Pengertian Qadha dan Qadar.
Menurut bahasa qadha memiliki beberapa arti yaitu hukum,
ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut
istilah, qadha adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali
tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah
(kehendak-Nya), meliputi baik dan buruk, hidup dan mati, dan seterusnya.
Menurut bahasa, qadar berarti kepastian, peraturan, dan
ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah perwujudan ketetapan (qadha)
terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya yang telah ada sejak
zaman azali sesuai dengan iradah-Nya. Qadar disebut juga dengan takdir Allah
SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun akan
terjadi.
Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar
Beriman kepada qada dan qadar adalah menyakini dengan
sepenuh hati adanya ketentuan Allah SWT yang berlaku bagi semua mahluk hidup.
Semua itu menjadi bukti kebesaran dan kekuasan Allah SWT. Jadi, segala sesuatu
yang terjadi di alam fana ini telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Dalil – Dalil Tentang Beriman Kepada Qadha dan Qadar
Ada beberapa dalil al-Quran dan Hadist yang mengharuskan
kita untuk beriman kepada Qodho’ Qadhar. Diantaranya:
Q.S Ar-Ra’d ayat 11 :
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Q.S Al-A’laa ayat 3 :
Artinya :"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk.”
Takdir
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam
raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau
ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang
terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda
kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman.
Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu
informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam
dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah
terjadi.
Pembagian Takdir menjadi Takdir Mua’llaq dan Takdir Mubram
a. Takdir mua’llaq
Yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia.
Contohnya seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk
mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. termasuk juga dia tekun berdoa agar cita-citanya tercapai, setelah sekian lama akhirnya apa yang ia
cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian .
b. Takdir mubram
Yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang
yang dilahirkan dari keluarga raja, lahir dari kalangan petani, lahir sebagai suku jawa, misalnya dll.
Ikhtiar.
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam
hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan
hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan
dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita
tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak
berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan
dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal
dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang
sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar
atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut
dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa
mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha yang
akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu
berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut, serta
memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.
Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar.
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi
makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya sebagai berikut yang artinya :
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya
selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari
menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh
ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal
perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia
telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia
telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam
menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk
berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan
untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Mengenai adanya kewajiban
berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah
terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan
menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap
nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa
kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya
bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu
bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah
menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar.
Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu
kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika
ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita
kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian
apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Sunnatullah.
Menurut bahasa sunnatullah berasal dari kata sunnah yang
bersinonim dengan tariqah yang berarti jalan yang dilalui atau sirah yang
berarti jalan hidup. Kemudian, kata tersebut digabung dengan lafal Allah
sehingga menjadi kata sunatullah yang berarti ketentuan-ketentuan atau hukum
Allah swt. yang berlaku atas segenap alam dan berjalan secara tetap dan
teratur.
Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu
yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak
tertulis dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di
ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu :
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum
lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam
Al-Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh, pasti
akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki persamaan,
keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di alam, dapat diukur. Lain
halnya dengan sunnatullah yang ada dalam AL-Qur’an. Walaupun hal itu pasti
terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti kapan waktunya.
Tawakal
Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.
Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam
menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu
keadaan.
Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai
berikut, "Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi
suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati
tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram.
Berdasarkan al-Qur’an Surah at-Talaq ayat 3, Allah swt. akan
mencukupkan segala keperluan orang-orang yang bertawakal dan bila dijabarkan
orang yang bertawakal akan :
1. Mendapatkan limpahan sifat ‘aziz atau kehormatan dan
kemuliaan.
2. Memiliki keberanian dalam menghadapi musibah atau maut.
3. Menghilangkan keluh kesah dan gelisah, serta mendapatkan
ketenangan, ketentraman, dan kegembiraan.
4. Mensyukuri karunia Allah swt. serta memiliki kesabaran
apabila belum memperolehnya.
5. Memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam menghadapi
setiap persoalan.
6. Mendapatkan pertolongan, perlindungan, serta rezeki yang
cukup dari Allah swt.
7. Mendapatkan kepercayaan dari orang banyak karena budi
pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang bermanfaat bagi orang lain.
Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar.
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang
amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia
akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.
Firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 53 yang artinya :
“dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah(
datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu
meminta pertolongan. ”
b. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila
memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata
karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia
mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia
menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT dalam QS.Yusuf ayat 87 yang artinya :
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.
c. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada
dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab
itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah dalam QS Al- Qashas ayat 77 yang artinya :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
d. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia
bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Firaman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya :
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah kedalam surga-Ku.