Ada mas kyai yang menulis artikel berjudul "HABAIB BUKAN AHLU BAIT". Entah apa motif dibuatnya artikel tersebut saya tidak terlalu peduli. Itu urusan antara penulisnya dan Allah sehingga saya tak mau berpraduga. Namun yang jelas, artikel tersebut tampaknya mendapat perhatian lumayan banyak dari netizen.
Sayangnya tulisan tersebut mengandung beberapa celah yang membuat saya tergelitik untuk memberinya catatan, apalagi beberapa kawan mulai mengetag saya soal itu. Terus terang saya juga khawatir artikel semacam itu lepas dari ranah ilmiahnya kemudian melahirkan dampak wacana yang kurang baik di tangan orang-orang yang tidak terbiasa dengan bahasan ilmiah.
Namun sebelumnya maaf bila tulisan ini tidak memuaskan sebab saya betul-betul sedang tidak mempunai waktu untuk menulis sanggahan serius, bahkan untuk sekedar menulis status pun sebenarnya curi-curi waktu. Jadi saya akan memberikan petunjuk intinya saja soal ini yang saya rasa cukup untuk sekedar menyanggah artikel dimaksud. Silakan bagi siapa pun untuk mengembangkan poin-poin di tulisan ini menjadi artikel yang lebih serius.
Langsung saja, artikel tersebut mempunyai kelemahan antara lain:
A. Membahas panjang lebar keutamaan Ahlul Bait generasi awal, yakni mereka yang hidup saat Rasulullah masih ada dan secara spesifik hanya membahas keutamaan Siti Fatimah, Sayyidina Ali, Hasan, Husain dan ditambah para Istri Nabi. Soal ini seharusnya cukup dibahas pendek saja sebab tujuan utama yang dibidik adalah soal Habaib yang ada sekarang yang maunya diwacanakan tidak masuk pada kategori Ahlul Bait.
Dalam poin ini terlihat jelas bahwa argumen penulis tidak fokus pada mahallun niza' (titik tengkar). Harusnya yang dibahas panjang adalah dalil-dalil takhsish (pengkhususan) bahwa keturunan mereka tidak termasuk dalam cakupan istilah Ahlul Bait, bukan malah membahas bahwa mereka yang disebut di atas adalah Ahlul Bait yang dipuji-puji dalam ayat dan hadis. Sayangnya ini tak terjadi sehingga nalar artikel tersebut seperti nalar seseorang yang mau berhujjah bahwa Jokowi sebenarnya bukan Presiden RI tetapi hanya bermodal data bahwa Soekarno dan Soeharto adalah Presiden RI. Jadi sama sekali tidak tepat.
B. Artikel tersebut hanya berlandaskan pada satu-dua definisi Ahlul Bait, itu pun yang tidak dipilih mayoritas ulama.
Siapa saja yang dimaksud sebagai Ahlul Bait? Para ulama sejak dahulu berbeda pendapat soal ini hingga lahirnya banyak definisi seperti berikut:
1. Ahlul Bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat, yakni Bani Hasyim dan Bani Muthallib. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari empat mazhab. Salah satu landasannya adalah hadis sahih berikut:
اهل بيته من حرم الصدقة بعده
"Ahli Bait Rasulullah adalah orang yang diharamkan menerima sedekah setelah beliau"
Namanya saja pendapat mayoritas, tentu dalilnya bukan itu saja tetapi banyak dalil lainnya.
2. Ahlul Bait adalah para istri Rasulullah. Ini adalah pendapat beberapa ulama seperti Ibnu Abdil Barr, Ibnul Arabi, az-Zamakhsyari dan lainnya. Dasarnya adalah ayat al-Qur'an yang menyebut ahlul bait ke para istri Nabi Muhammad dan Istri Nabi Ibrahim.
3. Ahlul Bait adalah para pengikut Nabi Muhammad seluruhnya hingga kiamat. Barangkali ini pendapat paling mengasyikkan karena kita semua bisa masuk dalam pujian-pujian. Pendapat ini didukung oleh sebagian kecil ulama seperti Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah. Dasarnya adalah hadis yang memasukkan sahabat Watsilah sebagai bagian dari Ahlul Bait.
4. Ahlul Bait adalah umat Nabi Muhammad yang bertakwa saja. Ini adalah pengkhususan pendapat sebelumnya. Pendukung definisi ini adalah ar-Raghib dan as-Sakhawi. Inti dasarnya adalah dalil-dalil yang menjelaskan bahwa pujian-pujian umum itu maksudnya hanya pada mereka yang baik dan shalih saja.
5. Ahlul Bait adalah Ahlul Kisa', yakni orang yang pernah diselimuti oleh Nabi dan didoakan khusus sebagai Ahlul Baitnya. Mereka adalah Siti Fatimah, Sayydina Ali, Hasan dan Husain. Ini adalah pendapat sebagian ulama sunni dan pendapat resmi Syi'ah. Dasarnya adalah hadis kisa'.
6. Ahlul Bait adalah Ahlul Kisa' plus para istri Nabi. Ini adalah pendapat banyak ulama yang menggabungkan dalil-dalil pendapat kelima dan kedua di atas. Tampaknya ini yang dipilih oleh penulis artikel tersebut.
Dari berbagai definisi di atas, jelas cakupan Ahlul Bait berbeda-beda, tergantung pada definisi mana yang dipilih. Namun bila kita memilih pendapat mayoritas ulama, maka para Habaib sekarang jelas merupakan Ahlul Bait sebab mereka adalah pihak-pihak yang terlarang menerima zakat. demikian pula dengan para keturunan mereka dari jalur lelaki nanti hingga kiamat.
C. Salah memahami statemen ar-Razi. Karena artikel tersebut juga menukil pernyataan Imam ar-Razi dalam tafsirnya yang seolah hanya mengakui Ahlul Bait terbatas pada keluarga Rasulullah generasi pertama saja bukan keturunannya, maka perlu saya kutipkan nukilan Imam ar-Razi dalam tafsirnya yang mematahkan anggapan tersebut.
Dalam memaknai kata "al-Kautsar", ar-Razi menulis bahwa salah satu penafsiran tentang makna al-Kautsar adalah keturunan Nabi Muhammad dalam lintasan zaman. Ia menulis:
الْكَوْثَرُ أَوْلَادُهُ قَالُوا: لِأَنَّ هَذِهِ السُّورَةَ إِنَّمَا نَزَلَتْ رَدًّا عَلَى مَنْ عَابَهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِعَدَمِ الْأَوْلَادِ، فَالْمَعْنَى أَنَّهُ يُعْطِيهِ نَسْلًا يَبْقَوْنَ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، فَانْظُرْ كَمْ قُتِلَ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ، ثُمَّ الْعَالَمُ مُمْتَلِئٌ مِنْهُمْ
"al-Kautsar adalah para keturunan Nabi. Ulama yang berpendapat demikian berkata: Karena surat al-Kautsar ini turun sebagai penolakan pada orang yang mencela Nabi Muhammad alaihissalam bahwa beliau tidak mempunyai keturunan. Maka maknanya adalah Allah memberikannya keturunan yang tetap ada seiring waktu. Maka lihatlah, betapa banyak Ahlul Bait yang dibunuh kemudian dunia penuh dengan kehadiran mereka."
Intinya, nukilan pernyataan ar-Razi yang berkata:
والأولى أن يقال هم أولاده وأزواجه والحسن والحسين منهم وعلي منهم
terjemahnya bukanlah seperti yang penulis artikel tersebut tuliskan, yakni: "yang utama adalah bahwa mereka adalah anak-anak Nabi SAW, isteri-isteri Nabi SAW, Hasan, Husen termasuk dari Ahlul Bait". Dalam terjemah ini terkesan bahwa kata al-Awlad adalah anak-anak langsung saja, padahal yang dimaksud oleh ar-Razi adalah semua keturunannya hingga kiamat. Tentu saja Hasan, Husain dan Ali adalah bagian dari mereka pula.
Jadi, tidak benar kalau dikesankan bahwa ar-Razi seolah membatasi istilah Ahlul Bait seperti di artikel tersebut. Justru ia mencontohkan para ulama Ahlul Bait seperti al-Baqir, Ja'far as-Shadiq, ar-Ridha, al-Kadhim dan lain-lain yang dalam istilah sekarang adalah para habaib.
Pembahasan di atas murni tentang cakupan istilah Ahlul Bait saja, bukan tentang pengkhomatan khusus. Adapun soal penghormatan secara khusus, maka layak diberikan pada seluruh keturunan Nabi Muhammad baik dari jalur nasab murni lelaki maupun terputus perempuan. Bagaimana tidak, pada hewan peliharan guru kita pun kita layak memberi perhatian spesial, apalagi pada keturunannya, apalagi pada keturunan Nabi. Soal penghormatan ini kita tak perlu dalil yang bertakik-takik dan yang tumbuh dalam kultur pesantren paham betul apa yang saya tulis ini.
Saya akhiri catatan pendek ini dengan mengutip pernyataan Imam Sya'roni yang saya rasa relevan. Beliau berkata:
ومما من الله تبارك وتعالى به علي محبتي للشرفاء واهل البيت ولو كان من قبل الام فقط، ولو كانوا على غير قدم الاستقامة لأنهم بيقين يحبون الله ورسوله
"Di antara anugrah yang Allah berikan untukku adalah kecintaanku terhapad para syarif/habaib dan ahlil bait, walaupun hanya dari jalur ibu saja, dan walaupun mereka tidak pada jalan istiqomah sebab mereka secara yakin mencintai Allah dan Rasulnya".
Semoga bermanfaat.
Sumber: KH. Abdul Wahab Ahmad, Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar