Selasa, 12 Maret 2024

Muntah Terus Saat Puasa Dalam Perjalanan



Ada orang yang setiap kali naik kendaraan roda empat orang tersebut akan muntah. Tepatnya dibulan ramadhan pada saat dia berkendaraan karena merasa mual maka dia pun hendak membatalkan puasa namun dia masih berat hati. Dan pada waktu istirahat orang tersebut mencari toilet untuk buang air besar. Sesampainya ditoilet ternyata dia pun susah buang air besar sampai ngeden tak kunjung keluar lalu dia mencongkelnya dengan jari tangannya. Setelah beres buang air besar diapun keluar dan melihat perempuan yang membuat dia susah untuk tidak menoleh. 

Pertanyaan :

1. Apakah boleh ketika dia naik kendaraan membatalkan puasa?

2. Apakah boleh mencongkel pake jari tanganya saat BAB dalam keadaan puasa?


3. Langkah apa saja yang harus dia lakukan untuk menahan syahwatnya?

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Jawaban :

Wa'alaikumsalam warohmatulloh wabarokatuh.

1. Boleh jika memang dalam keadaan sedang safar, karena salah satu keringanan bagi orang yang sedang safar adalah diperbolehkan baginya untuk membatalkan puasanya.

2. Tidak boleh, kecuali dalam keadaan terpaksa atau tidak ada cara lain selain dengan mencongkel yang mana jika tidak dicongkel akan menimbulkan bahaya. Sebab jika hal itu dilakukan namun masih ada cara lain selain itu, maka akan berdampak batal puasanya. Terkecuali jika tidak ada cara lain selain itu, maka tidak batal puasanya.

3. Tundukkan atau palingkan pandangan supaya tidak timbul syahwatnya.

📚 *Referensi* :

 فَالْمُسَافِرُ بِالْخِيَارِ بَيْنَ الصَّوْمِ وَالْإِفْطَارِ وَالصَّوْمُ أَفْضَلُ مِنَ الْفِطْرِ إِذَا لَمْ يَظْهَرْ ضَرَرٌ

“Seorang yang sedang safar boleh memilih antara tetap berpuasa atau membatalkan puasanya, namun berpuasa itu lebih utama jika tidak tampak adanya bahaya (bagi dirinya jika tetap berpuasa)” (Nihayatul Mathlab : 4/51)



يُفْطِرُ صَائِمٌ بِوُصُوْلِ عَيْنٍ مِنْ تِلْكَ إِلَى مُطْلَقِ الْجَوْفِ مِنْ مَنْفِذٍ مَفْتُوْحٍ مَعَ الْعَمْدِ وَالْاِخْتِيَارِ وَالْعِلْمِ بِالتَّحْرِيْمِ... وَيَنْبَغِي الْاِحْتِرَازُ حَالَةَ الْاِسْتِنْجَاءِ، لِأَنَّهُ مَتَى أَدْخَلَ مِنْ أُصْبُعِهِ أَدْنَى شَيْءٍ فِيْ دُبُرِهِ أَفْطَرَ. وَكَذَا لَوْ فَعَلَ بِهِ غَيْرُهُ ذَلِكَ بِاخْتِيَارِهِ مَا لَمْ يَتَوَقَّفْ خُرُوْجُ الْخَارِجِ عَلَى إِدْخَالِ أُصْبُعِهِ فِيْ دُبُرِهِ، وَإِلَّا أَدْخَلَهُ وَلَا فِطْرَ

“Puasanya seseorang akan menjadi batal karena sampainya suatu benda ke dalam jauf secara mutlak, (jauf ini adalah) rongga atau lubang anggota badan yang terbuka. Yang mana hal itu dilakukan dengan sengaja, tidak terpaksa dan mengetahui keharamannya. Maka dari itu hendaknya seseorang yang sedang berpuasa menjaga diri saat beristinja, sebab jika dia memasukkan jarinya ke dalam bagian bawah anusnya, maka hal itu dapat membatalkan puasanya. Demikian juga dapat membatalkan puasanya jika masuknya sesuatu itu dilakukan oleh orang lain dengan seizinnya selama keluarnya kotoran tersebut tidak bergantung pada memasukkan jari ke dalam anusnya. Akan tetapi jika keluarnya kotoran itu hanya bisa dilakukan dengan cara memasukkan jari tersebut, maka tidak batal puasanya” (Nihayatuz Zein : 183)


ونظر الرجل إلى المرأة على سبعة أضرب: أحدها نظره) ولو كان شيخا هرما عاجزا عن الوطء (إلى أجنبية لغير حاجة) إلى نظرها (فغير جائز)؛ فإن كان النظر لحاجة كشهادة عليها جاز.

“Pandangan laki-laki kepada perempuan itu terbagi menjadi tujuh bentuk (keadaan). Yang pertama adalah pandangan laki-laki meskipun dia sudah tua, pikun, dan tidak mampu bersenggama yang ditujukan kepada perempuan yang bukan mahram, maka yang demikian itu tidak diperbolehkan (harus berpaling atau menundukkan pandangan). Namun jika pandangan karena suatu hajat tertentu semisal untuk mencari bukti darinya, maka yang demikian itu diperbolehkan” (Hasyiyah Al-Baijuri : 2/96)


سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَنْ نَظْرَةِ الْفَجَاءَةِ, فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَِصْرِفَ بَصَرِيْ

“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk memalingkan pandanganku” (HR. Tirmidzi)


كُلُّ الْحَوَدِثِ مَبْدَأُهَا مِنَ النَّظْرِ وَمُعْظَمُ النَّارِ مِن مُسْتَصْغِرِ الشِّرَرِ كَمْ نَظْرَةٍ بَلَغَتْ فِيْ قَلْبِ صَاحِبِهَا كَمَبْلَغِ السَّهْمِ بَيْنَ الْقَوْسِ وَالْوَتْرِ وَالْعَبْدُ مَا دَامَ ذَا طَرْفٍ يَقْلِبُهُ فِي أَعْيُنِ النَّاسِ مَوْقُوْفٌ عَلَى الْخَطْرِ يَسُرُّ مُقْلَتَهُ مَا ضَرَّ مُهْجَتَهُ لاَ مَرْحَبًا بِسُرُوْرٍ عَادَ بِالضَّرَرِ

“Seluruh malapetaka itu sumbernya berasal dari pandangan, dan besarnya nyala api berasal dari bunga api yang kecil. Betapa banyak pandangan yang jatuh menimpa hati yang memandang, sebagaimana jatuhnya anak panah yang terlepaskan antara busur dan talinya. Maka selama seorang hamba masih memiliki mata yang bisa dia bolak-balikan (umbar), niscaya dia sedang berada diatas bahaya diantara pandangan manusia. Menyenangkan mata apa yang menjadikan penderitaan jiwanya, sungguh tidak ada kelapangan dan keselamatan dengan kegembiraan yang mendatangkan penderitaan” (Lisaanul Arob : 1/238)


{بغية المسترشدين : ص ١١١}
مَسْأَلَةٌ) حَاصِلُ مَا ذَكَرَهُ فِي التُّحْفَةِ فِيْ مَقْعَدِهِ الْمَبْسُوْرِ أَنَّهُ لَا يُفْطِرُ بِعَوْدِهَا وَإِنْ أَعَادَهَا بِنَحْوِ أُصْبُعِهِ اِضْطِرَارًا

Demikianlah, wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Mendisiplinkan Anak

Menanamkan kedisiplinan pada anak, haruslah dimulai sejak dini. Mengapa? Kembali lagi bahwa anak akan terbiasa bila dibiasakan sejak dini. ...