinya menemui
Nabi , lalu memberitahukan bahwa Zaid sudah hafal beberapa surat al-Quran
(sekitar 17 surat). Didepan Nabi , Zaid langsung membacakan al-Quran yang
dihafalnya. Nabi kagum pada kecerdasan dan kefasihan bacaan Zaid, dan
menyuruhnya untuk mempelajari bahasa Suryani dan Persia. Dalam suatu riwayat,
Zaid hanya butuh waktu sekitar setengah bulan untuk menguasai kedua bahasa
asing itu.
Di masa Nabi , Zaid termasuk salah satu penulis aktif
al-Quran, alias sekretaris wahyu. Penulisan al-Quran pun sempurna pada masa
Nabi , tapi belum terkumpul dalam satu mushaf. Baru pada masa pemerintahan Abu
Bakar , al-Quran rampung terkumpul dalam satu mushaf. Zaid juga menjadi
penulis surat yang dikirimkan kepada beberapa raja di luar kawasan Islam.
Pengumpul al-Qur’an
Dalam perang Yamamah, sahabat penghafal al-Quran banyak yang
gugur. Melihat fenomena itu, Abu Bakar khawatir atas kelangsungan nasib
al-Quran. Setelah berunding dengan beberapa sahabat dan atas usulan Umar bin
Khattab, barulah disepakati untuk mengumpulkan al-Quran. Segera Abu Bakar
menugaskan Zaid sebagai pimpinan pengumpul al-Quran.
Dalam Sahîh al-Bukhârî disebutkan bahwa Zaid dipilih antara
lain karena pada masa mudanya, Zaid memiliki peran vital dalam penulisan al
Quran. Zaid termasuk sahabat yang paling banyak menulis al-Quran. Selain itu,
Zaid adalah sahabat yang mendengar langsung bacaan al-Quran Malaikat Jibril
bersama Nabi di bulan Ramadhan.
Mulanya, Zaid menolak tugas itu, karena pengumpulan al-Quran
tidak pernah dikerjakan Nabi semasa hidupnya. Zaid merasa ini adalah tugas
yang super-berat, hingga beliau menganggapnya lebih berat dibanding memikul
gunung. Namun atas motivasi Abu Bakar, akhirnya Zaid bersedia mengerjakannya.
Semagat Jihad
Beberapa saat sebelum perang Badar berkecamuk, Zaid yang
masih berusia 15 tahun, namun sangat berambisi untuk menjadi pejuang di jalan
Allah . Akan tetapi Nabi tidak mengizinkannya. Nabi menilai Zaid masih
terlalu muda.
Pad waktu perang Uhud, Zaid kembali meminta restu kepada
Nabi untuk menjadi mujahid, tapi sayang, Zaid masih belum diperbolehkan. Zaid
baru mendapat restu menjadi mujahid dalam perang Khandak. Setelah itu, Zaid
terlibat dalam beberapa peperangan penting pada masa Nabi . Dalam perang Tabuk,
Zaid mendapat kehormatan dari Nabi untuk memegang bendera perang. Perang
terakhir yang diikuti Zaid adalah menghadapi orang-orang murtad.
Beberapa Keahlian
Di samping mahir baca-tulis, pengumpul al-Quran, dan bisa
berbahasa asing, Zaid termasuk perawi Hadis. Menurut suatu riwayat, Zaid
meriwayatkan Hadis Nabi sebanyak 92. Zaid juga pakar fikih. Dari berbagai
riwayat disepakati bahwa Zaid termasuk satu dari enam pakar fikih periode
sahabat (Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mu'adz bin
Jabal, Ubai bin Ka'ab, dan Zaid bin Tsabit). Beliau juga ahli ilmu Faraid dan
Hisab. Di samping itu, Zaid juga piawai dalam mendendangkan syair. Menurut
Sa‘id bin Sulaiman (cucu Zaid), Zaid pernah mendendangkan 90 kasidah milik
Ka‘ab bin Malik.
