Rabu, 23 Juli 2025

Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman


Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman


Di tengah derasnya arus materialisme modern, tidak sedikit dari kita yang bertanya: apakah harta itu benar-benar penting dalam kehidupan beragama? Bukankah zuhud dan meninggalkan dunia adalah salah satu jalan menuju ridha Allah? Namun, Islam sebagai agama yang sempurna dan seimbang telah memberikan pandangan yang sangat bijak soal harta: ia bukan musuh, tapi alat. Ia bisa menjadi racun, tapi juga bisa menjadi obat.

Salah satu ulama besar, Imam Al-Mawardi, memberikan gambaran yang sangat menarik tentang fungsi harta dalam kehidupan manusia. Ia berkata:

"Dirham itu seperti obat, karena ia bisa menyembuhkan setiap luka dan mendamaikan setiap perselisihan." (Diriwayatkan oleh Al-Manawi dalam Fayd al-Qadir)

Ungkapan ini bukan hanya kiasan puitis. Ia mencerminkan kenyataan sosial yang sangat relevan hingga hari ini. Dalam realitas kehidupan, harta dapat memperbaiki keadaan, menyelesaikan konflik, dan bahkan menyelamatkan nyawa.

Harta yang Mengangkat Derajat

Sebuah bait syair Arab klasik menambahkan sudut pandang yang cukup tajam:

إنَّ الدراهم كالمراهم * تَجْبُرُ العَظْمَ الكَسِيرًا

لو نالَهُنَّ ثُعَيْلَبٌ * في صُبْحَةٍ أَضحى أَميرًا

"Sesungguhnya dirham itu seperti salep (obat), bisa menyemembuhkan tulang yang patah. Jika seekor musang kecil mendapatkannya di pagi hari, maka di siang harinya ia bisa menjadi seorang pemimpin."

Bait ini mengandung sindiran sosial: harta dapat mengangkat orang biasa menjadi luar biasa di mata manusia, bahkan jika ia tidak punya keutamaan selain kekayaan. Kekuasaan, kedudukan, dan pengaruh bisa dibeli—dan ini adalah fenomena yang semakin nyata di zaman sekarang.

Akhir Zaman: Saatnya Bergantung pada Dirham

Imam Al-Manawi memberikan penjelasan mendalam mengapa pada akhir zaman, manusia menjadi sangat bergantung pada harta. Ia mengatakan bahwa ketergantungan itu bukan karena generasi awal tidak membutuhkannya, melainkan karena perubahan kondisi sosial dan spiritual masyarakat.

"Pada masa awal Islam, kebaikan melimpah, orang-orang saling membantu, dan siapa pun yang memilih hidup zuhud tetap akan dicukupi kebutuhannya. Namun, di akhir zaman, kebaikan menjadi langka, kejahatan merebak, dan manusia menjadi kikir. Maka, seseorang terpaksa bergantung pada harta."

Fenomena ini terasa sangat dekat dengan kehidupan kita hari ini. Tidak mudah menemukan kedermawanan tanpa pamrih. Menjadi fakir atau miskin bukan lagi pilihan yang bisa ditopang oleh solidaritas sosial, tetapi seringkali menjadi beban dan aib.

Harta: Antara Ujian dan Peluang

Islam tidak memusuhi harta, tapi mengajarkan kita untuk tidak diperbudak olehnya. Harta adalah alat untuk menegakkan agama dan kehidupan, bukan tujuan akhir. Dengan harta, kita bisa:

  • Beribadah (seperti menunaikan haji dan zakat)
  • Menolong sesama (melalui infak dan sedekah)
  • Menjaga kehormatan diri dan keluarga
  • Membangun kemuliaan umat

Namun, jika disalahgunakan, harta juga bisa menjadi sebab kebinasaan, sebagaimana firman Allah:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ [الأنفال : 28]

"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah ujian..." (QS. Al-Anfal: 28)

Penutup: Keseimbangan adalah Kunci

Akhir zaman memang menantang. Kita hidup di era di mana iman diuji dengan kebutuhan, dan nilai diuji dengan nominal. Maka, memiliki harta bukan lagi pilihan, tapi menjadi bagian dari kelangsungan hidup. Namun, yang paling penting adalah bagaimana kita memandang dan mempergunakan harta itu.

Dirham, sebagaimana kata para ulama, memang seperti obat. Ia bisa menyembuhkan—tapi juga bisa membunuh jika digunakan tidak pada tempatnya. Maka, bijaklah dengan harta: jadikan ia sahabat untuk akhirat, bukan penghalang menuju surga.

Referensi:
Faidh al-Qadir, 1/425, Syuruq al-Anwar ash-Shamadiyah 1/135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

7 Detail Kecil yang Membentuk Citra Pria Berkelas

7 Detail Kecil yang Membentuk Citra Pria Berkelas Tidak semua pria berkelas lahir dari harta melimpah atau jabatan tinggi. Justru, sering ka...