Dalam kehidupan sehari-hari, kita diajarkan cara berbicara sejak kecil. Namun, kita jarang diajarkan bagaimana mendengarkan dengan benar. Padahal, kemampuan ini sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat, baik di lingkungan kerja, keluarga, maupun pertemanan.
Sebuah penelitian dari University of Minnesota menunjukkan bahwa rata-rata orang hanya mampu menyerap sekitar 25% dari apa yang mereka dengar dalam percakapan. Sisanya hilang dalam gangguan, asumsi, dan keinginan untuk segera menanggapi.
Artinya, meskipun kita sering mendengar, belum tentu kita benar-benar mendengarkan.
Kenapa Kita Gagal Mendengarkan?
Banyak dari kita lebih terlatih untuk menjawab daripada menyimak. Ketika seseorang bercerita tentang kesulitan atau perasaannya, respon kita cenderung cepat dan refleks: “Kamu kurang liburan,” atau “Aku juga pernah seperti itu.” Meskipun terdengar simpatik, respons semacam ini seringkali membuat lawan bicara merasa kurang dipahami.
Menurut Kate Murphy dalam bukunya You're Not Listening, mendengarkan bukanlah sekadar kemampuan pasif. Mendengarkan adalah tindakan aktif dan sadar, serta merupakan bentuk empati yang tidak bisa dipalsukan.
Tujuh Cara Menjadi Pendengar yang Hadir
Berikut adalah tujuh langkah konkret agar kita bisa menjadi pendengar yang lebih baik, dan membuat orang di sekitar merasa benar-benar didengar:
1. Tahan Keinginan untuk Langsung Membalas
Kebanyakan orang takut pada keheningan dalam percakapan. Padahal, jeda adalah tanda bahwa kita sedang mencerna informasi. Jangan terburu-buru mengisi kekosongan. Diam sejenak menunjukkan bahwa kita benar-benar memperhatikan.
2. Fokus pada Perasaan, Bukan Hanya Fakta
Ketika seseorang berkata, “Aku dipindahkan ke bagian lain,” jangan buru-buru bertanya, “Ke bagian apa?” Lebih baik tanyakan, “Bagaimana perasaanmu saat mendengarnya?” Perasaan harus ditangkap saat itu juga, bukan ditunda.
3. Beri Pantulan, Bukan Solusi
Ucapan seperti, “Kamu terdengar bingung, ya?” membantu mencerminkan perasaan lawan bicara. Ini bukan sekadar mengulang perkataan, tapi menunjukkan bahwa kita menyelami emosinya, bukan langsung memberi nasihat.
4. Jangan Alihkan ke Pengalaman Pribadi
Sering kali kita merasa empatik dengan menceritakan pengalaman serupa. Tapi ini justru bisa memotong alur cerita dan mengalihkan perhatian. Berikan ruang untuk cerita mereka, bukan mengganti panggung dengan cerita kita.
5. Perhatikan Bahasa Tubuh
Mendengarkan tidak hanya dengan telinga, tapi juga dengan seluruh tubuh. Kontak mata, posisi tubuh menghadap pembicara, ekspresi wajah, dan gerakan kecil seperti anggukan adalah bentuk kehadiran yang nyata.
6. Gunakan Pertanyaan Terbuka
Hindari pertanyaan yang menghakimi seperti, “Kenapa kamu gak cerita dari kemarin?” Gantilah dengan, “Apa yang membuat kamu menyimpan cerita ini selama ini?” Nada dan bentuk pertanyaan sangat memengaruhi kenyamanan orang bercerita.
7. Tutup dengan Ruang, Bukan Nasihat
Setelah mendengar cerita seseorang, jangan langsung menutup dengan petuah. Terkadang, ucapan sederhana seperti, “Terima kasih sudah cerita,” jauh lebih bermakna. Itu bentuk penghargaan terhadap keberanian mereka membuka diri.
Mendengarkan adalah Tindakan Cinta
Di tengah dunia yang semakin sibuk dan bising, kemampuan untuk hadir sepenuhnya saat orang lain berbicara adalah anugerah besar. Mendengarkan adalah bentuk kasih sayang yang paling jujur, karena tidak bisa dipalsukan dengan kata-kata manis.
Kita semua ingin dimengerti. Tapi sebelum itu, kita perlu belajar untuk memahami. Sebab hubungan yang kuat tidak dibangun oleh seberapa baik kita berbicara, tetapi seberapa dalam kita mendengarkan.
---
> Refleksi:
Dari ketujuh cara di atas, mana yang menurut Anda paling menantang untuk diterapkan? Mari diskusikan bersama dan saling belajar untuk menjadi pendengar yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar