Jumat, 25 September 2020

AJARAN POKOK Ahlussunah Wal Jamaah

 


Sangat logis bahwa yang paling pantas menafsiri al-Quran adalah orang yang membawa al-Quran itu sendiri, Nabi Muhammad e. Beliaulah yang paling memahami apa yang dimaksud dalam al-Quran. Jelas.

Dan sangat rasional bahwa yang paling mengerti pada apa yang dikehendaki Nabi e adalah para sahabatnya. Mereka paham betul pada kondisi saat itu, karakter lawan bicara dalam teks hadis, dan hal-hal lain yang tak tertulis dalam teks. Selain itu, mereka juga memiliki karakter bahasa Arab yang masih murni, sehingga lebih kuat dalam memahami nash al-Quran dan Hadis. Saksi sejarah jelas lebih paham dari sekadar peneliti sejarah.

Dalam sebuah Hadis sahih Rasulullah e bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah zamanku, lalu orang-orang setelahnya, lalu orang-orang setelahnya. Kemudian datanglah golongan-golongan yang persaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya”[1]. Tiga generasi awal itulah yang disebut dengan salaf, yaitu masa Rasulullah e beserta sahabat, masa tabiin, dan masa tabi tabiin. Merekalah golongan yang dipastikan baik oleh Rasulullah e. Sehingga golongan manapun yang berusaha untuk sama dengan mereka, juga akan berada dalam kebaikan seperti mereka.[2]

Aswaja adalah paham untuk meniru ajaran Rasulullah e dan para sahabatnya. Di mana ajaran itu mencakup semua aspek kehidupan beliau dan para sahabat yang dipahami oleh generasi tabiin serta para ulama selanjutnya.

Secara umum, ideologi dan perilaku Aswaja dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman terwujud dengan meyakini semua hal yang telah diajarkan oleh Rasulullah e. Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan oleh al-Quran dan Hadis dengan berbagai perangkat pemahamannya. Sedangkan Ihsan dapat terwujud dengan menghayati hidup dan bertasawuf mengharap ridha Allah I seperti yang dilakukan oleh Rasulullah e dan para sahabat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk itu berikut jabaran dari ketiga ajaran tersebut:[3]

1.    Iman

Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran Islam, baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan dalam al-Quran dan Hadis.

a.     Keyakinan tentang ketuhanan

Secara umum, rangkuman keyakinan tentang Tuhan ini adalah untuk memproteksi seorang mukmin agar tidak meyakini salah tentang Tuhan dengan mengetahui ciri-ciri Tuhan itu sendiri. Dalam karyanya Umm al-Barahin, ad-Dasuqi mendefinisikan Tuhan dengan sangat gamblang, beliau menyatakan: Tuhan adalah dzat yang tidak butuh pada apapun dan segala sesuatu selain dia butuh pada-Nya. Untuk itu, harus diyakini bahwa Tuhan maha sempurna. Segala kekurangan dan ketidak-layakan tidak boleh disandarkan pada-Nya. Misalnya, Tuhan itu berubah menjadi manusia (keyakinan trinitas umat Kristen). Itu akan menyebabkan bahwa Tuhan – yang asalnya kuat (tanpa kelemahan) – tiba-tiba menjadi lemah, butuh pada makanan dan minuman, butuh pada udara, dan lain sebagainya.

Untuk itu, kita perlu mengetahui ciri-ciri (sifat) Tuhan Yang Maha Kuasa. Di mana sifat-sifat kesempurnaan-Nya terangkum dalam:

-      Meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat mulia yang terangkum dalam 20 sifat wajib bagi Allah

-      Meyakini bahwa Allah tidak memiliki satupun sifat kekurangan yang terangkum dalam 20 sifat mustahil bagi Allah

-      Meyakini bahwa Allah dalam mentakdirkan dan menentukan sesuatu tanpa keterpaksaan

b.    Keyakinan tentang kenabian

-      Meyakini bahwa para nabi dan utusan Allah berperangai dengan sifat-sifat mulia yang terangkum dalam 4 sifat wajib, dan tidak mungkin memiliki perangai buruk yang terangkum dalam 4 sifat mustahil, sekaligus mereka berhak untuk melakukan perilaku manusiawi.

-      Meyakini kebenaran kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi dan utusan

-      Meyakini kebenaran mukjizat-mukjizat para nabi dan utusan

c.     Keyakinan tentang hal-hal gaib

-      Meyakini bahwa Allah menciptakan makhluk gaib seperti dalam al-Quran dan Hadis, yaitu malaikat, setan, dan jin dengan segala sifat dan perilakunya

-      Meyakini bahwa hari kiamat dan hal-hal gaib setelahnya seperti kebangkitan dari kubur, hisab, syafaat nabi, surga dan neraka adalah benar

-      Meyakini cerita al-Quran dan Hadis tentang peristiwa-peristiwa sebelum kiamat seperti Dajjal, Yakjuj Makjuj, dan turunnya Nabi Isa adalah benar

 

2.    Fikih

Fikih adalah aturan yang ditetapkan Allah tentang segala perilaku mukmin. Aturan itu dipahami dari al-Quran dan Hadis oleh para ulama yang memiliki kemampuan tentang itu yang terjabarkan dalam bentuk aliran fikih yang disebut madzhab. Untuk saat ini, dari sekian banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup bertahan untuk disampaikan dari generasi ke generasi, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga keasliannya.[4]

Secara global cakupan fikih meliputi:

a.     Fikih ibadah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan tata-cara beribadah kepada Allah dan hal-hal terkait

b.    Fikih muamalah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan bersosial, melakukan transaksi, hukum perdata, dan hal-hal terkait

c.     Fikih faraid, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan hukum warisan

d.    Fikih munakahah, yaitu aturan fikih dalam pernikahan dan hal-hal terkait

e.     Fikih jinayah, yaitu aturan fikih yang berkenaan dengan politik, hukum pidana, perbudakan, dan hal-hal terkait

 

3.    Tasawuf

Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud dari Ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah dengan amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah SWT. Secara umum konsep tasawuf terbagi menjadi dua bagian:

a.     Menghiasi diri dengan perangai baik yang secara global terangkum dalam beberapa sifat berikut:

-      Takwa, artinya senantiasa takut kepada Allah yang terwujud dalam bentuk mentaati aturan-Nya dan menghindari larangan-Nya

-      Tawakkal, artinya senantiasa pasrah dan berperasangka baik kepada Allah atas semua yang Dia takdirkan

-      Ikhlas, artinya senantiasa murni mengharap ridha Allah dengan tidak mengharap hal-hal duniawi

-      Zuhud, menghindari hal-hal duniawi

-      Introspeksi diri dan Rendah hati, artinya senantiasa melihat kekuarang diri sendiri dan tidak menganggap diri lebih baik dari orang lain

-      Mujahadah, artinya melatih hati dengan terus-menerus melakukan hal-hal baik

b.    Menghindari perangai buruk yang secara global terangkum dalam beberapa sifat berikut:

-      Tamak, artinya mengharap kenikmatan orang lain agar berpindah padanya

-      Dengki, artinya tidak suka bila melihat orang lain mendapatkan nikmat

-      Sombong, artinya menganggap diri sendiri lebih baik dari orang lain

-      Riya’, artinya dalam berperilaku selalu pamrih dan mengharap hal-hal duniawi

Selain penjelasan sifat-sifat di atas, tasawuf sejatinya terletak pada perilaku bukanlah pada teori. Penghayatan terhadap sejarah Nabi r, sahabat y, para ulama, dan para sufi adalah bagian terbesar dalam menumbuhkan dasar-dasar tasawuf di dalam hati. Di mana selanjutnya mujahadah melawan nafsu dan mensucikan hati adalah suatu kewajiban guna mencari ridha Allah I, karena jiwa setiap mukmin, bahkan setiap manusia pastilah merindukan Tuhannya. Wallahu A’lam.



[1] Hadis ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Katsir bercerita padanya Sufyan dari Mansur dari Ibrahim dari Abidah dari Abdullah t dari Nabi r (2652, Shahih Bukhari), oleh Hasan bin Ali al-Hulwani bercerita padanya Azhar bin Said as-Samman dari Ibnu Aun dari Ibrahim dari Abidah dari Abdullah dari Nabi r (6635, Shahih Muslim).

[2] Sesuai dengan keterangan dalam al-Quran at-Thur ayat 21: “Dan orang-orang yang beriman yang keturunan mereka mengikuti mereka dengan iman, Kami akan temukan dengan mereka keturunan mereka.”

[3] Keterangan berikut adalah disarikan dari Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Allam al-Ghuyub, Muhammad Amin bin Fath Zadah al-Kurdi.

[4] Keterangan lebih lengkap, baca: Nadzrah Tarikhiyah fi Huduts al-Madzahib al-Fiqhiyah al-Arba’ah, Ahmad Timur Basya, hal. 47-48, Dar al-Qadiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adab-adab berdoa

Adab-adab berdoa  Doa berarti memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala terhadap sesuatu yang bersifat baik. Seperti berdoa m...