Minggu, 25 Agustus 2024

Memahami Makna Hadis 'Ipar Adalah Maut'




Pembahasan kita kali ini bukan tentang promo, review atau spoiler film viral yang katanya bisa menaikkan asam lambung emak-emak itu, postingan ini bukan tentang kisah rumah tangga Mas Anis (jadi ibu-ibu harap tenang dan jangan emosi dulu ) yang akan kita bahas adalah sebuah hadits Nabi dan fenomena di masyarakat kita yang berkaitan dengannya

Yap, “Ipar adalah maut” adalah translate dari Hadits Shahih Riwayat Bukhari Muslim :

الحمو الموت 

“ Al-Hamwu adalah Maut “ 

Al-Hamu disini dimaknai oleh sebagian ulama sebagai “Waliduzzauji” atau ayah mertua, akan tetapi mayoritas ulama tetap memaknai Al-Hamu sebagai kerabat suami seperti saudara dan ponakannya. dalam bahasa kita ini dijelas dikatakan sebagai “Ipar lawan jenis” 

Dalam memahami dan menerapkan hadits ini, setidaknya di masyarakat kita ada 3 golongan 

 1. Terlalu longgar
 2. Terlalu ekstrim
 3. Tepat dan moderat 

 1. Terlalu longgar

Golongan pertama ini bisa jadi kurang edukasi, atau mungkin dia sudah tau ilmunya akan tetapi lingkungan dan tradisi membuat dia memperlakukan ipar layaknya saudara. Loss-doll begitu saja tanpa ada jarak, sekat dan batasan.  

Akibatnya dia sebagai suami menganggap biasa berduaan dengan ipar perempuannya, ngobrol berdua, duduk berdua, bersalaman dan mewajarkan terlihatnya aurat seperti rambut, leher dan lain sebagainya. pokoknya benar-benar ipar rasa saudara.

lebih parahnya ia anggap semua hal itu wajar-wajar aja, ia tidak sadar, bahwa :

“badai yang berbahaya justru terlihat biasa-biasa saja”

 2. Terlalu Ekstrim 

Golongan kedua ini mungkin punya niat baik untuk mengamalkan hadits Nabi, tapi penerapannya yang agak kebablasan sehingga dia terkesan menjadi anti-ipar atau bahkan “Ipar-phobia” 😅 , sebagian lagi malah menggunakan hadits ini untuk membenarkan sikapnya yang lagi musuhan dan gak akur sama iparnya 😆 ( jangan dekat-dekat sama ipar ! Jangan ramah sama ipar ! Jangan komunikasi dengan ipar ! jangan baik-baik sama ipar ! Pokoknya jauhi sejauh-jauhnya ! apa nggak denger kata Nabi Ipar itu adalah maut ?? ) 

Ada juga yang dengan hadits ini menyimpulkan bahwa haram hukumnya satu rumah dengan ipar, katanya seorang suami istri wajib tinggal di rumah sendiri jauh dari ipar dan kerabat lainnya. 

ada juga yang memahami bahwa hadits ini berarti : ipar bisa menjadi sumber masalah bagi rumah tangga yang menyeramkan layaknya kematian, apalagi jika suami lebih mengutamakan dan mendengarkan ipar daripada istrinya, apalagi jika ipar tipe yang suka komentar dan ikut campur urusan rumah tangga.. 

“ seperti artis ituu tuh “ kata seorang emak-emak 😆

Sebab dibalik sabda “ipar adalah maut” 

Pemahaman dan Penerapan yang keliru itu jelas akibat ketidak-tauan akan Asbab-wurud hadits, apa alasan yang melatarbelakangi sabda Baginda Nabi itu ? jika kita baca teks haditsnya secara lengkap, kita akan tau bahwa sebelumnya Rasulullah Saw mengulti kebiasaan lelaki yang suka masuk dan berkumpul dengan wanita-wanita yang bukan mahromnya 

إياكم والدخول على النساء. فقال رجل من الأنصار يا رسول الله أفرأيت الحمو؟ قال: الحمو الموت

“ berhati-hatilah kalian masuk kepada wanita-wanita ( yang bukan mahrom ) “ 

seorang laki-laki dari Anshor bertanya :

“ bagaimana jika ( wanita ) itu ipar ? “ 

Rasulullah Saw menjawab :

“ ipar adalah maut “ 

Maksut dari sabda “ Ipar adalah maut” 

Apakah benar ipar itu kejam dan menyeramkan layaknya kematian ? Apakah benar hadits itu memiliki arti bahwa ipar bisa menjadi sumber dari segala malapetaka rumah tangga ? 

dari alasan dibalik munculnya sabda itu kita bisa mengetahui, bahwa bukan itu maksut hadits Naginda Nabi ini, yang diulti Rasulullah adalah kebiasaan berinteraksi dengan ipar tanpa ada batasan, bahkan berduaan dan melihat auratpun dianggap wajar dan biasa tanpa disadari sebagai sebuah dosa dengan dalih “ halah namanya juga ipar sendiri, biasa aja napa “ 

Imam Nawawi berkomentar :

المراد في الحديث أقارب الزوج غير آبائه وأبنائه؛ لأنهم محارم للزوجة يَجوز لهم الخلوة بها، ولا يوصفون بالموت، وإنما المراد الأخ وابن الأخ، والعم وابن العم، وابن الأخت، ونحوهم مما يحل لها تزويجه لو لم تكن متزوجة، وجرت العادة بالتساهل فيه، فيخلو الأخ بامرأة أخيه، فشبَّهه بالموت، وهو أَولى بالمنع من الأجنبي، فإن الخلوة بقُرب الزوج أكثر من الخلوة بغيره، والشر يُتوقَّع منه أكثر من غيره، والفتنة به أمكنُ؛ لتمكُّنه من الوصول إلى المرأة، والخلوة بها من غير نكيرٍ عليه بخلاف الأجنبي، والله أعلم.

“ yang dimaksut dalam hadits ini adalah ipar lawan jenis ( yang bukan mahrom ), yaitu kerabat suami seperti saudaranya, pamannya atau ponakannya, yang mana tradisi menganggap remeh dalam urusan ini sehingga seorang istri dianggap biasa saja berduaan dengan iparnya. Rasulullah kemudian menyerupakan ipar (lawan jenis ) dengan maut karena ia seharusnya lebih diwaspadai dari orang lain, fitnah dan godaannya lebih besar sebab ia lebih sering berkumpul dan leluasa masuk tanpa ada yang mengingkari dan menyalahkan, berbeda dengan orang lain yang jelas bukan bagian dari keluarga “ 

Imam Qadhi Iyadh berkomentar :

الخلوة بالأحماء مُؤدّية إلى الفتنة والهلاك في الدِّين، فجعله كهلاك الموت

“ berduaan dengan ipar ( lawan jenis ) bisa menyebabkan fitnah dan malapetaka dalam agama, maka Rasulullah menyerupakan malapetaka yang disebabkan olehnya seperti malapetaka maut “ 

3. pendapat yang tengah-tengah dan moderat 

Apakah kita tidak boleh berkumpul dengan ipar ? Apakah tidak boleh berinteraksi dan berkomunikasi dengan ipar ? Apakah tidak boleh berbuat baik kepada ipar ? Apakah tidak boleh tinggal satu rumah dengan ipar ? 

Jawaban “tengah”-nya adalah boleh , tapi dengan syarat dan batasan-batasan yang telah ditentukan dalam agama. dalam kitabnya “ إعلاء الصوت ببيان حديث الحمو الموت " Habib Alwi Alaydrus memberi kesimpulan :

Bahwa seorang tidak dilarang menampakkan diri atas ipar lawan jenisnya ( berkumpul dan berinteraksi ) dengan syarat :

 ⁃ tidak ada kholwah ( tidak berduaan saja, baik dalam rumah, mobil, dapur dll ) 
 ⁃ si wanita tidak berhias dan tidak memakai parfum karena itu bisa membuka pintu godaan setan
 ⁃ si wanita tidak menampakkan kecuali wajah dan telapak tangan saja 

Dan memang lebih utama bagi orang yang mampu dan berkecukupan untuk tinggal bersama istrinya jauh dari kerabat-kerabatnya yang bukan mahrom dalam rumah yang terpisah ( apalagi punya rumah sendiri memang merupakan cita-cita dan impian banyak orang ), adapun jika ia tidak berkecukupan dan harus tinggal dalam satu rumah, maka itu tidak masalah tapi dengan syarat-syarat dan batasan agama yang telah disebutkan

( tapi sekali lagi dalam masalah ini kehati-hatian tetap harus perhatikan, jangan sampai ipar menjadi maut, pepatah Arab mengatakan “Shohib Dar Adra bima fiiha” pemilik rumah lebih tau isi rumahnya daripada siapapun ) 

Kesimpulan 

Pada akhirnya, hadits “ipar adalah maut” tidak melarang kita untuk berbaik-baik kepada ipar, tidak melarang kita untuk hormat dan respek kepada ipa ketika ia lebih tua, atau perhatian dan mengasihinya ketika ia lebih muda, hadits ini juga tidak bisa dijadikan dalil agar mencurigai, memusuhi apalagi tidak akur dengan ipar-ipar kita. Rasulullah berwasiat kepada kita untuk berbaik-baik kepada siapapun, apalagi jika ia bagian dari keluarga kita sendiri. 

Rasulullah Saw bersabda : 

إبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلأَهْلِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا

“ dahulukan dirimu ( berbaiklah dan ) bersedekahlah atasnya, jika ada lebih maka berikan untuk keluargamu, jika ada lebih maka berikan untuk kerabatmu, jika ada lebih maka bagikanlah untuk orang lain “ 

Baginda Nabi Saw hanya berpesan dan mewanti-wanti, bahwa ipar selamanya tetaplah ipar, bukan saudara kandung kita sendiri, yang karenanya maka kita harus tetap berhati-hati dan menjaga batasan-batasan ketika keadaan dan kebutuhan menuntut kita untuk berkumpul dan berinteraksi dengannya. tentunya bukan hanya ipar saja, akan tetapi kerabat-kerabat yang bukan mahrom yang dibiasakan sebagai “saudara” sendiri di masyarakat kita seperti sepupu lawan jenis, suami bibi, istri paman, anak angkat dan lain sebagainya. 

Sumber: Muhammad Ismail Al Kholilie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya  Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,i...