Ditinjau dari segi kegunaan sebagai sarana bersuci
(thahârah), air dibagi menjadi empat macam:
1. Air suci yang bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan
Yang bisa masuk dalam kategori ini adalah tujuh macam air
yang keluar dari perut bumi atau yang turun dari langit (air hujan, air laut,
air sungai, air sumur, air sumber, air es atau salju, dan air embun.).[4] Tujuh
macam air di atas hukumnya suci, bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan,
asal tidak termasuk dalam 3 kategori air yang akan diterangkan berikutnya.
2. Air suci yang tidak bisa menyucikan
Yang masuk dalam kategori ini adalah:
a) Air musta’mal, yaitu air yang sudah digunakan untuk
menghilangkan hadas atau najis. Air ini hanya bisa digunakan untuk kebutuhan
selain bersuci, seperti minum, memasak dan lain sebagainya. Maka dari itu,
seumpama melakukan wudhu dan airnya kurang dari dua kullah maka diharapkan
menggunakan alat ciduk, tidak mengambil air secara langsung. Hal itu untuk
menjaga kemurnian air.
b) Air buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan semacam air kelapa,
dan air semangka.
c) Air mutlak yang tercampur benda suci yang larut, sehingga
menyebabkan terjadinyaperubahan mencolok pada sifat air. Contohnya, air teh
atau air yang tercampur oleh sabun sampai terjadi perubahan mencolok sehingga
ada perubahan nama dari air saja menjadi air teh. Jika perubahannya hanya sedikit maka tetap
bisa menyucikan.
Tidak masuk dalam kategori ini: 1) air yang berubah karena
terlalu lama diam; 2) air yang berubah sifatnya karena tertular oleh benda yang
mendampinginya, misalnya air yang berbau busuk karena di dekat air itu ada
bangkai; 3) air yang berubah disebabkan
benda yang terendam di dalam air itu asal benda itu tidak larut dan bisa
dibedakan dari airnya dengan mata telanjang, misalnya air yang berubah busuk
baunya karena direndami kayu, 4) air yang berubah karena tercampur benda yang
memang lazim bersinggungan dengan air, semisal debu, dan lumut.
Empat kategori ini masih tetap bisa menyucikan meskipun
terjadi perubahan mencolok pada bau, warna, maupun rasa dari air itu.
3. Air suci dan dapat menyucikan namun makruh digunakan.
Air ini makruh digunakan karena ada efek negatif, yaitu air
yang panas karena terkena sinar matahari dan wadahnya terbuat dari bahan yang
dicetak dengan menggunakan api, seperti besi dan sejenisnya.[5] Tidak termasuk
dalam kategori ini, wadah yang terbuat dari emas dan perak. Begitu juga makruh,
menggunakan air yang terlalu panas dan terlalu dingin. Hukum makruh tersebut
tidak berlaku jika airnya sudah dingin.
4. Air najis
Yang dimaksud di sini adalah air yang terkena najis. Air
bisa menjadi najis karena dua kemungkinan: 1) jika airnya banyak (mencapai dua
qullah) lalu terkena najis, maka air tersebut menjadi najis apabila terjadi
perubahan pada salah satu sifatnya (bau, rasa dan warna). Bila tidak terjadi
perubahan sama sekali maka tetap suci; 2) jika airnya sedikit, kemudian terkena
najis, maka air tersebut menjadi najis, baik terjadi perubahan sifat atau
tidak.
Air bisa disebut sedikit apabila tidak mencapai dua qullah.
Mengenai ukuran duaqullah ulama masih beda pendapat. Menurut Imam Nawawi dua
qullah = 174,580 liter (ukuran wadah bersegi empat = 55,9cm3); menurut Imam
Rafi’i = 176,245 liter (ukuran wadah bersegi empat = 56,1cm3)
Sumber: Piss ktb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar