Ada yang bilang: “Aku ingin menikah dengan anak kiai, pasti menyenangkan jadi istri Lora atau Gus, pintar, sabar, alim, dan membimbing dalam kebaikan.” tapi tak pernah bertanya:
bagaimana rasanya menjadi istri seorang tokoh agama? disorot dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya harus tampak sempurna.
yang mubah bagi orang lain, bisa jadi seolah haram jika dilakukan istri seorang Gus, tak boleh tampil biasa, tak boleh tergelincir sedikit saja. Hidup seolah di bawah kaca pembesar, diperhatikan, dinilai, bahkan dihakimi.
Ada yang bilang: “Pengen deh punya pasangan good looking, yang cakep, wangi, enak diajak jalan”, tapi tak pernah berpikir: apa rasanya punya pasangan yang dilirik semua orang? lalu ada yang berucap: “Andai pasanganku orang hebat, tokoh penting, tentu membanggakan sekali”, tapi tak membayangkan: Apa rasanya hanya bisa memeluknya saat ia sudah kelelahan? atau bahkan harus rela, berbagi dirinya dengan tanggung jawab yang lebih besar dari rumah tangga itu sendiri?
Kita sering memuja kelebihannya, tapi menolak konsekuensinya.
Jika pasanganmu paham agama, kau akan diarahkan bukan sekadar diajak. Kau harus siap menerima nilai yang teguh, dan jalan hidup yang tak bisa dinego oleh perasaan sesaat.
Jika pasanganmu rupawan, kau harus lebih banyak percaya, lebih sedikit curiga. Cemburu akan datang, tapi kau harus tahu cara menaklukkannya.
Jika pasanganmu terkenal, kau akan lebih sering menunggunya daripada bersamanya.
Dan kehadirannya jadi hal yang mahal, bukan karena tak cinta, tapi karena ia dibutuhkan banyak manusia.
Jika pasanganmu pintar, jangan harap dia akan mengangguk pada sesuatu yang bertentangan dengan logikanya. Beradu argumen mungkin jadi hal yang biasa. Cinta tetap ada, tapi kepalanya tak mudah dibelokkan hanya dengan manja.
Kita sering ingin sinarnya, tapi tak siap menerima bayangannya. Ingin kesuksesannya,
tapi tak tahan dengan kesepiannya. Ingin populernya, tapi tak siap dengan hidup yang selalu ditonton. Ingin pintarnya, tapi tak kuat dengan debatnya. Ingin parasnya yang rupawan, tapi tak tahan cemburunya.
Padahal, kelebihan pun bisa jadi ujian. Dan yang kita anggap kekurangan, bisa jadi justru penjaga untuk hati kita.
Pasangan yang tak begitu rupawan, mungkin justru membuatmu lebih tenang. Pasangan yang tak begitu pintar, mungkin lebih sering mengalah untukmu. Pasangan yang sederhana dan tak terkenal, mungkin justru bisa menemanimu setiap hari, bercakap hangat tanpa jadwal, menatapmu utuh tanpa tergesa.
Mencintai seseorang itu bukan hanya menerima sisi idealnya, tapi menerima dia secara utuh, dengan seluruh kelebihan yang bisa menjadi ujian, dan kekurangan yang ternyata justru menjadi anugerah. Jangan sibuk memilih yang sempurna, tapi berdoalah agar hatimu siap mencintai dengan cara yang dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar