Wanita adalah
makhluk indah mempesona. Replika kecantikan, kiblat keanggunan, dan himpunan dari
segala keelokan. Wanita adalah hiasan dunia. Tanpa wanita, dunia terasa hambar
tak berguna. Rasulullah bersabda, “Dunia adalah hiasan. Dan sebaik-baiknya
hiasan dunia adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim) Karena itu, wajar jika kaum hawa cenderung
lembut dan halus, mulai gemulai tubuhnya, gerak-gerik badannya, sampai tutur
sapanya. Lemah-lembut, itulah fitrah wanita. Namun jangan salah, dibalik
kelembutan sosok wanita, tersimpan sejuta heroik membelalak mata. Seperti yang
ditoreh muslimah panutan berikut ini. ***
Kemantapannya terhadap Islam
jauh sebelum perjumpaannya dengan kekasih idaman. Kala itu, suaminya, Zaid bin
Asim, datang tergesa-gesa. Sang suami bercerita perihal apa yang membuatnya
tidak sabar untuk segera berbagi dengan istri tercinta. “Demi Allah, saya tidak
hanya heran mendengar cerita itu, tetapi juga beriman dan bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah. Seandainya kedua telingamu
mendengar langsung cerita Mush’ab tentang Muhammad dan dakwahnya, niscaya
engkau tidak akan mengingkarinya,” ucap suaminya dengan mata berbinar. Semenjak
penggalan kisah perjuangan Rasulullah dalam menyampaikan wahyu dari Allah dan
derita bertubi yang dialaminya, juga ketabahan dan kesabaran Rasulullah dalam
menerima segala bentuk perlakuan buruk kaum musyrik kepadanya yang ia dengar
dari suaminya kala itu, hatinya bergetar luar biasa. Mulutnya berucap iman
kepada Allah dan Rasulullah dengan segenap jiwa dan raga.
Setelah memeluk Islam, wanita
agung ini tetap melaksanakan tugas mulianya sebagai ibu rumah tangga; ia menjaga
suami dan kedua buah hatinya, yaitu Abdullah dan Habib, agar istikamah hidup
dalam tuntunan cahaya Islam. Dan karena kala itu adalah awal-awal kemunculan
Islam, sudah tentu butuh perjuangan keras dan pengorbanan besar dari para
pemeluknya demi menjaga Islam tetap jaya dan menumpas bendera-bendera kemurtadan
yang telah lama berkibar. Nusaibah binti Ka’ab adalah perempuan cerdas. Ia mengerti
betul kondisi umat dan perjuangan Rasulullah. Bersama sang suami, ia didik
putra-putranya menjadi pejuang tangguh di barisan pembela Rasulullah. Ia relakan seluruh anggota keluarganya
untuk berjihad bersama Rasulullah. Tidak sampai itu saja, tidak cuma aktif di
belakang layar semata, bersama suami dan kedua putranya, ia tidak pernah absen
ambil bagian hampir dalam semua pertempuran. Beliau bertugas sebagai penanggung
jawab logistik dan medis bersama wanita-wanita tangguh lainnya. Tugasnya adalah
menyiapkan bekal makanan para mujahid, memberi minum prajurit yang kehausan, serta
mengobati pejuang yang kesakitan. Ia lakoni peran itu secara
sempurna, sampai tiba pada perang Uhud.
Dalam perang Uhud, kaum muslimin
dilanda kekacauan luar biasa karena para pemanah di atas bukit melanggar
perintah Rasulullah dan tergiur tumpukan emas yang sengaja dikumpulkan oleh
musuh untuk memancing mereka turun. Kecerobohan itu berhasil dimanfaatkan musuh yang dikomandoi oleh Khalid bin Walid. Musuh mengambil
alih bukit dan melayangkan serangan bertubi-tubi tanpa ampun. Bak ratusan tikus
terperangkap dalam karung, pasukan musuh dengan mudah menumpas tentara Islam.
Nusaibah bersama yang lain sigap mendatangi para prajurit yang susah payah mendekati
tim medis dengan tubuh penuh luka. Diolesinya sekujur badan para prajurit
dengan obat-obatan yang tersedia. Di tengah kesibukannya menjalani tugas mulia
itu, ia melirik ke arah Rasulullah. Ternyata, Rasulullah tengah berjuang
menangkis berbagai serangan seorang diri. Pelipis mulia beliau tersentuh anah
panah lalu mengucurkan darah, gigi geraham beliau juga terkena hantaman senjata
hingga terlepas. Menyaksikan perjuangan gigih kekasihnya itu, hati Nusaibah
terbakar. Ia tak rela menatap kekasihnya dihujami senjata. Seluruh jiwa-raganya
bergemuruh meronta. Tanpa berpikir panjang, ia ambil senjata prajurit yang
tengah ia obati. Dengan gagah, ia bentuk formasi perisai untuk melindungi Rasulullah bersama
sisa prajurit yang ada. Bermodal semangat juang yang tinggi, tekad baja,
serta sakit hati saat melihat kekasihnya dianiaya, ia tumpas musuh-musuh yang
mencoba mendekati Rasulullah. Bak seorang kesatria sejati, ia ayunkan pedang
menyayat-nyayat tubuh tentara musuh. Aksi heroik Nusaibah digambarkan oleh
Rasulullah: “Ia tidak berpaling ke kanan dan ke kiri, kecuali aku melihatnya
terus berperang untukku.” (HR. Ibnu Saad)
Akibat aksi nekadnya bergabung
dalam barisan pasukan pada perang Uhud itu, ia menderita luka-luka di sekujur
tubuhnya, jumlahnya sampai dua belas titik luka dengan luka terparah di leher bagian
belakang. Luka leher ini akibat pukulan keras Ibnu Qomi’ah saat menggagalkan niat
jahatnya untuk membunuh Rasulullah yang kala itu tengah sendiri. Ketika
mendatangi Nusaibah yang terbaring menahan sakit, Rasulullah menyuruh putra
Nusaibah, Abdullah untuk membalut luka-luka ibundanya. Mendapati Rasulullah datang
menyambangi, Nusaibah mengajukan sebuah permintaan. Ia memohon agar Rasulullah
berkenan mendoakannya agar ia sekeluarga kelak bisa menemani Rasulullah di
surga. Rasulullah mengabulkan dan mendoakannya. Mendengar doa dari Rasulullah,
Nusaibah berkata, “Aku tidak akan mengeluh atas setiap musibah yang menimpaku
di dunia ini,” seolah-olah seluruh sakit yang tadi dideritanya hilang dan
sirna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar