يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Q.S.Al-Ahzâb
[33] :59)
Diriwayatkan dari Imam
as-Suddi bahwasannya dahulu laki-laki fasik sering mengganggu atau mengusik
para wanita ketika para wanita tersebut keluar rumah pada malam hari untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Ketika wanita yang mereka lihat mengenakan cadar, mereka
tidak mengganggunya dan berkata: “wanita itu bukan budak”. Namun, bila wanita
itu tidak mengenakan cadar mereka berkata: “wanita itu seorang budak” lalu
mereka berbuat senonoh padanya. Kemudian diturunkanlah ayat di atas.
Di era modern seperti saat ini, banyak sekali kaum wanita yang menganggap
jilbab hanyalah sekedar mode atau trend. Bahkan, ada juga yang beranggapan
bahwa jilbab hanyalah simbol dari wanita muslim. Padahal sebenarnya, mengenakan
jilbab adalah perintah dari Allah yang tidak boleh tidak kita sebagai umat islam
harus mematuhinya.
Dalam ayat tersebut Allah pertama kali menyebut isteri-isteri Rasul kemudian puteri-puteri beliau untuk berhijab. Hal ini mengindikasikan
bahwa mereka adalah panutan bagi seluruh wanita muslim. Karena itu, mereka
wajib berpegang teguh pada aturan syari’at agar menjadi contoh bagi seluruh
wanita. Sedangkan ajakan dari seorang panutan tidak akan digubris bila ia tidak
memulai dari diri sendiri dan keluarganya. Hal ini merupakan hikmah kenapa
mereka didahulukan dalam khithôb di dalam firman Allah : قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
Firman Allah : ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ di sini disebutkan alasan
atau hikmah diwajibkannya berhijab, dan biasanya hukum-hukum syara’ disyari’atkan
karna ada alasan atau hikmah tertentu. Sebagian besar pakar tafsir mengatakan
bahwa ayat “أَنْ يُعْرَفْنَ” maksudnya adalah supaya para wanita diketahui (dengan
berhijab) bahwa mereka adalah wanita yang suci, tertutup, dan terjaga. Karena,
wanita yang tertutup dengan menjaga kesuciannya dengan sungguh-sungguh, ia tidak
akan diganggu dan tidak akan manjadi sasaran orang-orang jahat. Beda halnya
dengan perempuan yang sering mempertontonkan perhiasan dan kecantikannya kepada
orang lain, ia selalu diincar oleh mereka.
Fakta sejarah mengatakan bahwa dahulu para muslimah di madinah sering keluar
rumah pada malam hari karna ada suatu kebutuhan. Pada waktu itu, di madinah ada
sebagian dari orang-orang fasik yang sering mengganggu budak wanita akan tetapi
mereka tidak mengganggu wanita merdeka. Para wanita merdeka keluar pada malam
hari dengan mengenakan pakaian yang tak jauh beda dengan wanita budak karna
pada masa itu pakaian mereka masih belum dibedakan. Sehingga, orang-orang fasik
mengganggu dan berbuat tidak senonoh kepada mereka karna orang-orang fasik itu
mengira bahwa mereka adalah budak.
Maka, Allah I memberi perintah kepada Rasulullah untuk mewajibkan kepada isteri-isteri dan puteri-puteri
beliau serta seluruh wanita muslim untuk mengenakan jilbab. Ketika mereka semua
mematuhi dan melaksanakan perintah beliau dan hal ini diketahui oleh orang-orang fasik, maka orang-orang fasik
tersebut berhenti mengganggu mereka.
Namun, ada riwayat lain dari al-Kalbi dan adl-Dlohhak bahwasannya dahulu di
kota madinah ada sekelompok laki-laki yang suka berzina sering menguntit
perempuan-perempuan yang keluar rumah pada malam hari karna ada kebutuhan. Setelah
itu, mereka memberi isyarat mata kepada perempuan tersebut. Bila perempuan
tersebut diam saja, mereka mengikutinya dan bila perempuan tersebut membentak
mereka, mereka menghentikan perbuatan mereka. Hal itu mereka lakukan hanya
untuk mencari perempuan budak dan pada saat itu mereka masih belum bisa membedakan antara perempuan budak dan merdeka
karena pakaian mereka sama. Pada akhirnya hal ini mereka adukan kepada para
suami mereka dan suami-suami tersebut melapor kepada Rasulullah r yang kemudian turunlah surat al-Ahzâb ayat 59 di atas.
Para ulama tafsir banyak mengeluarkan pendapat mengenai pengertian dari
lafadz “جَلَابِيب” (bentuk
plural dari kata جِلْبَابٌ) pada
ayat di atas. Syekh Muhammad ‘Ali as-Sâyis berkomentar bahwa “جَلَابِيب” (bentuk
plural dari kata جِلْبَابٌ) adalah
pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Syekh ibnu Mandzhur dalam Lisân al-‘Arâb
nya mengatakan bahwa yang dikatakan jilbab adalah pakaian yang lebarnya
melebihi kerudung, namun tidak selebar selendang. Namun, diriwayatkan dari Imam
ibnu Sirin bahwa beliau pernah bertanya kepada ‘Abidah as-Salmani tentang ayat يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ , kemudian ‘Abidah
mengambil sebuah selimut dan memakainya sebagai kerudung cadar. Ia menutup seluruh
kepala sampai kedua alisnya dan ia menutup wajah kecuali mata kirinya. Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Imam ibnu Sirin dari jalur ibnu ‘Abbas. Namun, bagaimana sebenarnya yang dimaksud jilbab oleh syari’at?
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sehingga jilbab atau hijab yang dipakai oleh seorang wanita dapat dianggap
cukup oleh syari’at.
Pertama, hijab harus menutupi seluruh tubuh
berdasarkan ayat: يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka", sebagaimana arti
jilbab menurut para pakar tafsir di atas.
Kedua, kain hijab harus tebal, karena yang
menjadi tujuan dari berhijab adalah menutupi anggota tubuh. Bila kain yang
dikenakan adalah kain transparan, maka tidak dianggap sebagai hijab karena
anggota tubuh masih bias terlihat sebagimana hadits yang diriwayatkan oleh
sayidah ‘Aisyah bahwasannya Rasulullah pernah berpaling dari Asma’ binti Abi Bakar
karna beliau (Asma’) memakai pakaian yang tipis.
Ketiga, pada kain hijab tidak terdapat hiasan
atau warna yang mencolok sehingga dapat memancing pandangan orang lain. Karena
dalam surat an-Nûr ayat 31 Allah berfirman: وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا sedangkan
makna إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا adalah tanpa ada unsur
kesengajaan. Karna itu kain yang terdapat hiasan tidak diperbolehkan untuk
dikenakan sebagai hijab dan memang tidak dikatakan sebagai hijab karena hijab
adalah pakaian untuk menutupi “perhiasan” dari orang lain.
Keempat,
memakainya harus longgar, tidak ketat sehingga lekukan tubuhnya jelas dan
menonjolkan auratnya. Di dalam kitab shohih muslim diriwayatkan bahwa
Rasulullah r pernah
bersabda: “Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah kulihat: kaum yang
memegang cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk
orang-orang serta para wanita yang berpakaian namun telanjang, memikat dan
berlenggak-lenggok, Kepalanya seperti punuk unta. Para wanita itu tidak bisa
masuk surga dan tidak bisa merasakan wanginya, padahal wangi surga itu bisa
tercium dari jarak perjalanan sekian-sekian”. Dalam riwayat lain dikatakan:
“Wanginya dapat dirasakan dari jarak perjalanan lima ratus tahun” (H.R.
Muslim)
Maksud
dari sabda beliau “para wanita yang berpakaian namun telanjang” adalah
wanita yang secara dhohir berpakaian namun sebenarnya mereka telanjang
disebabkan mereka memakai pakaian yang menutupi lekukan tubuh dan menampakkan
auratnya. Padahal, fungsi pakaian adalah untuk menutupi tubuh. Kalau pakaian
yang dipakai tidak bisa menutupi tubuh, berarti pemakainya masih dikatakan
telanjang.
Kelima,
hijab tidak boleh diberi wewangian yang dapat memberi kesan kapada laki-laki
karena Rasulullah r
bersabda: “Wanita yang memakai wewangian dan melintas di sekelompok orang agar
wanginya tercium, maka ia tergolong zâniyah(pezina).” Ada riwayat lain
dari shahabat Musa bin Yasar t
mengatakan: “Ada seorang wanita yang berpapasan dengan Abu Hurairah dan wangi
wanita tersebut tercium. Abu Hurairah bertanya padanya: “Kemana anda akan
pergi?” , “Ke masjid” jawab wanita itu. “Anda memakai parfum?” Tanya Abu
Hurairah, Wanita itu menjawab: “Iya”. Kemudian Abu Hurairah berkata: “Pulang
dan mandilah! Karna aku pernah mendengar Rasulullah r
bersabda: “Allah tidak akan menerima shalat seorang perempuan yang pergi ke
masjid dan wanginya tercium sehingga dia pulang dan mandi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar