Senin, 11 Agustus 2025
AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR
Menanam Kebaikan, Menuai Kebaikan: Sebuah Konsekuensi Dalam Kehidupan
Minggu, 10 Agustus 2025
Bagaimana cara agar punya mimpi yang benar
Memahami Jenis Pembuka Surah Dalam Al-Quran: Lebih dari Sekedar Awalan
Memahami Jenis-Jenis Pembuka Surah dalam Al-Qur’an: Lebih dari Sekadar Awalan
Salah satu keistimewaan Al-Qur’an yang sering luput dari perhatian kita adalah cara Allah memulai setiap surah-Nya. Kalau kita perhatikan, tidak semua surah dibuka dengan cara yang sama. Ada yang dimulai dengan pujian, ada pula dengan sumpah, seruan, bahkan huruf-huruf misterius yang hanya Allah tahu maknanya.
Hal ini bukan sekadar variasi gaya bahasa. Pembuka surah (فواتح السور) adalah bagian penting dari struktur retoris dan spiritual Al-Qur’an. Ia menyimpan pesan khusus yang menjadi pengantar dari isi keseluruhan surah tersebut.
Ragam Pembuka yang Menggugah Jiwa
1. Pujian kepada Allah
Surah seperti Al-Fatihah, Al-An‘am, dan Al-Kahfi diawali dengan kalimat seperti "Alhamdulillah". Ini mengingatkan kita bahwa segala ilmu, petunjuk, dan kebenaran dalam kitab ini berasal dari Tuhan yang Maha Sempurna.
2. Huruf-Huruf Hijaiyah
Seperti "Alif Lam Mim", "Yasin", dan "Qaf". Huruf-huruf ini disebut huruf muqatha‘ah, dan maknanya menjadi rahasia Ilahi. Tapi kehadirannya membuat pembaca langsung tersentak — ada misteri, ada keagungan yang memaksa kita merenung.
3. Pernyataan Berita
Surah Al-Waqi‘ah, An-Naba’, dan Az-Zalzalah misalnya, langsung menyampaikan informasi yang mengejutkan, bahkan menggentarkan. Seolah berkata: “Ini serius. Simak baik-baik!”
4. Seruan dan Panggilan
“Wahai manusia!”, “Wahai orang-orang beriman!” — begitulah Allah memulai beberapa surah seperti An-Nisa’ dan Al-Hajj. Ini seperti panggilan cinta dari Sang Pencipta untuk kita agar mendengarkan-Nya dengan hati terbuka.
5. Sumpah Ilahi
Ada juga surah yang dibuka dengan sumpah, seperti Asy-Syams dan At-Tur. Allah bersumpah atas ciptaan-Nya, menegaskan bahwa apa yang disampaikan-Nya sangat penting dan tidak boleh diabaikan.
Pembuka Surah Bukan Sekadar Gaya, Tapi Petunjuk
Setiap jenis pembuka menciptakan suasana batin yang berbeda. Surah yang dimulai dengan sumpah biasanya berisi peringatan keras. Surah yang dimulai dengan pujian membawa ketenangan. Yang diawali dengan pertanyaan, seperti Al-Insan (“Apakah manusia tidak melihat…?”), membuat kita berpikir dalam.
Ini bukan kebetulan. Ini adalah retorika Ilahi yang luar biasa cerdas, yang tidak hanya mengajarkan isi, tapi juga mengondisikan hati pembacanya sejak awal.
Refleksi: Belajar dari Awalan
Sebagai manusia, kita sering menilai sesuatu dari bagaimana ia dimulai. Allah pun mengajari kita dari pembuka-pembuka surah ini bahwa:
-
Kata-kata awal itu penting.
-
Nada dan pendekatan menentukan isi.
-
Mengajak berpikir, menyentuh hati, dan memberi peringatan adalah seni menyampaikan kebenaran.
Penutup
Mempelajari jenis-jenis pembuka surah bukan sekadar tambahan ilmu tafsir, tapi juga cara agar kita lebih merasakan interaksi spiritual dengan Al-Qur’an. Cobalah perhatikan pembuka setiap surah saat membaca. Rasakan nada, pesan, dan nuansa yang dibangun dari awal.
Karena setiap awalan itu adalah pintu masuk ke dunia cahaya, yang menghubungkan hati kita dengan firman-Nya yang agung.
Ucapan Ibarat Anak Panah: Sekali Terlepas, Tak Bisa Kembali
Sabtu, 09 Agustus 2025
Mereka Adalah Orang-orang dermawan
5 tanda tubuh dan pikiranmu butuh istirahat
Keadilan Menyatukan, Kedzaliman Memecah-Belah
Keadilan Menyatukan, Kedzaliman Memecah-Belah
"Keadilan menyebabkan kekompakan dan kedzaliman menyebabkan perpecahan." (Al-Absyihi, Al-Mustathraf 35)
Ungkapan bijak dari Syihabuddin Al-Absyihi ini mengandung pesan yang dalam tentang pentingnya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Keadilan bukan sekadar nilai abstrak, melainkan fondasi yang menjaga stabilitas dan keharmonisan dalam sebuah komunitas. Sebaliknya, kedzaliman adalah racun yang merusak kepercayaan dan menghancurkan rasa kebersamaan.
Keadilan Sebagai Perekat Kehidupan Sosial
Keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak, dan memperlakukan setiap orang secara seimbang tanpa diskriminasi. Dalam lingkungan yang adil, setiap individu merasa dihargai, didengarkan, dan diperlakukan setara. Hal ini melahirkan rasa saling percaya dan menghormati, yang menjadi dasar kokohnya kekompakan dalam keluarga, komunitas, maupun negara.
Ketika seorang pemimpin berlaku adil, ia akan mendapatkan dukungan dari rakyatnya. Ketika guru berlaku adil kepada murid-muridnya, maka akan tumbuh rasa hormat. Ketika orang tua bersikap adil kepada anak-anaknya, mereka akan tumbuh dengan jiwa yang sehat dan penuh cinta.
Kedzaliman Mengikis Persatuan
Kebalikannya, kedzaliman adalah tindakan yang mencederai keadilan. Ia bisa berupa perlakuan yang tidak setara, pengambilan hak orang lain, atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketika kedzaliman merajalela, yang muncul adalah ketidakpercayaan, kemarahan, dan perpecahan.
Masyarakat yang terus-menerus mengalami ketidakadilan akan mudah terprovokasi, merasa terpinggirkan, dan cenderung memberontak. Dalam skala kecil, ini terlihat dalam konflik keluarga atau lingkungan kerja. Dalam skala besar, kedzaliman bisa memicu perpecahan bangsa, bahkan keruntuhan negara.
Penutup: Menegakkan Keadilan, Menjaga Persatuan
Pesan dari Syihabuddin Al-Absyihi ini sangat relevan untuk setiap zaman. Di tengah tantangan kehidupan modern yang semakin kompleks, keadilan harus tetap menjadi prinsip utama dalam bertindak dan memutuskan. Baik sebagai individu, pemimpin, guru, orang tua, atau warga negara, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan demi menjaga keutuhan dan harmoni dalam kehidupan bersama.
Karena dengan keadilan, hati-hati bersatu. Dan dengan kedzaliman, perpecahan tak terhindarkan.
Jumat, 08 Agustus 2025
Melatih Pola Pikir Kritis dalam Rutinitas Sehari-hari: 5 Langkah Sederhana yang Bisa Anda Coba
Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Bertemu Anak Kecil
Kamis, 07 Agustus 2025
Waqof pakai embel-embel
Berpikir Sebelum Bertindak: Kunci Bijak dalam Hidup
Rabu, 06 Agustus 2025
Hukum Menjual Mushalla Wakaf
Senin, 04 Agustus 2025
Mendidik Anak Dalam Perspektif Psikologi Islam
Perbaiki Niatmu, Maka Engkau Takkan Pernah Kecewa
"Tidak akan pernah kecewa orang yang punya niat baik" (Abdullah Alawi Al-Haddad, Al-Hikam Al-Haddad iyah 64)
Berikut penjelasannya:
Orang yang melakukan sesuatu dengan niat yang benar dan tulus, tidak hanya mencari keuntungan pribadi atau pamrih, melainkan didorong oleh kebaikan dan keikhlasan, tidak akan merasa kecewa, meskipun hasilnya mungkin tidak sesuai harapan.
Hal ini didasarkan beberapa hal:
1. Keikhlasan membuat hati tenang. Orang yang niatnya baik tidak terikat pada hasil duniawi. Ia hanya ingin berbuat baik karena merasa itu benar.
2. Kekecewaan lahir dari harapan yang salah. Kalau niat kita sudah benar (misalnya membantu tanpa berharap balasan), maka tidak akan timbul rasa kecewa ketika tak mendapat apa-apa.
3. Allah menilai niat, bukan hasil. Dalam Islam, niat adalah dasar amal. Meskipun amal itu tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, jika niatnya baik, pahala tetap ada.
Sebagai contoh: Kamu menolong seseorang dengan ikhlas, lalu orang itu tidak berterima kasih atau bahkan menyakiti kamu. Kalau niatmu benar, kamu tidak akan kecewa, karena kamu tahu tujuanmu adalah menolong, bukan mencari pujian.
Intinya: Niat baik adalah kekuatan batin yang membuat seseorang tetap kuat, lapang dada, dan tidak mudah hancur oleh kekecewaan. Maka, jaga niatmu tetap bersih, dan hasilnya serahkan pada Tuhan.
Minggu, 03 Agustus 2025
Jika Yakin Pada Sang Khaliq, Maka Takkan Pernah Tersakiti Oleh Makhluk
Jumat, 01 Agustus 2025
Mata Juga bisa berzina
Kuncinya harus sabar
Zuhair bin Habib berkata: "Siapa yang sabar atas hal tak menyenangkan, niscaya akan mendapatkan hal yang disukai" (Imam Ahmad, Az-Zuhd 152)
Maksudnya:
Orang yang mampu bersabar ketika menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan—seperti cobaan, hinaan, kesulitan hidup, kegagalan, atau penderitaan—pada akhirnya akan mendapatkan balasan atau hasil yang baik, berupa:
Kemudahan setelah kesulitan
Keberhasilan setelah perjuangan
Seperti orang yang sabar berlatih meski sakit dan lelah, pada akhirnya ia menjadi juara. Atau orang yang sabar menahan lapar saat puasa, akhirnya merasakan nikmat berbuka dan pahala dari Allah.
Ini selaras dengan firman Allah:
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6)
Dan sabda Nabi SAW:
"Ketahuilah, bahwa kemenangan itu bersama kesabaran." (HR. Tirmidzi)
Kesimpulan:
Kesabaran adalah jembatan menuju sesuatu yang disukai. Walaupun terasa berat di awal, hasilnya akan membawa kebahagiaan yang lebih besar dan bermakna.
Kamis, 31 Juli 2025
Bahagia Itu Sederhana: 5 Kebiasaan Ringan yang Terbukti Meningkatkan Fungsi Otak
Pasangan Yang Kelak Menjadi Musuh Di Hari Kiamat
Sekte Saba’iyah: Awal Mula Ekstremisme dalam Sejarah Islam
Keajaiban Surah Al-Baqoroh
Rabu, 30 Juli 2025
5 tanda orang yang cerdas secara emosional
Selasa, 29 Juli 2025
Ikhlas Mengajar Adalah Tanda Ilmu Bermanfaat
Dua tanda kebodohan
Senin, 28 Juli 2025
Keberkahan itu berdasarkan kualitas, bukan kuantitas
Minggu, 27 Juli 2025
Kondisi Hatimu Akan Menentukan Rasa Nyamanmu
Sabtu, 26 Juli 2025
Mengubur Mayit dalam keadaan berdiri
Jumat, 25 Juli 2025
Tips Sederhana Agar Konsisten Dalam Setiap Aktivitas
Kamis, 24 Juli 2025
Picky Eater: Anak yang Rewel dalam memilih makanan dan cara mengatasinya
Rabu, 23 Juli 2025
Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman
Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman
Di tengah derasnya arus materialisme modern, tidak sedikit dari kita yang bertanya: apakah harta itu benar-benar penting dalam kehidupan beragama? Bukankah zuhud dan meninggalkan dunia adalah salah satu jalan menuju ridha Allah? Namun, Islam sebagai agama yang sempurna dan seimbang telah memberikan pandangan yang sangat bijak soal harta: ia bukan musuh, tapi alat. Ia bisa menjadi racun, tapi juga bisa menjadi obat.
Salah satu ulama besar, Imam Al-Mawardi, memberikan gambaran yang sangat menarik tentang fungsi harta dalam kehidupan manusia. Ia berkata:
"Dirham itu seperti obat, karena ia bisa menyembuhkan setiap luka dan mendamaikan setiap perselisihan." (Diriwayatkan oleh Al-Manawi dalam Fayd al-Qadir)
Ungkapan ini bukan hanya kiasan puitis. Ia mencerminkan kenyataan sosial yang sangat relevan hingga hari ini. Dalam realitas kehidupan, harta dapat memperbaiki keadaan, menyelesaikan konflik, dan bahkan menyelamatkan nyawa.
Harta yang Mengangkat Derajat
Sebuah bait syair Arab klasik menambahkan sudut pandang yang cukup tajam:
إنَّ الدراهم كالمراهم * تَجْبُرُ العَظْمَ الكَسِيرًا
لو نالَهُنَّ ثُعَيْلَبٌ * في صُبْحَةٍ أَضحى أَميرًا
"Sesungguhnya dirham itu seperti salep (obat), bisa menyemembuhkan tulang yang patah. Jika seekor musang kecil mendapatkannya di pagi hari, maka di siang harinya ia bisa menjadi seorang pemimpin."
Bait ini mengandung sindiran sosial: harta dapat mengangkat orang biasa menjadi luar biasa di mata manusia, bahkan jika ia tidak punya keutamaan selain kekayaan. Kekuasaan, kedudukan, dan pengaruh bisa dibeli—dan ini adalah fenomena yang semakin nyata di zaman sekarang.
Akhir Zaman: Saatnya Bergantung pada Dirham
Imam Al-Manawi memberikan penjelasan mendalam mengapa pada akhir zaman, manusia menjadi sangat bergantung pada harta. Ia mengatakan bahwa ketergantungan itu bukan karena generasi awal tidak membutuhkannya, melainkan karena perubahan kondisi sosial dan spiritual masyarakat.
"Pada masa awal Islam, kebaikan melimpah, orang-orang saling membantu, dan siapa pun yang memilih hidup zuhud tetap akan dicukupi kebutuhannya. Namun, di akhir zaman, kebaikan menjadi langka, kejahatan merebak, dan manusia menjadi kikir. Maka, seseorang terpaksa bergantung pada harta."
Fenomena ini terasa sangat dekat dengan kehidupan kita hari ini. Tidak mudah menemukan kedermawanan tanpa pamrih. Menjadi fakir atau miskin bukan lagi pilihan yang bisa ditopang oleh solidaritas sosial, tetapi seringkali menjadi beban dan aib.
Harta: Antara Ujian dan Peluang
Islam tidak memusuhi harta, tapi mengajarkan kita untuk tidak diperbudak olehnya. Harta adalah alat untuk menegakkan agama dan kehidupan, bukan tujuan akhir. Dengan harta, kita bisa:
- Beribadah (seperti menunaikan haji dan zakat)
- Menolong sesama (melalui infak dan sedekah)
- Menjaga kehormatan diri dan keluarga
- Membangun kemuliaan umat
Namun, jika disalahgunakan, harta juga bisa menjadi sebab kebinasaan, sebagaimana firman Allah:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ [الأنفال : 28]
"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah ujian..." (QS. Al-Anfal: 28)
Penutup: Keseimbangan adalah Kunci
Akhir zaman memang menantang. Kita hidup di era di mana iman diuji dengan kebutuhan, dan nilai diuji dengan nominal. Maka, memiliki harta bukan lagi pilihan, tapi menjadi bagian dari kelangsungan hidup. Namun, yang paling penting adalah bagaimana kita memandang dan mempergunakan harta itu.
Dirham, sebagaimana kata para ulama, memang seperti obat. Ia bisa menyembuhkan—tapi juga bisa membunuh jika digunakan tidak pada tempatnya. Maka, bijaklah dengan harta: jadikan ia sahabat untuk akhirat, bukan penghalang menuju surga.
Referensi:
Faidh al-Qadir, 1/425, Syuruq al-Anwar ash-Shamadiyah 1/135
AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR
HADITS TENTANG AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR "Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Tidak ...
-
ULAMA WANITA NUSANTARA YANG MENDUNIA. Syaikhoh Khairiyah binti Hadrotus Syekh Hasyim Asy'ari adalah penyambung sanad keilmu...
-
*Deskripsi Masalah* Dalam masalah ilmu banyak perbedaan pendapat dan kadang banyak penafsilan penafsilan yang teruraikan sesuai hukum yang ...
-
Sikap Nabi ﷺ Terhadap Hal yg Baru Dalam Agama Ketika menemukan hal-hal yg baru dalam agama (bid'ah), para ulama mengajarkan...