Imam Ghazali di kitab Ihya' menjelaskan:
وَسَيَأْتِي زَمَانٌ، قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيرٌ سُؤَّالُهُ قَلِيلٌ مُعْطُوهُ، الْعِلْمُ فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ
"Kelak akan datang masa, di mana sedikit ahli fikihnya, banyak orang yang ahli khutbah (ceramah), banyak yang meminta namun sedikit yang memberi. Ilmu pada masa itu akan lebih utama daripada amal.”
Untuk bisa menjadi khatib sangat mudah tinggal cari materi di internet dan media sosial kemudian dihafalkan. Dengan belajar public speaking yang baik bisa menjadikan penyampaian menarik dan meyakinkan. Cukup menghafalkan dua atau tiga materi sudah bisa digunakan khutbah selama satu tahun dengan berganti-ganti masjid.
Namun kalau hanya jadi khatib orang yang tidak pernah mengaji dan belajar ilmu agama pun bisa. Kita sebagai santri harus meningkatkan kualitas diri bukan hanya mencukupkan menjadi khatib tapi menjadi ulama' yang mampu menyampaikan ilmu.
Untuk menjadi orang berilmu kita tidak boleh berhenti belajar dan mengkaji kitab-kitab turats yang ada. Karena itu kita perlu menjadi Khatib Rabbani yang memiliki thariqah belajar dan mengajar seperti yang ditegaskan dalam QS. Ali 'Imran: 79 ini
كُونُواْ رَبَّٰنِيِّـۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ
“Jadilah kamu Rabbani (pengabdi-pengabdi Allah), karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!" (QS: Ali 'Imran, Ayat 79).
Ada dua karakter dari Khatib Rabbani, yaitu:
Pertama, memiliki kapasitas ilmu agama dan membimbing masyarakat terkait ilmu-ilmu dasar bukan hanya khutbah satu minggu sekali. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang arti Rabbani sebagai berikut
وَقَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ: ﴿كُونُوا رَبَّانِيِّينَ﴾ [آل عمران: ٧٩] حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ، وَيُقَالُ: الرَّبَّانِيُّ الَّذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِ الۡعِلۡمِ قَبۡلَ كِبَارِهِ.
Ibnu ‘Abbas berkata: Ayat yang artinya, “Jadilah kalian ulama rabbani.” (QS. Ali ‘Imran: 79), artinya adalah ahli fikih yang penyantun. Ada yang berpendapat: Rabbani adalah orang yang membimbing manusia dengan ilmu yang dasar sebelum yang tinggi.
Kedua, selalu melakukan aktualisasi diri karena ciri utama Rabbani adalah mengajar dan belajar (تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ). Khatib Rabbani tidak boleh selalu puas dengan pengetahuan yang dia miliki. Tapi juga harus selalu meng-update kemampuan dan wawasannya. Selain itu, dia juga tidak hanya bisa berkhutbah namun juga siap mendengarkan ilmu dari yang lainnya. Wallahu A'lam
Sumber: Ustadz Abdul Wahid Faizin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar