Rabu, 07 Oktober 2020

Belajar Kehidupan dari Malaikat Izrail

 



Konon, ada seorang raja di datangi oleh malaikat maut. Kemudian terjadi perbincangan antara keduanya. “Siapa kamu?” kata sang raja. Malaikat maut menjawab, “Saya malaikat maut yang datang untuk mencabur nyawamu!Lantaran kaget, sang raja menjawab, “Aku mohon tangguhkan dulu selama tujuh tahun untuk mempersiapkan diriku menjemput kematian.”

Saat itu, Allah I memberi wahyu kepada Malaikat Izrail u agar memberinya kesempatan terakhir. Setelah itu, malaikat maut pergi dari hadapan raja.

Sepeninggal malaikat maut, sang raja memerintahkan prajuritnya untuk membuat benteng yang kokoh dilengkapi tujuh parit di depannya. Selain itu ia memerintah agar dibuatkan beberapa kamar dengan pintu terbuat dari besi dan timah. Di dalam benteng, ia juga membuat istana kokoh dengan penjagaan ekstra ketat di depan pintu untuk berjaga-jaga dari malaikat maut. “Jangan biarkan seorang pun masuk ke sini selamanya!kata raja memperingatkan penjaga pintu.

Selama tujuh tahun, sang raja disibukkan dengan pembuatan benteng dan penjagaan, hingga suatu ketika tibalah masa tujuh tahun itu. Malaikat maut masuk ke dalam benteng kokoh itu dengan mudah dan menemui raja. Dengan penuh heran, sang raja bertanya: “Dari mana kamu datang? Dari mana kamu masuk? Siapa yang memperbolehkan kamu masuk?” “Saya dipersilahkan oleh pemilih rumah,” sambut malaikat maut.

Sang raja memanggil para penjaga pintu. “Kenapa kamu biarkan orang ini masuk?” Mereka menjawab sambil bersumpah tidak melihat seorang pun, dan tak melihat orang lain masuk. Pintu dalam keadaan terkunci dan dijaga.

Malaikat maut memecah keheranan orang-orang dengan berkata, “Pemilik rumah ini tidak butuh pagar pembatas. Dinding pembatas dan jurang tidak bisa mencegah utusan-Nya.”

“Apa maksudmu?”

“Saya akan mencabut nyawamu!

“Apakah harus dengan cara (mendadak) seperti ini?”

Iya.

“Kemana aku akan pergi jika ruhku dicabut?”

“Ke rumah yang telah engkau bangun.”

“Apakah aku telah mempersiapkan rumahku sendiri?”

Iya.”

“Dimana?”

“Di tempat api yang bergolak; yang mengelupaskan kulit kepala; yang memanggil orang-orang pembangkang agama, serta suka menumpuk harta dunia.” (QS al-Ma’ârij [70]: 15-18)

Setelah itu, Malaikat Izrail u mencabut nyawa sang raja dan berlalu.

***

Yang muncul saat kematian dibicarakan biasanya pikiran dan pertanyaan: kapan saya akan mati? Seperti apa keadaan saya setelah mati? Siapkah saya menghadapi kepada-Nya? Pertanyaan seperti itu terus menghantui pikiran, meskipun kita yakin bahwa kematian adalah kepastian yang tidak mungkin dihindari. Kematian tidak memilih usia atau tempat. Jika waktunya sudah tiba, maut pasti menjemput. Inilah pelajaran berharga dalam hidup, agar manusia selalu hati-hati dalam menapaki hidup.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan bagi kita, karena kematian dinilai sebagai hal yang tabu dan menakutkan. Keengganan untuk mati mungkin disebabkan praduga, bahwa kehidupan dunia lebih baik daripada setelah kematian. Atau mungkin karena khawatir meninggalkan keluarga, sehingga takut menghadapi kematian. Atau alasan lain yang kesimpulannya sama: takut mati.

Sebagian orang justru memandang kematian adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kesulitan dunia, sehingga ia memutuskan bunuh diri. Atau memandang kematian sebagai hidup yang sebenarnya, sehingga kematian baginya tidaklah menakutkan. Justru, kedatangan maut kadang di dambakan.

Konon, al-Maghfûrlah KH Hasani Nawawie (Sidogiri) saat bertemu dengan orang yang beliau kenal selalu meminta do'a agar cepat meninggal. Hal itu, karena beliau sudah yakin bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah setelah kematian, bukan kehidupan dunia fana ini.

Adapun perasaan takut hanyalah pengaruh kekhawatiran yang memang bagian dari permainan dunia; khawatir kehilangan anak, istri, suami dan semua orang yang dicintai. Padahal semua itu pasti akan ditinggalkan. Meski demikian, bukan berarti kematian adalah segala-galanya. Justru ketika kematian dilakukan dengan cara yang tidak wajar, semisal bunuh diri, maka akan memperkeruh masalah.

Meskipun secara umum menakutkan, namun pada sisi lain kematian justru membawa inspirasi positif agar selalu waspada terhadap nasib buruk setelah kematian, disamping juga terdapat kehidupan indah yang telah dijanjikan Allah I bagi mereka yang beruntung.

Setelah kematian, pengadilan Allah I menunggu; ialah saat seorang hamba harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dengan demikian, hamba selalu dituntut untuk berbuat baik dan menjahui segala tindakan negatif yang menjurus pada kesengsaraan setelah kematian.

Dalam situasi lain, kematian memiliki peranan penting dalam memantapkan percaya diri. Tidak heran jika kemudian setiap agama menjadikan kematian sebagai teguran atau peringatan kepada mereka yang lalai akan aturan Allah I. Dalam agama Islam, dianjurkan untuk memperbanyak ingat mati, karena dengan mengingatnya kita akan lebih waspada menjalani hidup di dunia.

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah r terus mewanti-wanti agar senantiasa belajar pada peristiwa kematian. Dalam sebuah hadis digambarkan, bahwa orang yang cerdas ialah mereka yang bisa menundukkan nafsu dan mempersiapkan bekal kematian dengan baik. Bahkan untuk mengasah ketajaman spiritualitasnya, Khalifah Umar bin Khaththab t menuliskan kalimat pendek di cincinnya: Cukuplah kematian yang menjadi petunjukmu wahai Umar!”

Bagaimana pun, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian hanyalah transmisi dari kehidupan panjang menuju kehidupan lain yang jauh lebih panjang. Setelah kematian akan terkuak misteri siapa jati diri kita sebenarnya. Apa yang kita sebut “diri”, ternyata bukan jasad yang telah mati. Saat itulah, kita menyadari sesuatu yang sama sekali tak pernah terpikirkan semasa hidup di dunia. Wallâhu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adab-adab berdoa

Adab-adab berdoa  Doa berarti memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala terhadap sesuatu yang bersifat baik. Seperti berdoa m...