Oleh: Gus Ahmad Faqih
Kesepakatan ulama atau Ijma’ merupakan salah satu sumber hukum yang disepakati oleh ulama empat madzhab. Penetapan kesepatan ulama menjadi sumber hukum didasari nash Qur’an dan Hadits. Diantaranya ayat surat An-Nisa’:
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا
“Orang yang menyalahi Rasulullah setelah nampak baginya kebenaran dan tidak mengikuti jalan (kesepekatan) para orang-orang beriman, maka aku biarkan dia dalam kesesatannya dan aku masuk kan dia ke dalam neraka. Seburuk-buruknya tempat kembali adalah neraka”.
Kemudian juga sabda Rasulullah:
إنَّ اللَّهَ لا يجمعُ أمَّتي علَى ضلالةٍ ويدُ اللَّهِ معَ الجماعة، ومَن شذَّ شذَّ إلى النَّارِ
“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam sebuah kesesatan. Perlindungan Allah menyertai perkumpulan (kesepakatan). Barangsiapa yang mengasingkan diri (menyalahi kesepakatan), maka dia telah mengasingkan dirinya ke dalam neraka”. (HR. Tirmidzi).
Kendati demikian, perlu dipahami bahwa maksud dari ijma’ adalah kesepakatan mayoritas ulama yang kredibel yang kealimannya diakui oleh hampir seluruh kalangan, bukan kalangan sendiri saja. Maka orang-orang yang menyalahi kesepakatan tersebut layak disebut sebagai Ahli Bid’ah.
Jika demikian, apa maksud dari hadits berikut:
استفت قلبك، البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب، والإثم ما حاك في النفس وتردد في الصدر وإن أفتاك الناس وأفتوك.
“Tanyakanlah isi hatimu! Kebaikan adalah yang menjadi ketenangan hati, sedangkan kesalahan adalah yang menjadi kegundahan hati. Walau pun orang-orang telah memberitahumu”. (HR. Ahmad)
Perlu dipahami dengan cermat, bahwa hadits ini untuk sesuatu yang berkaitan dengan masalah khilafiyah. Yang pada dasarnya para ulama kredibel masih tidak memiliki kesepakatan atas masalah tersebut. Kalau hadits ini tidak dipahami demikian, maka akan bertentangan dengan nash-nash sebelumnya.
Kendati demikian, pengamalan hadits ini sebenarnya diperuntukan untuk orang soleh yang berhati bersih. Bukan untuk orang-orang yang suka caci maki. Karena kalau hatinya kotor, masak mau diikuti? Jangan sok bersih. Hehehe.
Topik inti dalam tulisan kali ini adalah kevalidan nasab sadah Ba’alawi telah disepakati oleh ulama yang kredibel. Kalau masih ragu, silahkan tampilkan nama-nama ulama besar dan alim dari kalangan Aswaja yang meragukan nasab sadah Ba’alawi. Ada? Kok masih kekeh, ilmiyah atau nafsu?
————
Berikut Ibarot Ijma’ Ulama atas Nasab Ba’alawi:
قال أمين المحبي (1111): وعلوي هو ابن عبيد الله بن أحمد بن عيسى، فإنه جدهم الأكبر الجامع لنسبهم، ونسبهم مجمع عليه عند أهل التحقيق، وقد اعتنى ببيانه جمع كثير من العلماء.
قال يوسف النبهاني (1350): إن سادتنا آل باعلوي، قد أجمعت الأمة المحمدية في سائر الأعصار و الأقطارِ، على أنهم من أصح أهل بيتِ النبوة نسباً، وأثبتهم حسباً، و أكثرهم علماً و عملاً و فضلاً و أدباً. وهم كلهم من أهل السنة والجماعة، على مذهب إمامنا الشافعي رضي الله عنه.
قال علي جمعة الأزهري: باعلوي ثابت نسبهم عندنا بالإجماع! لم نر أحدا يشكك فيه عبر التاريخ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar