Kajian Maulid Ad-Diba'i: Bijak Dalam Mengartikan Teks Mutasyabihat & Sifat
(Transkrip Kajian Sirah Nabawiyah Maulid Ad-Diba'i Eps. VIII, 25 Ramadhan 1445 / 5 April 2024)
Oleh: Ibnu Imron*
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
إِنَّ الْحَمْدَ ِللَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
سبحانك لا علم لنا الا ما علمتنا انك انت العليم الحكيم وتب علينا انك انت التواب الرحيم، رب اشرح لي صدري ويسر لي أمري واحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي
Prolog
كَرِيْمٌ بَسَطَ لِخَلْقِهٖ بِسَاطَ كَرَمِهٖ وَالْمَوَاهِبِ ۞ يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ اِلٰى سَمَآءِ الدُّنْيَا وينادي هل من مستغفر هل من تائب
Yang Maha Pemurah kepada makhluk-Nya dengan hamparan karunia dan anugerah Nya
Setiap malam turun ke langit dunia dan memanggil adakah malam ini yang memohon ampun serta bertaubat?
Pembahasan
Karim itu salah satu asma Allah diambil dari madhi karuma yang berarti mudah memberi, dermawan
المعجم الوسيط - (2 / 784)
( كرم )
فلان كرما وكرامة أعطى بسهولة وجاد فهو كريم
Atau bisa juga diarahkan pada kebaikan-kebaikan yang bernilai besar, seperti membantu mendanai militer
تاج العروس من جواهر القاموس - (33 / 335)
الكَرَمُ : مِثلُ الحُرِّيَّةِ إلاَّ أَنَّ الحُرِّيَّةَ قد | تُقالُ في المَحَاسِنِ الصَّغِيرَةِ والكَبِيرَةِ ، | والكَرَمُ لا يُقالُ إلا في المَحَاسِنِ الكَبِيرَةِ ، | كإِنْفَاقِ مَالٍ في تَجْهِيزِ غَزَاةٍ
Jalau diarahkan kepada Allah maka berarti
الذي يعطي لا لعوض. · الذي يعطي بغير سبب. · الذي لا يحتاج إلى الوسيلة. · الذي لا يبالي من أعطى ولا من يحسن، كان مؤمناً أو كافراً
Maha memberi, memberi tanpa minta ganti atau tanpa pandang bulu, baik mukmin atau kafir
Hal ini selaras dengan kata berikutnya
Basatha yang punya makna
توسعة في الرزق والاكثار منه
merupakan akar kata dari al-Basith: yang yang maha meluaskan dan memperbanyak rizki
Biasanya akar kata basatha selalu bersama qobada yang berarti mempersempit rizqi
Seperti dalam Firman-Nya
وَٱللَّهُ یَقۡبِضُ وَیَبۡصُۜطُ وَإِلَیۡهِ تُرۡجَعُونَ
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan
[Al-Baqoroh: 245]
Kedua hal tersebut yang melapangkan dan mempersempit rizqi adalah hak otoritas Allah, yang kesemuanya sesuai dengan hikmah
Dalam hadis Qudsi disebutkan:
إن من عبادي من لا يصلحه إلا الغنى، ولو أفقرته لأفسده ذلك، وإن من عبادى من لا يصلحه إلا الفقر، ولو أغنيته لأفسده ذلك
رواه أبو نعيم في "الحلية" ٨/ ٣١٨ - ٣١٩
Ada dari hambaku yang tidak cocok kecuali menjadi kaya, andai aku jadikan fakir pastilah akan menjadikannya rusak
Dan ada sebagian Hamba yang tidak cocok kecuali menjadi miskin andai Aku jadikan kayak, niscaya dia akan menjadi rusak [HR: Abu Nuaim]
بساط كرمه والمواهب
Melapangkan dengan hamparan karunia dan Anugerahnya
Anugrah Allah disamakan dengan hamparan tikar dalam segi keluasannya, kita leluasa mengambil apa saja yg ada di depan kita, begitu juga keluasan rizki dari Allah kita akan mendapatkan apa sesuai dengan pemberiannya
Kemudian kata mawahib merupakan bentuk jamak dari موهبة yang artinya pemberian yg maknanya sama dengan hibbah
الهِبة: العَطِيَّةُ الخاليَةُ عَن الأَغْراض والاعواض
[مرتضى الزبيدي ,تاج العروس ,4/364]
Hibbah adalah pemberian yang tanpa ada tujuan tertentu atau memberi tanpa perlu mengganti
Dari kata Hibbah terbentuklah Asma Allah Al-Wahhab yang berarti
المُنْعِمُ على العِباد
[مرتضى الزبيدي ,تاج العروس ,4/364]
Memberi nikmat tanpa batas kepada hamba
Oke, kita lanjutkan
يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ اِلٰى سَمَآءِ الدُّنْيَا
Setiap malam turun ke langit dunia
Ini adalah point terpenting dari keterangan edisi kali ini.
Pada prinsipnya Ulama Ahlussunnah Sepakat Bahwa Allah tidak sama dengan makhluk dalam segala aspek berdasarkan firman Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Tak ada satupun yang serupa dengan-Nya [Asy-Syura: 11]
Namun jika kita menemukan Nash yang secara dzahir menimbulkan keserupaan
Maka Ulama Ahlussunnah meresponnya dengan dua metode, seperti yang dijelaskan oleh Al-Laqqani dalam Jauharatut Tauhid
وكل نص أوهم التشبيها * أوله أو فوض ورم تنزيها
Setiap Nash yang secara dzahir terjadi penyerupaan Allah terhadap makhluk, maka harus di Ta'wil atau Di Serahkan maknanya berserta menyucikan allah dari penyamaan dengan makhluk
Maksudnya jika ada teks Al-Quran Hadis yang secara lahiriah ada penyurapan maka tidak boleh diartikan secara dzahir
Dalam hal ini Ulama memberi dua metode:
Pertama Ta'wil: mengarahkan lafadz dari arti yang biasa dipakai pada arti yang patut kepada Allah
Kedua Tafwid dan tanzih: tidak menghendaki makna dzahir yang berupa penyerupaan dengan makhluk, karena
ليس كمثله شيء
Kemudian mengimani lafadz yang ada dan menyerahkan makna yang dikehendaki kepada Allah
Imam Nawawi berkata:
اعْلَمْ أنَّ لأهْلِ العِلمِ في أحاديثِ الصِّفاتِ وآياتِ الصِّفاتِ قَوْلَينِ: أحَدُهما: وهو مَذهَبُ مُعظَمِ السَّلَفِ أو كُلِّهم أنَّه لا يُتَكلَّمُ في مَعْناها، بل يقولونَ: يَجِبُ علينا أن نُؤمِنَ بِها، ونَعْتقِدَ لها مَعنًى يَليقُ بجَلالِ اللهِ تَعالى وعَظَمتِه، معَ اعْتِقادِنا الجازِمِ أنَّ اللهَ تَعالى ليس كمِثلِه شيءٌ، وأنَّه مُنزَّهٌ عن التَّجَسُّمِ والانْتِقالِ والتَّحَيُّزِ في جِهةٍ، وعن سائِرِ صِفاتِ المَخْلوقِ، وهذا القَوْلُ هو مَذهَبُ جَماعةٍ مِن المُتَكلِّمينَ، واخْتارَه جَماعةٌ مِن مُحقِّقيهم، وهو أَسلَمُ. والقَوْلُ الثَّاني: وهو مَذهَبُ مُعظَمِ المُتَكلِّمينَ، أنَّها تُتَأوَّلُ على ما يَليقُ بِها على حَسَبِ مَواقِعِها، وإنَّما يَسوغُ تَأويلُها لِمَن كانَ مِن أهْلِه، بأن يكونَ عارِفًا بلِسانِ العَرَبِ، وقَواعِدِ الأُصولِ والفُروعِ، ذا رِياضةٍ في العِلمِ
شرح صحيح المسلم للنواوي ٣/١٩
Ketahuilah bahwa ahli ilmu mempunyai dua pendapat tentang hadits-hadits dan ayat-ayat sifat:
Salah satunya adalah pendapat mayoritas ulama salaf atau bahkan seluruhnya bahwasanya maknanya tidak boleh diperbincangkan tetapi wajib bagi kita untuk mengimani dan meyakini makna yang layak bagi keagungan Allah Ta’ala dan kebesarannya serta dengan keyakinan yang mantap bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah dan bahwa Allah disucikan dari sifat jism (bentuk fisik), pergerakan, batasan arah serta seluruh sifat-sifat makhluk.
Pendapat ini adalah tahap sebagian ahli Kalam dan juga dipilih oleh ahli tahqîq dari mereka dan ini adalah yang paling selamat. Pendapat kedua yaitu pendapat sebagian besar ahli kalam bahwa sifat-sifat tersebut ditakwil sesuai makna yang layak bagi Allah sesuai dengan konteksnya masing-masing.” (Imam al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, III, 19).
Kembali kepada pembahasan
يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ اِلٰى سَمَآءِ الدُّنْيَا
Dalam redaksi tersebut ad-Dibai mengutip dari hadis ash-Shahihaini
ينزل ربنا كل ليلة إلى سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الأخير ويقول من يدعوني فأستجيب له من يسألني فأعطيه من يستغفرني فأغفر له
Tuhan kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, Dia berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku berikan, siapa yang minta ampun kepada-Ku akan Aku ampuni
[HR: Al-Bukhari no. 1145 dan Muslim, no. 1261]
Kata Yanzilu makna aslinya adalah turun
النُّزول، بالضَّمّ: الحُلول وَهُوَ فِي الأصلِ انحِطاطٌ من عُلو
[مرتضى الزبيدي، تاج العروس، ٤٧٨/٣٠]
dalam Redaksi tersebut tidak bisa diartikan secara lahiriah karena akan terjadi Tasybih (penyerupaan)
Jika mengikuti Ulama Khalaf maka dita'wil dengan makna Turun Rahmatnya atau turun malaikat yang diutus oleh allah dll
Namun ulama Ulama salaf berbeda, mereka tidak mengartikan turun seperti yang kita tahu yakni menyucikan allah dari makna Dzahirnya (Tahzih) beserta mengimani dan menyerahkan makna hakikatnya kepada Allah (Tafwid)
Penutup
Ulama Salaf dan Khalaf sepakat tentang makna dzahir bukanlah yang dikehendaki dari Teks yang menunjuk penyerupaan terhadap Allah
Bedanya, Salaf Mengimani dan Memasrahkan makna yang kehendaki kepada Allah semata beserta menyucikan Allah dari Penyerupaan
Sedangkan Khalaf makna lafadz tersebut pada yang layak kepada Allah
Pendapat Pertama Lebih Aman (Aslam)
Pendapat kedua Lebih Bijak (Ahkam wa Atqon)
Wallahu A'lam
*) Penulis adalah konten kreator asal Pasuruan Jawa Timur
===============
Refrensi:
Milul Awani Syarh Diba'
Tajul Arus
Misbahul Munir
Al-Mu'Jam Al-Wasith
Al-Munabba' li alfadzii Diba'
Diyaul Murobba' Fi Syarhi Maulid Diba
Shahih Al-Bukhari
Mu'jamul Awsath
Hilyatul Awliya'
Jauharatut Tauhid
At-Tahri wa at-Tanzil
Tafsir Hadaidur Ruh war Raihan
Syrah Shahih Muslim Lin Nawawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar