Kamis, 15 Oktober 2020

TINGKATAN FUQAHA: MUJTAHID

 




Mujtahid Mutlak/Mujtahid Mustaqil

           Mujtahid yang mampu mencetuskan suatu hukum melalui sumbernya (al-Quran, hadis, ijmak dan qiyas) secara langsung dengan menggunakan teori ushûl-nya sendiri. Seperti, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Syarat-Syarat Mujtahid Mutlak

§  Harus mukallaf, beragama Islam, kredibel, kapabel, tidak memiliki catatan hitam yang dapat memvonisnya sebagai orang fasik dan tidak pernah melakukan hal-hal yang dapat mencoreng nama baik.

§  Mampu mengetahui hukum-hukum syari melalui al-Quran, sunah, ijmak dan qiyas.

§  Cakap dalam bidang ulûmul-Qurân, hadis, nasikh mansukh, nahwu (gramatika), lughat (bahasa), tashrîf (morfologi atau cabang linguistik) dan ragam pendapat ulama baik yang mufakat atau yang berbeda pendapat.

Mujtahid Mutlak Muntasib/Mujtahid Mazhab

Mujtahid yang mampu mencetuskan suatu hukum dengan menggunakan metode penggalian hukum para mujtahid mustaqil.

 

Syarat-Syarat Mujtahid Muntasib

§  Tidak ber-taqlîd (mengikuti) pada mujtahid mustaqil baik dalam bermazhab atau dalam menentukan dalil yang dijadikan landasan suatu hukum, karena mujtahid tipe ini memiliki sifat-sifat (ciri khas) mujtahid mustaqil, hanya saja dalam berijtihad masih menggunakan teori istinbâth (penggalian hukum) para mujtahid mustaqil.

Di antara mujtahid muntasib dari mazhab Syafi’i

1.        Ishaq bin Rahawaih (161-238 H)

Bernama lengkap Abu Ya’kub Ishaq bin Ibrahim bin Mukhallad bin Ibrahim bin Mathar al-Hanthali al-Maruazi. Lebih populer dengan sebutan Ibnu Rahawaih. Berasal dari Nisapur (Khurasan) dan tergolong pemuka agama di kota tersebut. Beliau terkenal sebagai pakar fikih dan hadis, selain juga terkenal wara’ dan takwa.

 

2.      Abu Tsaur (...-240 H)

Ibrahim bin Khalid Abu al-Yaman al-Kalbi al-Baghdadi atau yang lebih familiar dengan sebutan Abu Tsaur atau Abu Tsur. Beliau adalah pengikut mazhab Syafi’i yang tersohor. Mengenai hal itu Imam as-Subki dalam Thabâqat-nya memberi komentar tentang tokoh ini: “Beliau adalah Imam yang agung, salah satu ulama madzhab Syafi’i yang berasal dari Baghdad.”

 

Awal mulanya, Abu Tsaur mengikuti mazhab ahlur-ra’yi yang pada saat itu sedang berkembang pesat di Irak, baru setelah kedatangan Imam Syafi’i, beliau memilih untuk pindah mazhab dan kembali menggunakan teori ahlul-hadîs. Hal ini seperti yang ditulis Khatib al-Baghdadi dalam Târikh-nya. Hal serupa juga disampaikan Ibnu Abdil Barr, beliau memiliki nalar yang luar biasa. Selain itu, dalam meriwayatkan suatu hadis sangat dipercaya. Akan tetapi dalam literatur fikih, seringkali ditemukan statemen-statemennya yang dianggap lemah (syâdz). Seringkali Abu Tsaur menyalahi pendapat mayoritas ulama. Kendati demikian, Abu Tsaur tetap diakui sebagai salah satu pakar fikih. Sebagian ulama ada yang menyebutnya mujtahid mustaqil.

 

3.      Al-Marwazi (202-294 H)

Muhammad Nashr al-Marwazi. Lahir di Baghdad, tumbuh besar di Nisapur dan menetap di Samarkand. Khatib al-Baghdadi menyebutnya pakar perbandingan pendapat-pendapat sahabat yang bertentangan. Di antara kelebihannya, sangat piawai dalam menulis. Abu Ishaq as-Syirazi menuturkan,Al-Marwazi sangat cerdas dalam mengkombinasikan fikih dan hadis ketika menulis.”

 

4.      At-Thabari (224-310 H)

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib at-Thabari. Dari tanah kelahirannya, Thabaristan, ia berkeliling ke pelbagai belahan dunia dalam rangka rihlah ilmiah. Beliau sangat produktif bahkan, sampai ada yang bercerita bahwa dalam sehari beliau mampu menulis sebanyak 40 lembar. Hal itu beliau lakukan selama 40 tahun.

 

5.      Ibnu Huzaimah (223-311 H)

Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Huzaimah bin al-Mughirah bin Shalih bin Bakr as-Sulami an-Naisaburi. Pernah belajar di Baghdad, Bashrah, Kufah, Syiria, al-Jazirah dan Mesir. As-Subki menyebutkan, “Keutamaannya saya himpun dalam buku yang cukup tebal.” Karya beliau lebih dari 140 kitab, di antaranya Fiqh Hadîts Barîrah.

 

6.      Ibnu al-Mundzir (...-318 H)

Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir an-Naisaburi. Imam Mujtahid yang hâfizh dan wara’. Seperti yang disampaikan as-Subki, beliau dan tiga Muhammad yang lain, yakni, al-Maruazi, at-Thabari dan Ibnu Huzaimah sebenarnya sudah dapat dikatakan mujtahid mustaqil. Akan tetapi meski begitu beliau tetap bermazhab Syafi’i. Mereka menggali hukum menggunakan teori usl Imam Syafi’i. Jadi, mereka tetap dikatakan pengikut mazhab Syafi’i. Sekalipun banyak ditemukan pendapat-pendapat mereka yang berseberangan dengan Imam Syafi’i.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya  Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,i...