Senin, 13 Oktober 2025

Amalan Agar Kerasan Mondok

Amalan agar anak rajin ngaji, kerasan mondok dan menjadi orang alim

Kh. Mas Abdul Adhim ( Mas Abduh) bercerita :

“ Mbah Kholili ( ayah Mas Abduh ) dulu waktu kecil nggak mau ngaji, nakal, belling sampai sekitar umur 11 tahun. Akhirnya ibu beliau Nyai Muntama dimarahin oleh Nyai Fathonah ( binti Noerhasan bin Noerkhatim Sidogiri ) : “ Gimana Kholili itu kok nggak mau ngaji, sudah besar dia. Kalo gitu bacain Alfatihah, Qulhu, ayat kursi, masing-masing 1 x lalu Istighfar 10 x, lalu pahalanya hadiahkan untuk Imam Ghozali. Kemudian berdoa kepada Allah : 

“ Ya Allah dengan barokah dan syafaat Imam Ghozali mudah-mudahan anak saya dijadikan anak yang rajin ngaji, dibuka baginya segala kebaikan, dijadikan orang alim.. dll “ 

Setelah Nyai Muntama istiqomah mengamalkan amalan itu, tiba-tiba tidak ada angin tidak ada hujan Mbah Kholili pamit untuk berangkat mondok. Beliau bahkan nggak pulang-pulang sampai beliau alim. ketika sudah pulang dan alim baca kitabnya beliau pamit lagi untuk mencari ilmu. Kata beliau : “ada 2 ilmu yang belum saya kuasai, ilmu Faroidh dan ilmu falak”

Akhirnya tidak sampai setengah tahun beliau alim ilmu Faroidh dan Falak. Sampai sekarang di Sidogiri ada pelajaran ilmu Faroidh dan ilmu Falak barokah Kiai Kholili “

Inti amalannya setiap bakda sholat maghrib membaca :

Alfatihah 1 x
Al-Ikhlas 1 x
Ayat kursi 1 x 
Istighfar 10 x

Lalu Pahalanya hadiahkan untuk Imam Ghozali, kemudian berdoa : 

“ Ya Allah dengan barokah Imam Ghozali semoga anak saya dijadikan anak yang rajin ngaji, kerasan mondok, menjadi orang alim, menjadi orang sukses ( dan permintaan-permintaan yang lain ) “

Saya mendapat langsung amalan ini dari Kh. Mas Abdul Adhim Kholili, saya ijazahkan untuk kalian.

Inframe : dokumentasi tadi siang, ketika ngisi di Pondok Putri Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan 

* Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 4 Juni, 2022

Minggu, 12 Oktober 2025

Kompetensi dasar yang harus dimiliki guru

Kompetensi dasar guru adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menjalankan tugasnya dengan efektif. Berikut beberapa kompetensi dasar guru:

*Kompetensi Pedagogik*
1. *Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran*: Guru harus memahami teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif.
2. *Mengembangkan kurikulum*: Guru harus dapat mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan standar pendidikan.
3. *Menggunakan metode pembelajaran yang efektif*: Guru harus dapat menggunakan metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

*Kompetensi Kepribadian*
1. *Berakhlak mulia*: Guru harus memiliki akhlak yang mulia dan menjadi contoh yang baik bagi siswa.
2. *Berintegritas*: Guru harus memiliki integritas yang tinggi dan bertindak dengan jujur dan adil.
3. *Bersikap positif*: Guru harus memiliki sikap positif dan dapat menjadi motivator bagi siswa.

*Kompetensi Sosial*
1. *Bersikap komunikatif*: Guru harus dapat berkomunikasi dengan efektif dengan siswa, orang tua, dan rekan kerja.
2. *Mengembangkan hubungan dengan masyarakat*: Guru harus dapat mengembangkan hubungan dengan masyarakat dan melibatkan mereka dalam proses pendidikan.
3. *Bersikap inklusif*: Guru harus dapat bersikap inklusif dan menghargai keragaman siswa.

*Kompetensi Profesional*
1. *Menguasai materi pelajaran*: Guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2. *Mengembangkan profesionalisme*: Guru harus terus mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan kemampuan mengajar.
3. *Menggunakan teknologi*: Guru harus dapat menggunakan teknologi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

*Dengan memiliki kompetensi dasar yang baik, guru dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan membantu siswa mencapai hasil belajar yang optimal*

Sabtu, 11 Oktober 2025

Sanad Nahdlatul Ulama kepada Sadah Ba'alawi

Sanad Nahdlatul Ulama kepada Sadah Ba'alawi

Oleh: Nanal Ainal Fauz

Belakangan ini beredar video seorang kiai yang mengingkari kesinambungan NU, wa bil khusus KH. Hasyim Asy'ari kepada Sadah Ba'alawi dalam sanad keilmuan. Kiai tersebut menyebutkan beberapa pesantren beserta nama kiainya yang dulu KH. Hasyim Asy'ari ngaji di sana. Beliau menyebut bahwa tidak ada guru KH. Hasyim Asy'ari dari kalangan Sadah Ba'alawi. Benarkah statemen ini?

Yuuk. Kita bahas tuntas beserta dengan referensinya. Biar gamblang dan tak ada keraguan di antara kita.

Referensi tentang ngajinya masyayikh NU kepada Sadah Ba'alawi sangatlah banyak. Orang yang mengingkari fakta ini ada dua kemungkinan: antara belum faham sejarah atau tahu sejarahnya tapi ingkar karena kesombongan. Saya belum menemukan kemungkinan ketiga.

Memang guru masyayikh NU sangat banyak. Banyak di antaranya adalah ulama Nusantara sendiri. Tapi meski banyak berguru kepada ulama Nusantara, ada juga di antara guru mereka adalah ulama dari kalangan Habaib Sadah Ba'alawi. Kita sebagai cucu murid jangan sampai menafyikan ini karena dikhawatirkan hilang berkah ilmu kita. Dawuh sebagian ulama:
 من بركة العلم أن ينسب إلى أهله
"Di antara keberkahan ilmu adalah menisbatkan ilmu tersebut pada pemiliknya."

Baiklah. Berikut ini ittishalat atau kesinambungan sanad NU kepada Sadah Ba'alawi. Ada yang sifatnya berguru langsung. Ada yang melewati perantara.

Adapun yang kesinambungan langsung, KH. Hasyim Asy'ari saat di Makkah pernah berguru kepada banyak ulama. Dari sekian banyak ulama, setidaknya ada tiga ulama dari kalangan Sadah Ba'alawi. Beliau bertiga adalah:

1. Al-Habib Husain bin Muhammad al-Habsyi, Mufti Syafi'iyyah di Makkah dan kakak dari Habib Ali al-Habsyi pengarang Maulid Simthud Duror yang masyhur di Indonesia.

Keterangan bahwa KH. Hasyim Asy'ari pernah berguru kepada Habib Husain al-Habsyi bisa anda baca di kitab A'lam al-Makkiyyin karya Syaikh Abdullah al-Mu'allimi yang kemudian diikuti kitab Tasynif al-Asma' bi Syuyukh al-Ijazah wa as-Sama' karya Syaikh Dr. Mahmud Said Mamduh, kitab Bulugh al-Amani fi at-Ta'rif bi Syuyukh wa Asanid asy-Syaikh Yasin al-Fadani karya Syaikh Mukhtaruddin al-Falimbani, kitab al-'Allamah Muhammad Hasyim Asy'ari Wadli' Labinah Istiqlal Indunesia karya Habib Asad Syahab dan kitab Ziyadat at-Ta'liqat karya KH. Hasyim Asy'ari sendiri.

Bahkan dalam kitab A'lam al-Makkiyyin yang kemudian juga dinukil kitab Tasynif al-Asma' menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy'ari bermulazamah kepada Habib Husein bin Muhammad Al-Habsyi dan sering berkunjung ke rumahnya. 

Mulazamah memiliki arti ngaji dengan menekuni secara bolak balik dalam waktu yang lama, tidak hanya ngaji yang sifatnya sekali bertemu. Mulazamah ngajinya KH. Hasyim Asy'ari ini tidak hanya saat halaqah di Masjidil Haram, akan tetapi juga di kediaman Habib Husein Al-Habsyi. 

Ini menunjukkan betapa dekat proses ngaji KH. Hasyim Asy'ari kepada Sang Guru.

Kami belum mendapat data lebih lanjut terkait apa aja kitab yang dikaji KH. Hasyim Asy'ari kepada Habib Husain al-Habsyi. Akan tetapi dari redaksi A'lam al-Makkiyyinakan yg menyebut ngaji Mulazamah, sepertinya Mbah Hasyim Asy'ari ngaji banyak kitab. Satu di antaranya dugaan kuat kami adalah kitab Shahih Muslim, kitab paling valid nomer tiga setelah al-Qur'an dan Shahih al-Bukhari. Ini kami simpulkan dari redaksi KH. Hasyim asy'ari yang mengindikasikan demikian dalam kitab Ziyadat At-ta'liqat. Berikut ini redaksinya:

وقال الإمام النووي في شرح مسلم عند الكلام على الحديث الذي حدثناه السيد حسين الحبشي بمكة المكرمة بسنده

"Imam an-Nawawi berkata dalam kitab Syarah Shahih Muslim ketika menjelaskan hadits yang Sayyid Husain al-Habsyi telah mentahditsnya (meriwayatkan hadits) kepada kami dengan sanad beliau...."

Artinya, KH. Hasyim Asy'ari pernah mendengarkan hadits dari Shahih Muslim dari Habib Husain al-Habsyi. Dan kemungkinan besar, tidak hanya satu hadits dari Shahih Muslim saja, akan tetapi juga seluruh kitabnya.

2. Habib Alwi bin Ahmad Assegaf, penulis kitab Tarsyih al-mustafidin bi Tausyih Fath al-Mu'in (w. 1335 H) . 

Sumber yang mencatat ngajinya KH. Hasyim Asy'ari kepada Habib Alwi Assegaf ini antara lain kitab A'lam al-Makkiyyin, kitab Tasynif al-Asma', kitab al-'Allamah Muhammad Hasyim Asy'ari Wadli' Labinah Istiqlal Indunisia, dan kitab Bulugh al-Amani.

Bahkan KH. Hasyim asy'ari ngaji kepada beliau secara mulazamah di Masjidil Haram dan rumah beliau sebagaimana KH. Hasyim Asy'ari juga ngaji mulazamah kepada Habib Husain bin Muhammad al-Habsyi. 

Kegiatan mulazamahnya Mbah Hasyim kepada kedua Habib ini direkam oleh dawuh kitab A'lam al-Makkiyyin yang kemudian dikutip ulang kitab Tasynif al-Asma':

وبها أخذ عن الشيخ محفوظ بن عبد الله الترمسي ولازم دروسه، كما لازم السيد علوي بن أحمد السقاف والسيد حسين بن محمد الحبشي، وقرأ عليهما في المسجد الحرام وفي منزلهما.
"Di Makkah KH. Hasyim Asy'ari nyantri mulazamah pada kajian-kajian Syaikh Mahfudz at-Tarmasi sebagaimana beliau juga mulazamah kepada Sayyid Alawi bin Ahmad Assegaf dan Sayyid Husain bin Muhammad al-Habsyi. KH. Hasyim Asy'ari ngaji kepada kedua habib ini di Masjidil Haram dan di rumah mereka."

3. Sayyid Ahmad bin Hasan al-Attas (w. 1334 H), ulama asal Hadramaut keturunan Sayyid Umar bin Abdurrahman al-Attas Shahib ar-Ratib.

Keterangan KH. Hasyim Asy'ari ngaji kepada beliau bisa anda baca pada beberapa kitab antara lain A'lam al-Makkiyyin, al-'Allamah Muhammad Hasyim Asy'ari Wadli' Labinah Istiqlal Indunesia, dan Tasynif al-Asma'.

Awalnya saya penasaran dg sosok Sayyid Ahmad bin Hasan ini. Apakah masih keturunan dari penulis kitab wirid andalan KH. Hasyim Asy'ari, kitab Khulashah al-Maghnam, yaitu Habib Ali bin Hasan Shahib al-Masyhad yang sama-sama bermarga al-Attas?

Setelah saya cari datanya, ternyata bukan dzurriyyah pas. Meski masih terbilang kerabat. Karena keduanya sama-sama dzurriyyah dari Sayyid Umar bin Abdurrahman al-Attas Shahib ar-Ratib.

Sebagai informasi, KH. Hasyim Asy'ari memiliki kitab wirid andalan yang sering beliau ijazahkan kepada murid-muridnya. Yaitu kitab Khulashah al-Maghnam karya Habib Ali bin Hasan al-Attas. Di antara murid KH. Hasyim Asy'ari yang beliau ijazahi kitab ini adalah kakek buyut saya, KH. Fauzan bin Ma'shum Damaran Kudus, dan Kiai Abdullah Zaini bin Uzair Demak, pengarang kitab Kifayat al-Ashab. Saking rekomendednya kitab wirid ini sampai Pondok Tebuireng semasa hidupnya KH. Hasyim Asy'ari pernah mencetak dan menyebarkannya. Saya pernah lihat naskah Khulashat al-Maghnam cetakan Tebuireng ini di lemari kitab tinggalan Mbah Buyut KH. Fauzan di Pondok Damaran Kudus.

Adapun sanad masyayikh NU kepada Sadah Ba'alawi yang dengan perantara, antara lain:

1. KH. Hasyim Asy'ari ngaji kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Sedangkan Syaikhona Khalil Bangkalan ngaji kepada banyak guru yang setidaknya dua dari mereka adalah ulama dari kalangan Sadah Ba'alawi. Pertama, Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi, Mufti Syafi'iyah di Makkah yang juga ayah dari Habib Ali al-Habsyi, pengarang Maulid Simthud Durar. Dan kedua, Habib Hasyim bin Syaikh bib Hasyim al-Habsyi Madinah.

Keterangan Syaikhona Kholil Bangkalan ngaji kepada kedua habib di atas terdapat dalam risalah manuskrip tentang biografi Syaikhona Kholil yang ditulis oleh Syaikh Yasin Al-Fadani.

Biar jelas, berikut ini redaksi dari risalah tersebut:

وسمع الحديث أيضا بمكة عن الإمام المفتي السيد محمد بن حسين الحبشي المكي
"Di Makkah Syaikh Kholil Bangkalan mendengarkan hadits juga dari al-Imam al-Mufti Sayyid Muhammad bin Husain al-Habsyi al-Makki."

وسمع الحديث أيضا ورواه عن السيد العلامة هاشم بن شيخ بن هاشم الحبشي نزيل المدينة ودفينها، وسمع منه الحديث المسلسل بيوم عاشوراء في يومه.

"Di Madinah Syaikh Kholil Bangkalan juga mendengarkan hadits dan meriwayatkannya dari as-Sayyid al-'Allamah Hasyim bin Syaikh bin Hasyim al-Habsyi, yang berkediaman kemudian wafat dan dimakamkan di Madinah. Dari beliau Syaikh Kholil Bangkalan mendengarkan hadits Musalsal dengan hari Asyuro pada hari Asyuro."

2. KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Abdul Wahhab Hasbullah ngaji kepada Syaikh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi. Syaikh Mahfudz at-Tarmasi mengaji kepada guru beliau yang juga guru KH. Hasyim Asy'ari, Habib Husain bin Muhammad al-Habsyi, Mufti Syafi'iyah di Makkah dan kakak pengarang Maulid Simthud Duror.

Syaikh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi dalam kitab Kifayat al-Mustafid yang mencatat guru-guru dan genealogi keilmuan beliau, berkata:
ومنهم العلامة الحبيب، والورع النسيب، السيد حسين بن محمد بن حسين الحبشي (ت: ١٣٣٠ هـ)، سمعت منه جملة مستكثرة من أوايل صحيح البخاري وأواخره.

"Di antara guru saya adalah al-'Allamah al-Habib al-Wari' an-Nasib Sayyid Husain bin Muhammad bin Husain al-Habsyi (w. 1330 H). Saya mendengar dari beliau banyak hadits pada awal-awal dan akhir-akhir kitab Shahih al-Bukhari."

Syaikh Mahfudz at-Tarmasi juga berguru kepada Syaikh Abdul Ghani bin Subuh al-Bimawi. Syaikh Abdul Ghani belajar dari Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya. Keterangan ini disebutkan oleh Syaikh Yasin al-Fadani saat menyebutkan silsilah sanad KH. Abdul Wahhab Hasbullah dalam kitabnya yang berjudul al-Kawakib ad-Darari. Lebih jelasnya, berikut ini dawuh Syaikh Yasin al-Fadani:
وروى الشيخ محفوظ الترمسي أيضا عن المعمر عبد الغني بن صبح البيماوي، عن القطب السيد شيخ بن أحمد بن عبد الله بافقيه.
"Syaikh Mahfudz at-Tarmasi meriwayatkan juga dari al-Mu'ammar Syaikh Abdul Ghani bin Shubuh al-Bimawi, dari al-Quthb Sayyid Syaikh bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih (Botoputih, Surabaya)".

3. KH Hasyim Asy'ari baik secara langsung maupun via perantara Syaikh Mahfudz at-Tarmasi ngaji kepada KH. Sholeh Darat Semarang. KH Soleh Darat semarang ngaji kepada banyak ulama yang antara lain adalah Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya. Keterangan ini sebagaimana beliau catat sendiri dalam kitab al-Mursyid al-Wajiz. KH. Sholeh Darat berkata : 
لن نولي غالف كورو إغسون مرغ شيخنا العلامة القطب الوجود سيدي سيد شيخ بن أحمد بافقيه باعلوي كالا أنا إغ سماراغ غاجي جوهرة التوحيد للعلامة الشيخ إبراهيم اللقاني لن منهاج العابدين للغزالي
"Dan kemudian saya belajar kepada Syaikhuna al-Allamah Quthbul Wujud Sayyidi Sayyid Syaikh bin Ahmad Bafaqih Ba'alawi ketika beliau berada di Semarang. Saya ngaji kitab Jauharatut Tauhid karya al-Allamah Ibrahim al-Laqqani dan Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali".

4. KH Raden Asnawi sebagaimana catatan cucu beliau, KH. Minan Zuhri, ngaji kepada Syaikh Mahfudz at-Tarmasi. Syaikh Mahfudz at-Tarmasi ngaji kepada Habib Husain bin Muhammad al-Habsyi sebagaimana keterangan di atas. KHR. Asnawi Kudus juga ngaji kepada KH. Sholeh Darat dan KH. Sholeh Darat ngaji kepada Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Surabaya sebagaimana keterangan di atas.

Dan masih banyak lagi sambungan sanad masyayikh NU kepada Sadah Ba'alawi.

Wa fil khitam aquul:
1. Saya ngajak kepada semua muslimin agar bersikap inshof atau adil dalam segala hal. Termasuk dalam membaca sejarah. Jangan sampai karena rasa tidak suka, menjadikan kita berbuat dhalim dengan menafyikan apa yang menjadi fakta sejarah.

2. Sebagaimana masyayikh NU sanadnya nyambung kepada Sadah Ba'alawi, banyak pula masyayikh NU memiliki teman, kolega dan murid dari kalangan Sadah Ba'alawi. Hubungan antara ulama Nusantara secara umum, dan masyayikh NU secara khusus, dengan Habaib Sadah Ba'alawi sudah terjalin secara erat sejak dahulu. Maka, sudah semestinya kita sebagai muslimin Nusantara dan warga NU yang baik menyambung apa yang telah disambung oleh para leluhur kita. Hal ini menjadi salah satu bentuk bakti kita kepada para leluhur, sebagaimana dawuh Kanjeng Nabi Muhammad:
إنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ
"Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan kolega (orang-orang dekat) ayahnya."
(HR. Imam Muslim)

Wallahu A'lam

Pati, 3 Juni 2025/6 Dzul Hijjah 1446 H
Nanal Ainal Fauz

Jumat, 10 Oktober 2025

Pesan KH. Rojih Tentang Sayid & Habib

Habib atau Sayyid itu wajib kita hormati, baik alim maupun tidak alim. Sebab dalam tubuh mereka mengalir darah Kanjeng Nabi Muhammad Saw., walaupun putra putri Rasululloh Saw. terlahir dari Sayyidah Fatimah. Karena demikian itu adalah khususiyah dari Rasululloh shollallohu alaihi wasallam, bahwa semua anak-anak Fatimah dinasabkan kepada beliau shollallohu alaihi wasallam. Lihat kitab Fatawi Haditsiyyah karya Ibnu Hajar: 
 
وسئل فسح الله في مدته : عن أولاد زينب بنت فاطمة الزهراء من ابن عمها عبد الله ابن جعفر رضي الله عنهم موجودون بكثرة ، فهل يثبت لهم حكم أولاد أخويها الحسن والحسين رضي الله عنهما ، وما الفرق مع أن من حصوصياته صلى الله عليه وسلم أن أولاد بناته ينسبون إليه ؟ . فأجاب بقوله : من الواضح أن يثبت لهم حكمهم من كونهم آل البيت ومن ذريته صلى الله عليه وسلم وأولاده إجماعا ، ومع ذلك لا ينسبون إليه أخذا من فرق الفقهاء بين ولد الرجل ومن ينسب إليه في نحو وققت على أولادي فيدخل ولد البنت لأنه يسمى ولدا ، ونحو وقفت على من ينسب إلي فلا يدخللأنه لا ينسب لجده بل ينسب لأبيه ، والذي ذكروه أن من خصائصه صلى الله عليه وسلم أن أولاد بناته ينسبون إليه ولم يذكروا ذلك في أولاد بنات بناته فالخصوصية للطبقة العليا فقط فأولاد فاطمة الأربع أم كلثوم زوجة عمر ولدت منه زيدا ورقية ثم تزوجت بعده ولد عمها ابن جعفر فولدت له ثلاثة عون فمحمد فعبد الله ولم يلد لأحد منهم ، وزينب التي الكلام فيها والحسن والحسين فهؤلاء الأربعة ينسبون إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، وأولاد الحسن والحسين ينسبون إليهما فينسبون إليه بخلاف أولاد زينب وأم كلثوم فإنهم إنما ينسبون إلى أبويهم عمر وعبد الله لا إلى الأم ولا إلى جدها عملا بقاعدة الشرع إن الولد يتبع أباه في النسب لا أمه ، وإنما خرج أولاد فاطمة وحدها خصوصية لهم وذلك مقصور على ذرية الحسن والحسين كما يدل له حديث الحاكم " لكل بني أم عصبة إلا بني فاطمة فأنا وليهما وعصبتهما " فخص الانتساب والتعصيب بهما دون أختيهما 
 
Mengenai nasab Sayyidina Hasan dan Husain, yang dinisbatkan kepada Rasulullah melalui jalur ibu mereka yaitu Sayyidatuna Fatimah. Hal ini merupakan kekhususan mereka, ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Rasulullah shollallohu alaihi wasallam: 
 
عن جَابِرٍ رضي اللَّهُ عنه قال قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم إِنَّ اللَّهَ عز وجل جَعَلَ ذُرِّيَّةَ كل نَبِيٍّ في صُلْبِهِ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ ذُرِّيَّتِي في صُلْبِ عَلِيِّ بن أبي طَالِبٍ رضي اللَّهُ عنه 
 
Dari Jabir, ia berkata: Rasululah shollallohu alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya Allah telah menjadikan keturunan setiap Nabi dalam sulbinya masing-masing dan sesungguhnya Allah menjadikan keturunanku dalam sulbi Ali bin Abi Thalib”. 
 
Akan tetapi tidak semua keturunan Sayyidina Ali bin Abi Thalib nasabnya disambungkan kepada Rasulullah. Karena penisbatan ini hanya dikhususkan bagi keturunan Sayidina Ali dari jalur Sayyidatuna Fatimah, putri Rasulullah, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat lain: 
 
عن عُمَرَ رضي اللَّهُ عنه قال سمعت رَسُولَ اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم يقول كُلُّ بني أُنْثَى فإن عَصَبَتَهُمْ لأَبِيهِمْ ما خَلا وَلَدَ فَاطِمَةَ فَإِنِّي أنا عَصَبَتَهُمْ وأنا أَبُوهُمْ 
 
Dari Umar, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak dari seorang wanita dinisbatkan kepada ayahnya kecuali anak Fatimah karena sesungguhnya akulah ashabah mereka dan akulah ayah mereka”. 
 
Disamping itu, dalil lain yang menjelaskan akan tetapnya keturunan Rasulullah Saw. dan sekaligus menjadi Ahlu bait beliau yaitu: 
 
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي 
 
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Aku melihat Rasulullah Saw. ketika haji di hari Arafah, sedangkan beliau ada di atas ontanya berkhutbah, dan aku mendengar beliau berkata: "Wahai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan pada diri kalian jika kalian mengikutinya maka tidak akan tersesat selamanya yaitu Kitabullah (al-Qur’an) dan keturunanku Ahlu baitku" (H.R. Tirmidzi & Ahmad). 
 
Dalam riwayat lain:
 
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنَ الآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ وَعِتْرَتِى أَهْلُ بَيْتِى وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَىَّ الْحَوْضَ » 
 
Dari Abi Sa’id al-Khudzri, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: "Aku tinggalkan pada diri kalian 2 hal, salah satunya lebih besar dari yang lain, yaitu Kitabullah (al-Qur’an) sebuah tali penghubung yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan keturunannku Ahlu baitku. Sesungguhnya keduanya tidak akan terputus hingga datang waktu di telaga Haudh" (H.R. Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Abi Ya’la, dan lain-lain).


Kamis, 09 Oktober 2025

Yang Dimaksud Dengan Nabi Ummi

Apa yang dimaksud Ummi jika dinisbatkan kepada nabi? 
Umi adalah tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis


قال عبد الله بن عباس رضي الله عنهما: "هُوَ مِنْكُمْ، كَانَ أُمِّيًّا لَا يَكْتُبُ وَلَا يَقْرَأُ وَلَا يُحَاسِبُ" "الكشف والبيان عن تفسير القرآن للثعلبي 4/ 291، ط. دار إحياء التراث العربي).

قال الإمام الطَّبَرِي (جامع البيان 13/ 163): [قال قتادة: هو نبيكم صلى الله عليه وآله وسلم، كان أمِّيًّا لا يَكتبُ] اهـ.

وعن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أنَّ النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ.. الحديث» أخرجه الشيخان. 

Cara Menebak Kepribadian Seseorang Lewat Ucapannya

Pakar psikologi bahasa James Pennebaker pernah mengatakan, “Ucapan sehari-hari adalah cermin dari pikiran terdalam seseorang.” Artinya, cara seseorang berbicara sebenarnya bisa mengungkap siapa dirinya yang sebenarnya. Jika kita jeli memperhatikan pilihan kata dan gaya bicara seseorang, kita dapat memahami karakter dan pola pikirnya dengan cukup akurat.

Berikut ini beberapa contoh ucapan sehari-hari yang bisa menjadi cermin kepribadian seseorang:

1. Banyak Mengeluh dalam Ucapannya

Orang yang sering berkata, “capek banget,” “hidup susah,” atau “nggak ada jalan,” biasanya memiliki pola pikir negatif. Mereka cenderung pesimis, mudah menyerah, dan melihat kesulitan lebih besar daripada peluang. Ucapan mereka mencerminkan kelelahan batin dan kurangnya rasa syukur.

2. Sering Menyalahkan Orang Lain

Ucapan seperti “gara-gara dia,” atau “kalau bukan karena bos,” menunjukkan seseorang yang sulit bertanggung jawab. Karakternya defensif dan enggan mengakui kesalahan. Tipe ini cenderung mencari kambing hitam daripada mencari solusi.


3. Suka Memberi Pujian Tulus

Sebaliknya, orang yang ringan berkata “keren banget,” “kamu hebat,” atau “bagus sekali,” menandakan kepribadian suportif dan rendah hati. Mereka mudah menghargai orang lain dan tidak takut tersaingi. Tipe ini biasanya menyenangkan untuk diajak kerja sama karena membawa energi positif.


4. Memakai Kata-Kata Kasar atau Merendahkan

Ucapan yang mengandung hinaan, ejekan, atau nada meremehkan menandakan watak arogan dan kurang empati. Orang seperti ini sering tidak sadar bahwa kata-katanya bisa menyakiti orang lain. Kebiasaannya mencerminkan hati yang keras dan kurang peka terhadap perasaan sekitar.

5. Sering Berkata “Nanti Aja” atau “Besok Aja”

Ucapan ini sering muncul dari orang yang memiliki kebiasaan menunda-nunda. Mereka cenderung kurang disiplin dan tidak terbiasa bekerja di bawah tekanan. Dalam jangka panjang, sifat ini bisa menghambat perkembangan diri dan kesempatan yang datang.

6. Bicara dengan Kata yang Rapi dan Terstruktur

Orang yang berbicara dengan runtut, jelas, dan mudah dipahami biasanya memiliki kepribadian logis dan terorganisir. Mereka suka perencanaan dan cenderung berpikir sistematis. Ucapan mereka mencerminkan cara berpikir yang matang dan stabil.


7. Bicara dengan Penuh Semangat

Ucapan yang energik dan optimistis — seperti “ayo,” “bisa,” “mantap” — mencerminkan pribadi yang percaya diri dan memotivasi. Mereka mampu menularkan semangat kepada orang lain dan biasanya memiliki pengaruh positif di lingkungannya.

Kesimpulan

Watak seseorang sering kali lebih mudah terbaca dari kata-katanya daripada dari penampilannya. Bahasa adalah jendela jiwa; setiap kalimat yang keluar bisa menunjukkan bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan memandang hidup. Semakin kita peka memperhatikan ucapan, semakin mudah kita memahami karakter orang lain — dan sekaligus belajar memperbaiki cara kita sendiri berbicara.

Rabu, 08 Oktober 2025

Hukum Mengkonsumsi Tanaman Yang Terkontaminasi Kotoran Babi



HUKUM MENGONSUMSI HASIL PANEN TANAMAN YANG TERKENA NAJIS 

Air yang terkontaminasi najis tersebut tidak mempengaruhi hasil panen. Sehingga hasil panennya halal untuk dikonsumsi. Kesimpulan tersebut bisa dilihat dari beberapa keterangan berikut:
 
Kebolehan (makruh) menggunakan pupuk najis: 
وَيَحِلُّ تَسْمِيدُ الْأَرْضِ بِالرِّيلِ وَدَبْعُ الْجِلْدِ بِالنَّجَسِ وَلَوْ مِنْ مُغَلَّظٍ مَعَ الْكَرَاهَةِ فِيهِمَا 
"Diperbolehkan menyuburkan tanah dengan kotoran dan menyamak kulit dengan sesuatu yang najis, meskipun dari najis mugholadzoh, namun hukumnya makruh pada keduanya." 

Dalam fatawi an-Nawawi, beliau Imam an-Nawawi ditanya perihal hukum memakan hasil dari tanaman, sayuran dan buah yang disirami menggunakan najis: 
مَسْأَلَةٌ: إِذَا سَقَى الزَرْعَ وَالْبَقْلَ وَالثَّمَرَ مَاءً نَجِسًا أَوْ زَبَلَتْ أَرْضُهُ هَلْ يَحِلُّ أَكْلُهُ الْجَوَابُ: يَحِلُّ أَكْلُهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ 
"Masalah: Jika tanaman, sayuran, dan buah disiram dengan air najis atau tanahnya diberi pupuk kotoran, apakah boleh dimakan? Jawaban: Boleh dimakan."

AIR BEKAS BASUHAN NAJIS 

Dalam permasalahan najis, ketika menggunakan air untuk membasuh najis, maka bisa masuk dalam kategori; air musta'mal (air suci tapi tidak mensucikan) jika tidak berubah salah satu rasa, bau dan warnanya dan menjadi mutanajis (terkontaminasi najis) jika berubah salah satu ketiga sifatnya. 
Maka dari itu, air mutanajis yang berceceran di jalan maupun di pinggir jalan, yang diyakini berubah sebab kotoran yang menempel pada tubuh babi, hendaknya disucikan sebagaimana mensucikan najis mugholadzoh, yakni dengan tujuh siraman salah satunya dicampur dengan debu suci.

HUKUM GENANGAN AIR YANG TERKENA NAJIS 

Jika airnya sedikit (kurang dari dua qullah), maka hukumnya mutanajis, baik sifat airnya berubah (rasa, warna dan bau) maupun tidak; 
Jika airnya banyak (dua qullah atau lebih), maka dipilah; jika sifat airnya berubah maka mutanajis, jika tidak berubah, maka tetap suci mensucikan. 
Air sedikit yang terkena najis juga bisa menjadi suci kembali jika dikumpulkan dengan air lain hingga mencapai dua qullah. Dengan syarat perubahan air sebab perkara najis menghilang. 

إِذَا جُمِعَ مِنَ الْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ فِي مَقَرَ مَاءً بَلَغَ قُلَّتَيْنِ فَفِي الْمَسْأَلَةِ وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا -وَهُوَ الْأَصَحَ - أَنَّهُ يَعُودُ طَهُورًا فَإِنَّ الْمَاءَ الْقَلِيلَ النَّجِسَ إِذَا جُمِعَ إِلَيْهِ مَاءً نَجِسٌ فَبَلَغَ قُلْتَيْنِ وَلَمْ يَتَغَيَّرِ الْمَاءُ فَالْكُلِّ طَهُورُ. 
"Jika air yang sudah digunakan dikumpulkan di suatu tempat hingga mencapai dua qullah, maka dalam masalah ini terdapat dua pendapat. 
Pendapat pertama dan ini yang paling sahih-adalah bahwa air tersebut kembali menjadi suci dan mensucikan (tahūr); karena air sedikit yang najis apabila ditambahkan air najis lainnya hingga jumlahnya mencapai dua qullah dan sifat air tersebut tidak berubah, maka keseluruhannya menjadi suci dan mensucikan."

AIR MENGALIR YANG TERKENA NAJIS 

Pada dasarnya air yang mengalir memiliki kesamaan dengan air yang tenang ketika terkena najis. Menjadi mutanajis, baik sifatnya berubah atau tidak, jika airnya kurang dari dua qullah. Menjadi mutanajis, ketika berubah salah satu sifatnya, jika airnya dua qullah atau lebih. 
Akan tetapi, untuk menentukan ukuran dua qullah pada air yang mengalir, volume air yang dihitung bukan debit air secara menyeluruh. Melainkan dihitung per-jiryah (riak atau gelombang). 

Ibaratnya, gelombang pada air yang mengalir adalah gerbong air yang saling berkejaran. Gelombang-gelombang air ini saling sambung akan tetapi memiliki hukumnya tersendiri. Jika satu gelombang air ini ukurannya mencapai dua qullah, maka dihukumi mutanajis, saat berubah salah satu sifatnya. Jika kurang dari dua kulah, maka dihukumi mutanajis, baik berubah salah satu sifatnya atau tidak.  

Adapun tempat yang dilewati aliran air tersebut hukumnya najis dan bisa suci kembali dengan aliran air selanjutnya yang suci. Jika najis yang dibawa oleh satu aliran tadi merupakan najis mugholadzoh, maka harus dilaluli tujuh aliran air yang salah satunya bercampur dengan tanah. 

وَيَكُونُ مَحَلُّ تِلْكَ الْجِرْيَةِ مِنَ النَّهْرِ نَجِسًا وَيَظْهُرُ بِالْجِرْيَةِ بَعْدَهَا وَيَكُوْنُ فِي حُكْمِ غُسَالَةِ النَّجَاسَةِ حَتَّى لَوْ كَانَتْ مُغَلَّظَةٌ فَلَا بُدَّ مِنْ سَبْعِ جَرْيَاتٍ عَلَيْهَا وَمِنَ التَّقْرِيبِ أَيْضًا فِي غَيْرِ الْأَرْضِ التَّرَابِيَّةِ. 
"Tempat aliran (air yang tercampur najis) dari sungai itu menjadi najis, dan bisa suci dengan aliran air berikutnya. 
Air tersebut dihukumi seperti air bekas pencucian najis, bahkan jika najis itu tergolong najis berat (mugholadzoh), maka wajib disiram dengan tujuh kali aliran air, dan juga ditambahkan tanah pada selain tanah asli."

KESIMPULAN 

Dari seluruh penjelasan di atas menuai kesimpulan bahwa: 
Halal mengonsumsi hasil panen tanaman meskipun sebelumnya pernah teraliri oleh air/benda najis; 
Hendaknya air bekas siraman yang berubah karena bercampur dengan kotoran yang menempel pada babi, disucikan sebagaimana mensucikan najis mugholadzoh; 
Air sawah yang menggenang bisa menjadi suci kembali ketika bercampur dengan air lain (semisal air di persawahan) hingga volume air mencapai dua qullah serta perubahan air sebab najis menghilang; 
Sawah dan airnya yang tercampur dengan air mutanajis sebab najis mugholadzoh bisa suci kembali jika airnya terus menerus mengalir.

Sumber: FP Pondok Lirboyo 

Amalan Agar Kerasan Mondok

Amalan agar anak rajin ngaji, kerasan mondok dan menjadi orang alim Kh. Mas Abdul Adhim ( Mas Abduh) bercerita : “ Mbah Kholili ( ayah Mas A...