Zaid dari Masa ke Masa
Selain menjalankan tugas kesekretarisan, keilmuan serta
dakwah Islam, Zaid sangat aktif dalam berbagai bidang yang lain, yang beliau
laksakanan dengan kesungguhan dan ketulusan. Pada perang Khaibar, Zaid mendapat
tugas dari Nabi untuk menghitung pasukan kaum muslimin beserta harta rampasan
perang. Dari kalkulasi Zaid, terdapat 1400 prajurit dan 200 kuda.
Demikian pula juga dalam perang Ji‘ranah, Zaid bertugas
menghitung prajurit serta membagikan harta rampasan dengan adil, yaitu 4 unta
dan 40 kambing pada pejuang pejalan kaki, 12 unta dan 100 kambing untuk pejuang
berkuda. Sedang bagi tentara yang mempunyai lebih dari satu kuda hanya dihitung
satu kuda.
Pada masa khalifah Abu Bakar, Zaid tetap menjadi sekertaris
dan penasihat pemerintahan. Sedang pada masa khalifah Umar, Zaid banyak
mambantu khalifah Umar. Jika suatu ketika terdapat masalah pribadi yang tak
terselesaikan, Umar tak segan-segan bertanya kepada Zaid. Zaid juga menjabat
sebagai dewan muhtasyar yang mengepalai dewan syuro, hakim dan pembagi harta
warisan.
Di samping itu, Zaid juga menjadi seorang penerjemah
khalifah Umar. Konon, khalifah pernah berdialog dengan Hurmuzan, seorang
tawanan panglima perang dari Persia. Khalifah Umar yang tak mengerti bahasa
Persia dan Hurmuzan yang tak tahu bahasa Arab bisa lancar berdialog berkat
bantuan terjemahan Zaid bin Tsabit.
Zaid juga sering mengganti posisi khalifah Umar di Madinah,
jika ketepatan sang khalifah punya kepentingan di luar Madinah. Khalifah Umar
juga memasrahkan pembagian harta rampasan (setelah perang Yarmuk) pada Zaid.
Zaid juga membantu khalifah Umar menyusun undang-undang negara dan menuliskan
nama-nama calon kabinet pemerintahan. Sedang Zaid sendiri menjabat menteri
an-nafaqât, yaitu menteri keuangan yang membinyai beberapa peperangan dan
perlengkapan perang.
Pada masa Khalifah Utsman, Zaid menjabat sebagai
penanggung-jawab Baitul-Mal yang dibantu langsung oleh budaknya sendiri (Wahib)
yang menjadi staf sekertaris Baitul-Mal. Khalifah Utsman juga mempercayakan
pada Zaid menulis al-Qur’an ke dalam satu bahasa, yakni bahasa Arab Quraisy,
guna menghindari persetruan di kemudian hari.
Pada masa pemerintahan Ali, Zaid tidak punya keterkaitan
untuk masuk ke kancah politik, dan bahkan tidak terlibat dalam konflik internal
Islam. Namun meski demikian, Zaid tetap menaruh hormat kepada Khalifah Ali.
Zaid tetap melestarikan aktivitas-aktivitas keilmuannya, serta terus eksis
dalam meriwayatkan dan mengajarkan Hadis-hadis Nabi .
Tutup Usia
Zaid tutup usia pada umur 46 tahun (tahun 45 H). Menurut
riwayat lain pada tahun 50 H. Penyebab kematian Zaid adalah penyakit beser yang
tidak sembuh sampai ajal menjemputnya. Ibnu Abbas berkata pada saat wafatnya
Zaid, “Barangsiapa yang ingin tahu bagaimana ilmu itu hilang, maka seperti
inilah ilmu itu menghilang". Murid-murid Zaid sangat banyak. Banyak
sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan Hadis dari Zaid, seperti Abu Hurairah,
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Said al-Khudri, Anas bin Malik, Sahal bin Abdullah
bin Sahl, Said bin Musayyab, dll.
Disarikan dari buletin sidogiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar