At-Tarbiyah
Pendidikan Adalah Kunci Kesuksesan
Jumat, 11 Juli 2025
Pakaian Rapi & Tradisi Salaf
Kamis, 10 Juli 2025
Jangan Jadikan Satu Kesalahan Sebagai Alasan Untuk Melakukan Kesalahan Lain
Jangan Jadikan Satu Kesalahan Sebagai Alasan Untuk Melakukan Kesalahan Lain
Dosa yang paling buruk adalah dosa yang menjadikan alasan untuk melakukan dosa lain (Ath-Thurthusyi, Sirojul Muluk 201)
Ungkapan di atas engandung tiga makna:
Pertama, Ada sebagian orang yang setelah melakukan satu dosa, justru menggunakannya sebagai pembenaran untuk melakukan dosa-dosa berikutnya.
Contoh :
Orang yang sudah terlanjur mencuri, lalu berkata, "Ah, sekalian saja korupsi yang lebih besar, toh aku sudah kotor juga."
Kenapa ini dianggap dosa yang lebih buruk?
Karena dosa awalnya menjadi akar dari dosa-dosa lanjutan.
Tidak ada usaha taubat, malah dijadikan pembenaran.
Itu mencerminkan hati yang keras dan enggan kembali kepada Allah.
Kedua, Jangan sampai kesalahan yang kita perbuat menjadi alasan bagi orang lain untuk melakukan balas dendam.
Sikap yang harus kita lakukan ketika melakukan kesalahan seperti ini adalah meminta maaf kepada Allah dan meminta maaf pada orang lain yang kita sakiti sehingga tidak muncul rasa ingin balas dendam.
Ketiga, jangan sampai dosa dan kesalahan kita menjadi contoh bagi orang lain untuk melakukan dosa yang serupa.
Misal, seorang melakukan tindakan korupsi karena melihat atasanya melakukan korupsi dan aman dari hukuman.
Inti pesannya:
Ketika jatuh dalam dosa, segera sadar, istighfar sekaligus meminta maaf pada orang yang lain jika itu haqqul adami dan jangan sampai kita pamerkan dosa kita sehingga menjadi contoh pada orang lain untuk melakukan dosa yang sama.
Satu kesalahan jangan sampai menjadikan pintu bagi banyak kesalahan lainnya, jangan sampai menjadi alasan orang lain balas dendam dan jangan sampai jadi inspirasi orang lain untuk melakukan kejahatan serupa.
Tips membaca buku yang efektif
Membaca Bukan Sekadar Melihat, Tapi Bertumbuh
Membaca adalah salah satu kegiatan paling dasar dalam dunia pembelajaran. Namun, di balik kesederhanaannya, membaca menyimpan kedalaman yang luar biasa—bukan hanya soal menamatkan halaman demi halaman, tetapi tentang bagaimana membaca bisa mengubah cara kita berpikir, merasakan, bahkan menjalani hidup. Berikut adalah tujuh prinsip membaca yang bukan hanya untuk mengetahui, tetapi juga untuk bertumbuh.
1. Jangan Buru-Buru, Buku Bukan Lomba Lari
Membaca bukan ajang kecepatan, melainkan pengalaman rasa. Ibarat menyeduh teh, setiap kalimat perlu waktu untuk meresap dan menimbulkan makna. Tidak jarang, satu paragraf yang dibaca dengan sepenuh jiwa bisa lebih bermakna daripada seratus halaman yang hanya dibaca sepintas lalu. Maka nikmatilah prosesnya—pelan, tapi penuh kedalaman.
2. Bertanyalah Saat Membaca
Buku yang baik bukan hanya menyediakan jawaban, melainkan juga menumbuhkan pertanyaan. Membaca sambil bertanya menandakan pikiran yang aktif dan sadar. Catat pertanyaan-pertanyaan yang muncul; itulah bukti bahwa pikiran sedang bekerja, bukan sekadar berjalan otomatis.
3. Baca dengan Hati, Bukan Hanya Mata
Tulisan yang kuat bukan hanya terlihat oleh mata, tapi dirasakan oleh hati. Setiap kali membaca, cobalah bertanya: “Apa makna ini bagiku?” Dengan begitu, membaca tidak lagi menjadi aktivitas eksternal, tetapi menjadi perjalanan batin untuk memahami diri sendiri.
4. Jangan Percaya Begitu Saja
Membaca bukan berarti menerima segalanya mentah-mentah. Sebaliknya, membaca adalah ajakan berdialog—untuk berpikir, menyetujui, atau bahkan menolak. Buku bukanlah guru yang tak boleh disanggah, melainkan teman diskusi yang mengajak kita berpikir kritis.
5. Ulangi, Meski Sudah Paham
Pemahaman tidak selalu datang di bacaan pertama. Kadang, makna yang sejati justru hadir saat membaca untuk kedua atau ketiga kalinya. Sebab kita pun berubah: pengalaman bertambah, pemahaman mendalam, dan hati lebih terbuka. Buku yang sama bisa memberi makna berbeda tergantung siapa pembacanya, dan kapan ia dibaca.
6. Hubungkan dengan Hidupmu
Ilmu tanpa kaitan dengan kehidupan hanyalah rak kosong berisi debu. Apa pun yang dibaca—baik teori, cerita, maupun ide—cobalah hubungkan dengan pengalaman pribadi. Di sanalah buku menemukan “nyawa”-nya, bukan hanya hidup di halaman, tapi juga dalam kehidupan nyata pembacanya.
7. Ajak Orang Lain Bicara tentang Isi Buku
Membaca menjadi lebih kaya saat dibagikan. Dengan berdiskusi, kita membuka jendela perspektif baru. Bahkan dari buku yang sama, kita bisa mendapatkan pemahaman yang sangat berbeda ketika dibicarakan bersama orang lain. Kebenaran, sering kali, justru muncul dari dialog—bukan dari monolog batin semata.
Penutup:
Jika kamu membaca bukan sekadar ingin tahu, tapi ingin tumbuh—maka buku akan menjadi cermin yang memantulkan dirimu, bukan sekadar kaca mata yang menunjukkan dunia luar. Dalam dunia yang serba cepat, mari kembali membaca dengan perlahan, penuh kesadaran, dan dengan tujuan untuk tumbuh—bukan hanya selesai.
Rabu, 09 Juli 2025
Tips Negosiasi Ala FBI
Selasa, 08 Juli 2025
Tips Agar Anak Tidak Boros Jajan
Senin, 07 Juli 2025
Pentingnya Berpikir Mandiri di Tengah Gempuran Medsos
Minggu, 06 Juli 2025
Kunci Bijak dalam Hidup: Pikirkan dulu baru berucap
Pakaian Rapi & Tradisi Salaf
Anjuran untuk Berpakaian Rapi dalam Islam — Nasihat Imam Syafi'i Imam Syafi’i, salah satu ulama besar dalam sejarah Islam, m...
-
ULAMA WANITA NUSANTARA YANG MENDUNIA. Syaikhoh Khairiyah binti Hadrotus Syekh Hasyim Asy'ari adalah penyambung sanad keilmu...
-
SEMUANYA DIRUSAK OLEH TARIKUSH SHOLAT ( فائدة) قال القفال في فتاويه: ترك العبد الصلاة يضر بجميع المسلمين إذ لا بد ان يقول في التشهد السلام...
-
*Deskripsi Masalah* Dalam masalah ilmu banyak perbedaan pendapat dan kadang banyak penafsilan penafsilan yang teruraikan sesuai hukum yang ...