Tawassul saat ziarah merupakan hal biasa kita lakukan, khususnya saat ziarah pada awliya, Dengan harapan, doa mereka lebih cepat untuk diijabahi. Walau sebenarnya, doa tanpa bertawassul pun juga boleh. Sama-sama tidak masalah.
Budaya itu didasari pemahaman terhadap ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ [المائدة:35]
“Wahai orang-orang beriman, takutlah kepada Allah dan carilah perantara kepadanya”. Kalimat wasilah dalam ayat tersebut secara bahasa berarti perantara. Dalam penafsirannya, Ulama berbeda-beda. Ada sekitar 3 pendapat sebagaimana berikut:
1. Perantara/Wasilah adalah ketaatan dan amal baik menurut Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lain.
2. Wasilah adalah setiap sesuatu yang menjadikan dekat secara umum menurut Ato’, Al-Wahidi, dan lain-lain.
3. Wasilah adalah rasa cinta menurut Al-Mawardi dan Abul Faroj.
Mengikuti penafsiran kedua, maka bertawassul melalu Nabi juga diperbolehkan. Karena derajat beliau yang dekat di sisi Allah. Praktek ini diperkuat dengan adanya Hadits yang diriwayatkan Imam Darimi:
قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة رضي الله عنها، فقالت: انظروا قبر رسول الله فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف، قال: ففعلوا فمطرنا مطرا حتى نبت العشب وسنمت الإبل وتفتقت من الشحم فسمي عام الفتق.
Madinah pernah dilanda paceklik yang berkepanjangan. Kemudian orang-orang mengeluhkannya kepada Sayyidah Aisyah. Beliau berkata, “Kalian lihat makam Rasul. Kemudian buatkan lah lubang menghadap ke langit, sekiranya tidak ada penghalang antara makam dan langit”. Lalu mereka melakukan seperti yang diperintahkan. Kemudian langsung turun hujan hingga menumbuhkan rumput; menyuburkan hewan-hewan. Kemudian tahun itu dikenal sebagai tahun subur. (HR. Darimi)
Dalam hadits lain riwayat Imam Baihaqi:
أصاب الناس قحط في زمن عمر بن الخطاب، فجاء رجل إلى قبر النبي صلى الله عليه وسلم. فقال: يا رسول الله استسق الله لأمتك فإنهم قد هلكوا. فأتاه رسول الله صلى الله عليه وسلم في المنام فقال: إئت عمر، فأقرئه مني السلام، وأخبرهم أنهم مسقون، وقل له عليك بالكيس الكيس. فأتى الرجل فأخبر عمر، فقال: يا رب ما آلو إلا ما عجزت عنه.
Pada masa Khalifah Umar, orang-orang pernah tertimpa kekeringan. Kemudian datanglah seorang laki-laki ke makam Rasul. Kemudian dia berkata, “Wahai Rasulullah, mintakanlah hujan kepada Allah untuk umatmu. Sesungguhnya umatmu mendekati kehancuran”. Kemudian Rasulullah mendatangi laki-laki tersebut dalam mimpinya dan berkata, “Datangi Umar! Kemudian sampaikan salamku padanya dan kabarilah dia bahwa akan dihujani air. Katakan juga padanya, berhati-hatilah!” Lalu laki-laki tersebut mendatangi Umar dan menyampaikan pesannya. Kemudian Umar berkata, “Wahai Rabku, aku tidak sembrono kecuali karena tidak mampu”. (HR. Baihaqi)
Kedua hadits di atas, telah diteliti dan dianggap bagus sanadnya oleh beberapa ulama hadits seperti Imam Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dan Sayyid Muhammad bin Alawi. Kendati demikian, beberapa ahli hadits lain yang menjadi panutan Ustadz Yazid Jawas menyangsikan sanad kedua hadits tersebut. Kesimpulan dari kedua hadits, orang-orang islam meminta hujan kapada Allah melalui makam Rasul. Mereka menjadikan Rasulullah sebagai perantara antara mereka dan Allah.
Ala kulli hal, dari sini bisa disimpulkan bahwa masalah tawassul ini sebenarnya masalah fiqih yang masih dalam perdebatan yang sama-sama memiliki dalil. Tidak sampai menjadikan orang syirik karena mengamalkannya, selama tetap meyakini bahwa kekuasaan dan kehendak hanya milik Allah semata, bukan makhluknya. Mari bijak dalam menyikapi perbedaan, tidak perlu menganggap orang lain bid’ah atau syirik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar