Senin, 11 Agustus 2025

AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR



HADITS TENTANG AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR 

"Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 
“Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlak yang mulia. Sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa menggapai derajat orang yang rajin puasa dan rajin shalat.” (HR. Tirmidzi, no. 2003. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)."

Menanam Kebaikan, Menuai Kebaikan: Sebuah Konsekuensi Dalam Kehidupan

Menanam Kebaikan, Menuai Kebaikan: Sebuah Konsekuensi Dalam Kehidupan

"Yang menanam kebaikan maka akan memanen kebaikan, yang menanam keburukan maka akan memanen penyesalan." (Ibnu Abdil Barr, Bahjatul Majalis 65)

Ungkapan bijak dari Ibnu Abdil Barr ini mengandung pelajaran berharga yang relevan sepanjang masa. Seperti halnya petani yang menanam benih dan menunggu hasil panen, kehidupan manusia pun demikian. Apa yang kita tanam hari ini melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan, akan menentukan apa yang kita petik di kemudian hari.

Hukum Sebab-Akibat dalam Kehidupan

Kebaikan dan keburukan tidak pernah lahir begitu saja tanpa sebab. Keduanya merupakan hasil dari pilihan dan tindakan yang dilakukan setiap individu. 
Barang siapa yang menebar kebaikan—seperti kejujuran, kasih sayang, kemurahan hati, dan tolong-menolong—maka ia sedang menanam benih yang akan tumbuh menjadi pohon yang berbuah manis. Buah itu bisa berupa ketenangan jiwa, cinta dari sesama, hingga pahala dari Allah di dunia dan akhirat.

Sebaliknya, siapa yang menanam keburukan—seperti kezaliman, kebencian, dusta, dan pengkhianatan—maka ia sedang menanam benih pahit yang pada akhirnya akan menumbuhkan penyesalan. Mungkin tidak langsung terasa, tapi pada waktunya, akibat dari keburukan itu akan datang, membawa kerugian, kesedihan, bahkan kehancuran.

Mengapa Harus Menanam Kebaikan?

Menanam kebaikan bukan hanya soal balasan yang akan didapat. Ini adalah bentuk kepatuhan kepada Allah dan Rasulnya serta tanggung jawab moral dan spiritual sebagai manusia.

Dengan berbuat baik, kita ikut menjaga harmoni sosial, memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, dan menyebarkan keberkahan. Dunia yang lebih damai dan penuh kasih sayang akan tercipta dari tangan-tangan yang memilih menebar kebaikan, sekecil apa pun bentuknya.

Kesimpulan

Perkataan Ibnu Abdil Barr bukan sekadar kata-kata indah, melainkan pedoman hidup. Ia mengingatkan kita bahwa segala sesuatu dalam hidup ini memiliki akibat. Maka, bijaklah dalam memilih apa yang hendak ditanam. Karena apa yang kamu tabur hari ini, akan menjadi suasana hidupmu di esok hari.

Menanam kebaikan bukan hanya untuk orang lain, tetapi juga untuk dirimu sendiri. Karena di balik setiap kebaikan, ada kebaikan lain yang sedang menantimu.

Minggu, 10 Agustus 2025

Bagaimana cara agar punya mimpi yang benar

Bagaimana cara agar punya mimpi yang benar / yang bisa ditafsiri? 
Jawab: dengan cara mengambil wudhu sebelum tidur

Refrensi: Syarah Shahih Muslim Lin Nawawi 21/4
والإنسان إذا نام متوضئاً ورأى رؤيا فإنها تكون صادقة بقدر الإمكان، يعني: رؤيا حقيقية


Memahami Jenis Pembuka Surah Dalam Al-Quran: Lebih dari Sekedar Awalan

 

Memahami Jenis-Jenis Pembuka Surah dalam Al-Qur’an: Lebih dari Sekadar Awalan

Salah satu keistimewaan Al-Qur’an yang sering luput dari perhatian kita adalah cara Allah memulai setiap surah-Nya. Kalau kita perhatikan, tidak semua surah dibuka dengan cara yang sama. Ada yang dimulai dengan pujian, ada pula dengan sumpah, seruan, bahkan huruf-huruf misterius yang hanya Allah tahu maknanya.

Hal ini bukan sekadar variasi gaya bahasa. Pembuka surah (فواتح السور) adalah bagian penting dari struktur retoris dan spiritual Al-Qur’an. Ia menyimpan pesan khusus yang menjadi pengantar dari isi keseluruhan surah tersebut.

Ragam Pembuka yang Menggugah Jiwa

1. Pujian kepada Allah

Surah seperti Al-Fatihah, Al-An‘am, dan Al-Kahfi diawali dengan kalimat seperti "Alhamdulillah". Ini mengingatkan kita bahwa segala ilmu, petunjuk, dan kebenaran dalam kitab ini berasal dari Tuhan yang Maha Sempurna.

2. Huruf-Huruf Hijaiyah

Seperti "Alif Lam Mim", "Yasin", dan "Qaf". Huruf-huruf ini disebut huruf muqatha‘ah, dan maknanya menjadi rahasia Ilahi. Tapi kehadirannya membuat pembaca langsung tersentak — ada misteri, ada keagungan yang memaksa kita merenung.

3. Pernyataan Berita

Surah Al-Waqi‘ah, An-Naba’, dan Az-Zalzalah misalnya, langsung menyampaikan informasi yang mengejutkan, bahkan menggentarkan. Seolah berkata: “Ini serius. Simak baik-baik!”

4. Seruan dan Panggilan

“Wahai manusia!”, “Wahai orang-orang beriman!” — begitulah Allah memulai beberapa surah seperti An-Nisa’ dan Al-Hajj. Ini seperti panggilan cinta dari Sang Pencipta untuk kita agar mendengarkan-Nya dengan hati terbuka.

5. Sumpah Ilahi

Ada juga surah yang dibuka dengan sumpah, seperti Asy-Syams dan At-Tur. Allah bersumpah atas ciptaan-Nya, menegaskan bahwa apa yang disampaikan-Nya sangat penting dan tidak boleh diabaikan.

Pembuka Surah Bukan Sekadar Gaya, Tapi Petunjuk

Setiap jenis pembuka menciptakan suasana batin yang berbeda. Surah yang dimulai dengan sumpah biasanya berisi peringatan keras. Surah yang dimulai dengan pujian membawa ketenangan. Yang diawali dengan pertanyaan, seperti Al-Insan (“Apakah manusia tidak melihat…?”), membuat kita berpikir dalam.

Ini bukan kebetulan. Ini adalah retorika Ilahi yang luar biasa cerdas, yang tidak hanya mengajarkan isi, tapi juga mengondisikan hati pembacanya sejak awal.

Refleksi: Belajar dari Awalan

Sebagai manusia, kita sering menilai sesuatu dari bagaimana ia dimulai. Allah pun mengajari kita dari pembuka-pembuka surah ini bahwa:

  • Kata-kata awal itu penting.

  • Nada dan pendekatan menentukan isi.

  • Mengajak berpikir, menyentuh hati, dan memberi peringatan adalah seni menyampaikan kebenaran.

Penutup

Mempelajari jenis-jenis pembuka surah bukan sekadar tambahan ilmu tafsir, tapi juga cara agar kita lebih merasakan interaksi spiritual dengan Al-Qur’an. Cobalah perhatikan pembuka setiap surah saat membaca. Rasakan nada, pesan, dan nuansa yang dibangun dari awal.

Karena setiap awalan itu adalah pintu masuk ke dunia cahaya, yang menghubungkan hati kita dengan firman-Nya yang agung.

Ucapan Ibarat Anak Panah: Sekali Terlepas, Tak Bisa Kembali

Ucapan bagaikan busur panah yang dilepaskan, tak mungkin ditarik kembali (Syihabuddin Al-Absyihi, Al-Mustathraf 34)

Berikut penjelasannya:

Dalam kehidupan sehari-hari, kata-kata adalah alat komunikasi utama manusia. Namun, seringkali kita lupa bahwa ucapan memiliki kekuatan yang sangat besar. Sebuah peribahasa Arab yang dikutip oleh Syihabuddin Al-Absyihi mengingatkan kita akan pentingnya menjaga tutur kata:

"Ucapan bagaikan busur panah yang dilepaskan, tak mungkin ditarik kembali."

Makna Peribahasa

Peribahasa ini mengajarkan bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita adalah seperti anak panah yang sudah melesat dari busur nya, ia tidak dapat dihentikan atau dikembalikan. Sekali diucapkan, kata-kata itu akan meninggalkan jejak, baik dalam bentuk kebaikan maupun luka.

Pentingnya Berpikir Sebelum Berbicara

Dalam kehidupan sosial, kita seringkali terburu-buru dalam berbicara, tanpa memikirkan dampaknya. Padahal, satu kalimat yang kasar atau menyakitkan bisa merusak hubungan, menjatuhkan semangat seseorang, atau bahkan menimbulkan konflik yang panjang. Sebaliknya, kata-kata yang bijak dan menyejukkan bisa menjadi sumber inspirasi dan kedamaian.

Ucapan yang Tidak Bisa Ditarik Kembali

Sama seperti anak panah yang menancap pada sasaran, ucapan pun memiliki dampak langsung. Ia bisa mengenai “hati” seseorang, dan luka yang ditimbulkan tak selalu bisa disembuhkan dengan permintaan maaf. Inilah sebabnya mengapa kita harus menjaga lisan, berpikir jernih sebelum berbicara, dan mempertimbangkan apakah kata-kata kita membawa manfaat atau justru mudarat.

Kesimpulan

Peribahasa ini menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk bertanggung jawab atas setiap kata yang kita ucapkan. Hati manusia mudah terluka, dan luka karena ucapan bisa lebih dalam daripada luka fisik. Maka, mari kita gunakan lisan dengan bijak, karena ucapan, sekali keluar, tak akan pernah bisa kembali seperti semula.

Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau diam" (HR: Bukhari & Muslim) 

Dengan memahami makna ini, kita tidak hanya menjaga hubungan dengan sesama, tetapi juga membentuk pribadi yang lebih bijak dan penuh empati.

#hadis
#motivasi
#motivasihidup
#motivasiislam
#berkatabaik
#diam
#iman
#kalamulama
#islamicquotes
#hadisshahih
#bukari
#muslim 

Sabtu, 09 Agustus 2025

Mereka Adalah Orang-orang dermawan

• Habaib (seharusnya) adalah orang-orang yang paling dermawan

Hari ini saya membaca sebuah catatan menarik :

https://www.facebook.com/share/p/16SkvtEbts/?mibextid=wwXIfr

Ketika banyak yang berkata bahwa para Habaib hanya numpang besar di NU tapi nggak pernah punya jasa dalam membesarkan NU, ternyata jauh sebelum mereka lahir pada tanggal 6-11 Mei tahun 1933 NU membuat acara muktamar ke 8-nya di Batavia dengan fasilitas gedung megah “traktiran” seorang Ba’aalawi Sayyid Ismail Bin Abdullah Bin Alawi Al-Atthas. 

“Sakha” atau kedermawanan adalah sifat yang membuat reputasi Ba’alawi membumbung tinggi di masa itu, saya jadi teringat kisah Gus Faiz, putra Kiai Syukron Ma’mun yang sekarang mulai sering diminta mengisi di berbagai majelis Habaib :

“ Saya dulu ketika masih kecil sering diajak abah hadir ke majlis kakeknya Habib Hud Al-Atthas, dulu saya sangat ngefans kepada beliau karena setiap ngajar beliau pasti bagi-bagi coklat, bahkan coklat Silverqueen yang waktu itu harganya lumayan mahal dan hanya ditemukan di toko-toko besar “ 

Disisi lain, saya mengenal seorang Kiai sepuh dari Jawa Tengah, dalam setiap acara di pesantrennya beliau sering mengundang para Habaib, tapi tahun ini beliau mengundang Kiai Imad untuk mengisi acara haul abahnya. putranya bahkan pernah menulis di status Wa :

“ Alhamdulillah sholawatan di alun-alun tahun ini bersih dari Ba’alawi “ 

saya bertanya-tanya dalam hati : apa yang membuat beliau-beliau sekecewa itu kepada para Habaib ? ketika di Surabaya, saya menyempatkan diri untuk sowan kepada beliau, kebetulan putranya adalah adik kelas saya di Sarang, ketika itu beliau bercerita :

“ saya ini mantan muhibbin lora, saya menyesal dulu pernah mempromosikan para Habib itu, santri dan alumni saya banyak jadi korbannya, ada yang kena 16 juta, 20 juta, bahkan 60 juta “

Mendengar itu saya semakin yakin, bahwa selain Kiai Imad, para Habib pendawir itu adalah orang-orang yang paling “berjasa” dalam meruntuhkan respek masyarakat kepada Sadah Ba’alawi. selain menganggap kastanya lebih tinggi dan suka merendahkan yang bukan golongannya, sejak dulu “ndawir” alias malak atas nama nasab adalah problem paling utama yang dikeluhkan oleh masyarakat luas terkait kelakukan oknum-oknum Ba’alawi. sebagian teman sesama alumni Tarim bahkan bercerita bahwa dia sudah malu ngundang Habaib ke majelisnya karena reputasi Ba’alawi di daerahnya sudah kadung buruk akibat ulah oknum-oknum itu yang ketika mendawir ke Kiai-Kiai pesantren bahkan bisa sampe 2 sampai 3 mobil ( Ndawir berjama’ah )

Sama seperti kalian, saya sendiri punya pengalaman berapa kali didawiri oknum baik secara online atau offline dengan berbagai motiv dan alasan, ada yang katanya buat acara santunan, haul kakeknya, ongkos pulang ke rumahnya, ngirim anaknya di pondok, ada juga yang minjam uang jutaan dengan iming-iming jubah yang “katanya” milik guru sekumpul . kadang saya nasehati dan kritik mereka : 

“ Bib, antum minta-minta atas nama Nabi, apa antum nggak pernah baca Hadits Nabi :

ما يَزالُ الرَّجُلُ يَسْألُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ القِيامَةِ لَيْسَ فِي وجْهِهِ 
مُزْعَةُ لَحْمٍ
 
“ Seorang laki-laki yang tiada henti-henti mengemis kepada manusia kelak akan datang di Hari Kiamat dalam kondisi tiada sekerat daging di wajahnya “ 

Kadang saya juga membalas :

“ Bib antum ini ahlul bait, sejak dulu ahlul bait itu ahlul jud wal karom, orang-orang yang dermawan, bukan malah minta-minta, ini kebetulan ana lagi bangun pondok, mungkin antum mau bantu, bisa kirim ke rekening ana :

000601001545566
atas nama Muhammad ismail
Bri “ 

dan alhamdulillah sejak saat itu beliau tidak pernah ngechat lagi.. 

Para Habaib yang kami ketahui di negeri asalnya tidak seperti itu, di Tarim para Habaib dikenal sebagai sosok-sosok yang sangat karom bin loman bin dermawan, banyak diantara mereka yang jadi pengusaha dan bekerja di Saudi, Qatar, Oman atau Emirates, yang paling masyhur diantaranya adalah Habib Sholih Baisyh dan Habib Syihab adik Habib Abu Bakar Al-Masyhur. ada juga Habib Salim Assyathiri yang kemana-mana bawa “tas uang” untuk dibagi-bagi, setiap berkunjung ke Indonesia, beliau istiqomah menjatah 100 dollar untuk setiap santrinya yang belum menikah, yang sudah berkeluarga diberi 200 dollar, belum termasuk orang-orang dhuafa’ yang beliau temui dalam rihlahnya. Saya sendiri selama 6 tahun study di Tarim digratisi Darul Mustafa sejak tahun pertama karena nilai yang lumayan diatas rata-rata. 

فقيرهمُ حر و ذو المال منفق * رجاء ثواب الله في صالح السبل

“ orang kayanya loman-loman, orang miskinnya bebas tidak minta-minta “ 

Bait Imam Haddad ini sangat relate dengan para Sadah Alawiyyin disana, bagi orang-orang Tarim meminta-minta adalah satu hal yang sangat memalukan, ketika ada anak-anak bocil minta-minta, mereka pasti akan berkata sambil memegang janggut : Aibb !! jika anak-anak itu dari kalangan terpandang seperti Ba’aalawi entah seperti apa nasibnya di depan bapaknya jika kepergok minta-minta.

tentunya saya tidak menafikan bahwa Habaib di Indonesia buanyak juga yang loman-loman, kita mengenal sosok Habib Muhsin Al-Hamid ( Habib Ote ), ada juga Habib Saggaf Bin Mahdi Parung sahabat Gus Dur yang mengratisi belasan ribu santrinya, dan masih banyak Habib-Habib super dermawan lainnya ( yang sayangnya seakan “tertutupi” dan tak akan membuat tertarik Kiai Imad dan para pendukungnya ) 

kegaduhan bab nasab di masyarakat saya rasa banyak timbul akibat pembiaran terhadap oknum-oknum nakal seperti itu, yang menumpuk sedikit demi sedikit hingga akhirnya meledak sebagai sebuah bom waktu. betul kata Gus Baha’ : Nabi yang maksum sekalipun andaikan bersikap tidak sesuai dengan tata krama, akan mendapat kritik social dan akan mental di tengah masyarakat ( apalagi keturunan Nabi yang jelas-jelas tidak maksum ) 

و لو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك 

dan maha benar Baginda Nabi yang mengisyaratkan dalam dauhnya, bahwa jika kamu ingin disukai manusia, maka jangan tamak-tamak terhadap apa yang dimiliki oleh mereka 

ازهد فيما عند الناس يحبك الناس 

Demi itu mari kita perbaiki bersama, menasehati poro Habib itu bukan hanya kewajiban Rabithah Alawiah saja.. 

 • Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 14 Mei , 2025

5 tanda tubuh dan pikiranmu butuh istirahat

Ini dia 5 tanda tubuh dan pikiranmu lagi minta istirahat.

1. Baper Tingkat Dewa

Kamu mulai sensi sama hal-hal kecil.
Ada yang gak bales chat sejam, langsung mikir, “dia udah gak peduli ya?”

Lagi nonton film, karakter utamanya sedih, eh kamu ikut nangis sampe nyesek.

Ini bukan karena kamu drama. Bisa jadi karena kamu capek. Dan pas capek, emosi tuh gampang meledak.
Tubuhmu lagi bilang, “Hey, istirahat dulu, dong. Jangan terus dipaksa tegar.”

2. Tidur Lama, Tapi Bangun Tetep Loyo

Udah tidur 8 jam, tapi pas bangun malah lebih capek dari sebelumnya. 

Ngantuk terus. Gak ada semangat. Rasanya pengen tidur terus aja.

Itu tandanya bukan kurang tidur, tapi kurang rest yang bener.

Kepalamu tidur, tapi pikiranmu masih meeting, mikir kerjaan, atau drama hidup. Tubuh istirahat, tapi hatinya belum.

3. Hal yang Dulu Seru, Sekarang B aja

Dulu kamu semangat banget nonton drakor, nge-game, atau ngopi cantik.

Sekarang? Bahkan Netflix pun gak menarik. Semua terasa hambar. Kamu scrolling, tapi gak benar-benar menikmati.

Itu tanda awal burnout. Hidupmu mungkin gak ada masalah besar, tapi kamu mulai ngerasa… numpang lewat aja.

Kamu butuh rehat, supaya bisa ngerasain lagi nikmatnya hidup kecil-kecilan.

4. Sulit Fokus, Semua Kayak Kabur

Lagi baca, eh ulangi paragraf tiga kali.
Niat kerja satu jam, malah kebanyakan buka Instagram.

Bikin caption IG aja, mikirnya satu jam kayak bikin skripsi.

Otakmu lagi lemot bukan karena kamu malas. Tapi karena kamu lelah. Fokus itu butuh energi. Dan kalau kamu udah kepake buat segala hal, ya tinggal sisa debunya aja.

5. Overthinking-nya Gak Kenal Jam Kerja

Siang kerja, malam mikir.
Mikir salah omong, mikir kenapa orang ngejauh, mikir kenapa hidup gini-gini aja.
Kadang bisa overthinking hal sekecil “kenapa dia ketik ‘ok’ aja tanpa emot?” 😭

Overthinking berlebihan sering muncul waktu kamu kehabisan space di pikiran.
Kayak RAM handphone, kebanyakan aplikasi dibuka. Ya, panas.

Solusinya? Tutup dulu semua tab pikiranmu. Istirahat. Detoks. Biar lega.

Capek itu wajar.
Kita semua butuh rehat. Bukan karena lemah, tapi karena kita bukan robot.
Bahkan HP aja harus dicas, masa kamu enggak?

Dari lima tanda ini, yang paling kamu rasain sekarang yang mana?

Tulis di kolom komentar, dan tag temanmu yang juga butuh diingetin buat istirahat!

Kadang, satu postingan kayak gini bisa jadi pelukan hangat buat orang yang kelihatan kuat tapi sebenernya lagi lelah banget.

Keadilan Menyatukan, Kedzaliman Memecah-Belah

Keadilan Menyatukan, Kedzaliman Memecah-Belah

"Keadilan menyebabkan kekompakan dan kedzaliman menyebabkan perpecahan." (Al-Absyihi, Al-Mustathraf 35)

Ungkapan bijak dari Syihabuddin Al-Absyihi ini mengandung pesan yang dalam tentang pentingnya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Keadilan bukan sekadar nilai abstrak, melainkan fondasi yang menjaga stabilitas dan keharmonisan dalam sebuah komunitas. Sebaliknya, kedzaliman adalah racun yang merusak kepercayaan dan menghancurkan rasa kebersamaan.

Keadilan Sebagai Perekat Kehidupan Sosial

Keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak, dan memperlakukan setiap orang secara seimbang tanpa diskriminasi. Dalam lingkungan yang adil, setiap individu merasa dihargai, didengarkan, dan diperlakukan setara. Hal ini melahirkan rasa saling percaya dan menghormati, yang menjadi dasar kokohnya kekompakan dalam keluarga, komunitas, maupun negara.

Ketika seorang pemimpin berlaku adil, ia akan mendapatkan dukungan dari rakyatnya. Ketika guru berlaku adil kepada murid-muridnya, maka akan tumbuh rasa hormat. Ketika orang tua bersikap adil kepada anak-anaknya, mereka akan tumbuh dengan jiwa yang sehat dan penuh cinta.

Kedzaliman Mengikis Persatuan

Kebalikannya, kedzaliman adalah tindakan yang mencederai keadilan. Ia bisa berupa perlakuan yang tidak setara, pengambilan hak orang lain, atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketika kedzaliman merajalela, yang muncul adalah ketidakpercayaan, kemarahan, dan perpecahan.

Masyarakat yang terus-menerus mengalami ketidakadilan akan mudah terprovokasi, merasa terpinggirkan, dan cenderung memberontak. Dalam skala kecil, ini terlihat dalam konflik keluarga atau lingkungan kerja. Dalam skala besar, kedzaliman bisa memicu perpecahan bangsa, bahkan keruntuhan negara.

Penutup: Menegakkan Keadilan, Menjaga Persatuan

Pesan dari Syihabuddin Al-Absyihi ini sangat relevan untuk setiap zaman. Di tengah tantangan kehidupan modern yang semakin kompleks, keadilan harus tetap menjadi prinsip utama dalam bertindak dan memutuskan. Baik sebagai individu, pemimpin, guru, orang tua, atau warga negara, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan demi menjaga keutuhan dan harmoni dalam kehidupan bersama.

Karena dengan keadilan, hati-hati bersatu. Dan dengan kedzaliman, perpecahan tak terhindarkan.

Jumat, 08 Agustus 2025

Melatih Pola Pikir Kritis dalam Rutinitas Sehari-hari: 5 Langkah Sederhana yang Bisa Anda Coba

Melatih Pola Pikir Kritis dalam Rutinitas Sehari-hari: 5 Langkah Sederhana yang Bisa Anda Coba

Berpikir kritis seringkali dianggap sebagai kemampuan intelektual yang hanya dimiliki oleh kalangan akademisi atau filsuf. Padahal, pola pikir kritis sangat mungkin dilatih oleh siapa saja, termasuk dalam aktivitas harian kita. Yang diperlukan bukan kecerdasan luar biasa, melainkan kesadaran untuk mengelola pikiran dengan bijak, sabar, dan reflektif.

Berikut lima cara sederhana namun efektif untuk melatih pola pikir kritis—tanpa harus menjadi pribadi yang antisosial atau terkesan “melawan arus”:


1. Tunda Lima Detik Sebelum Memercayai (Latihan Skeptisisme Ringan)

Filsuf René Descartes memulai pemikiran filsafatnya dengan meragukan segala hal. Namun, ini bukan sikap nyinyir atau sinis. Tujuannya adalah untuk membangun keyakinan berdasarkan dasar yang kokoh.

Sebagai latihan praktis, setiap kali kita membaca atau mendengar informasi yang langsung terasa meyakinkan, cobalah berhenti sejenak. Tanyakan pada diri sendiri:

“Apakah ini dapat dikonfirmasi secara fakta? Atau hanya terasa benar karena sesuai dengan emosiku?”



Kebiasaan ini membantu kita terhindar dari kepercayaan yang terbentuk karena bias pribadi.


2. Ubah “Aku Setuju” Menjadi “Menarik, Mengapa Ya?”

Dalam metode Socrates, pencarian kebenaran dilakukan melalui dialog, bukan perdebatan. Alih-alih mengiyakan informasi secara spontan dengan berkata “benar sekali!”, cobalah katakan:

 “Menarik. Tapi mengapa ini terdengar masuk akal? Apakah karena aku sudah sering mendengarnya sebelumnya?”



Pergeseran kecil dalam respons ini membuka ruang untuk pemahaman yang lebih dalam, bukan sekadar mengafirmasi keyakinan yang sudah ada.



3. Simpan Satu Pertanyaan untuk Setiap Opini yang Diterima

Marcus Aurelius, kaisar sekaligus filsuf Stoik, terbiasa menguji pendapat orang lain tanpa merendahkan pribadi mereka. Saat Anda mendengar opini seperti,

“Anak muda sekarang malas bekerja karena terlalu banyak bersantai,”
jangan langsung menyanggah. Simpan pertanyaan dalam hati:
“Apakah ada data yang mendukung? Atau ini hanya pengamatan dari lingkungan terbatas?”



Satu pertanyaan seperti ini dapat membuka perspektif baru dan menjaga kita dari penilaian yang sempit.



4. Evaluasi Diri: Apakah Saya Mencari Kebenaran atau Pembenaran?

Menurut Immanuel Kant, berpikir kritis bukan berarti mematikan emosi, melainkan menyeimbangkan nalar dan nilai.

Sebelum mempertahankan suatu pendapat dengan keras, tanyakan kepada diri sendiri:

“Apakah saya meyakini ini karena pertimbangan logis, atau hanya karena ego dan gengsi pribadi?”



Keberanian untuk jujur terhadap diri sendiri adalah inti dari integritas intelektual.


---

5. Sediakan Waktu untuk Diam dan Merenung

Filsuf Stoik seperti Epictetus dan Marcus Aurelius menyarankan untuk menyediakan waktu khusus untuk berpikir. Tulis pikiran, perhatikan reaksi emosional, dan diam sejenak sebelum merespons dunia.

Luangkan waktu 10 menit setiap hari—tanpa gangguan, tanpa suara—hanya untuk memeriksa pikiran sendiri.
Tanyakan:

 “Apakah hari ini saya berpikir lebih jernih dibanding kemarin?”



Diam yang reflektif seringkali menghasilkan kejernihan berpikir yang tidak ditemukan dalam kebisingan dunia.

Penutup: Menjadi Kritis, Bukan Reaktif

Berpikir kritis bukan tentang menjadi “yang paling pintar di ruangan”, melainkan tentang menjadi pribadi yang:

Tidak mudah percaya,

Tidak reaktif dalam menyikapi informasi,

Dan tahu kapan waktunya bertanya, bukan berasumsi.


Dari lima latihan di atas, manakah yang paling ingin Anda coba minggu ini?

Mari biasakan diri untuk berpikir sebelum percaya, mendengar sebelum menyimpulkan, dan bertanya sebelum menilai.

Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Bertemu Anak Kecil

ADAB KETEMU ANAK KECIL

1.Jangan cium, gendong, atau kasih makanan tanpa izin orang tuanya. Karena kita ga pernah tau mereka punya alergi sama apa, dan daya tahan tubuhnya seperti apa
.
2. Jangan cium bagian bibir, atau pipi. Orang dewasa bisa aja nularin penyakit yg mungkin tanpa sadar kita bawa.
.
3. Jangan bangunkan bayi yang sedang tidur, hanya karena gemas dan ingin bermain dengannya. Kita ga tau sudah sesusah apa ibunya berusaha menidurkan anaknya.
.
4. Jangan dengan sengaja membuat anak menangis dengan alasan lucu, gemas. Hal ini bisa berakibat buruk kepada psikologis anak. Yang paling ringan, mood anak bisa berantakan dan jadi rewel seharian. Kasihan ibunya.
.
5. Jangan menggelitik anak, ini bahaya bisa membuat anak kejang dan ga lucu sama sekali.
.
6. Selalu izin dan tanya orangtuanya terutama ibunya sebelum main dengan anak mereka, dan hargai parenting orang tuanya, atau penolakan orang tuanya jika mereka ga ngizinin. Karena yg paling tau anak mereka adalah orang tuanya, bukan kita. Kalo di tolak atau ga diizinin ortunya, ga usah julid, baper apalagi sampe ngatain ibunya. Setiap ortu/ibu punya cara asuh masing2 yg pasti terbaik yg diusahakan mereka. 
.
Semoga bermanfaat

Kamis, 07 Agustus 2025

Waqof pakai embel-embel

Waqof pakai embel-embel 

*Deskripsi*
1. Ada Seorang kaya raya bernama Abdul Jalal , beliau memiliki banyak aset tanah, sewaktu- waktu ada makelar ingin membeli dan terjadi tawar-menawar salah satu tanahnya untuk dibeli, dengan penawaran yang panjang akhirnya si pemilik tanah tidak menjualnya akan tetapi mewakofkannya, si mekelar tadi disuruh mancari siapa yang mau menerima tanah yang diwakofkan tersebut, tapi ada embel embel dari pemilik tanah untuk memberikan uang 30 juta sebagi jerih payahnya makelar tersebut. 

*Pertanyaan*
1. Apakah boleh mewakofkan dengan adanya emebel-embel tersebut sebagai landasan jerih payahnya makelar itu, 
2. Apakah tidak masuk dalam katagori syarat fasid. ? 

*Jawaban*
Boleh, sedangkan status uang 30 juta adalah imbalan *_(Ju'lu)_* dari aqad Sayembara *_(Ju'alah)_*

*Referensi*

البيجوري, 2/48).
وَشَرْعًا اِلْتِزَامُ مُطْلَقِ التَّصَرُّفِ عِوَضًا مَعْلُوْمًا عَلَىْ عَمَلٍ مُعَيَّنٍ اَوْ مَجْهُوْلٍ لِمُعَيَّنٍ اَوْ غَيْرِهِ اهـ
(كفاية الأخيار, 1/313).
وَيُشْتَرَطُ فِىْ الْجُعْلِ اَنْ يَكُوْنَ مَعْلُوْمًا لِأَنَّهُ عِوَضٌ فَلَا بُدَّ مِنَ الْعِلْمِ بِهِ كَالْأُجْرَةِ فِى الْإِجَارَةِ فَلَوْ كَانَ مَجْهُوْلًا كَقَوْلِهِ مَنْ رَدَّ اَبِقِىْ اَوْ ضَالَّتِىْ فَلَهُ ثَوْبٌ اَوْ عَلَىَّ رِضَاهُ وَنَحْوِ ذَلِكَ كَقَوْلِهِ أُعْطِيْهِ شَيْئاً فَهُوَ فَاسِدٌ فَإِذَا رَدَّ اِسْتَحَقَّ اُجْرَةَ الْمِثْلِ اهـ
(مغنى المحتاج, 2/42).
فَلَوْ جَمَعَ بَيْنَ لَازِمٍ وَجَائِزٍ كَبَيْعٍ وَجُعَالَةٍ لَمْ يَصِحَّ قَطْعًا كَمَا ذَكَرَهُ الَّرافِعِىُّ فِىْ الْمُسَابَقَةِ اهـ
(بغية المشترسدين, 169-168)
فَإِنْ كَانَ الْمَجْعُوْلُ عَلَيْهِ مَعْلُوْمًا عِنْدَ الْجعِيْلِ بِأَنْ شَاْهَدَهُ قَبْلَ الْغَرقِ اَوْ وَصَفَهُ لَهُ صَحَّ الْعَقْدُ وَاِسْتَحَقَّ اَلْمُسَمَّىْ وَإِلَّا فَسَدَ وَاِستَحَقَّ اُجْرَةَ الْمِثْلِ اهـ

Berpikir Sebelum Bertindak: Kunci Bijak dalam Hidup

Imam Abdullah Al-Haddad berkata:
دَبِّرْ ثُمَّ افْعَلْ، فَكِّرْ ثُمَّ قُلْ
Rencanakan dulu, baru kerjakan Pikirkanlah dulu, baru ucapkan (Al-Hikam Al-Haddad iyah 96)

Berikut Penjelasannya:
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tergoda untuk bertindak cepat atau berbicara spontan tanpa mempertimbangkan akibatnya. Padahal, dua kalimat sederhana ini mengandung pelajaran hidup yang sangat penting: “Rencanakan dulu, baru kerjakan. Pikirkanlah dulu, baru ucapkan.”

1. Pentingnya Rencana Sebelum Bertindak

Setiap tindakan yang tidak direncanakan dengan matang berisiko menghasilkan kekacauan atau kegagalan. Merencanakan terlebih dahulu berarti kita memberi waktu pada diri sendiri untuk memikirkan tujuan, langkah-langkah yang harus diambil, risiko yang mungkin muncul, serta solusi yang bisa disiapkan. Dengan begitu, tindakan yang diambil akan lebih terarah, efisien, dan minim kesalahan.

Misalnya, dalam dunia kerja, seseorang yang terbiasa merancang strategi terlebih dahulu akan lebih siap menghadapi tantangan dibanding mereka yang bekerja tanpa perencanaan. Dalam skala pribadi pun, seperti mengatur keuangan atau waktu, perencanaan membantu hidup lebih tertata.

2. Berpikir Dahulu Sebelum Berucap

Sering kali kata-kata yang keluar dari mulut dapat melukai perasaan orang lain, menimbulkan salah paham, bahkan merusak hubungan. Oleh karena itu, penting untuk selalu berpikir sebelum berbicara.

Memikirkan ucapan sebelum diucapkan menunjukkan kedewasaan dan kebijaksanaan. Hal ini juga mencerminkan rasa tanggung jawab terhadap dampak dari setiap kata yang keluar. Ucapan yang dipertimbangkan dengan baik akan membangun suasana positif, menghargai orang lain, dan menjadi sarana komunikasi yang sehat.

3. Cerminan Sikap Bijak dan Dewasa

Kedua sikap ini—merencanakan sebelum bertindak dan berpikir sebelum berbicara—merupakan tanda seseorang yang memiliki kedewasaan emosional dan kecerdasan dalam bersikap. Orang yang bijak tidak mudah tergesa-gesa, melainkan bersikap tenang dan mempertimbangkan setiap tindakan dan ucapannya dengan cermat.

4. Mencegah Penyesalan

Banyak orang menyesal setelah melakukan sesuatu secara terburu-buru atau mengatakan sesuatu yang tidak pantas. Penyesalan itu bisa dihindari jika sejak awal kita membiasakan diri untuk mengambil jeda sejenak—berpikir dan merencanakan—sebelum bertindak atau berbicara.


Kesimpulan 

Ungkapan “Rencanakan dulu, baru kerjakan. Pikirkanlah dulu, baru ucapkan” bukan hanya nasihat sederhana, tapi prinsip hidup yang dapat membawa banyak kebaikan. Ia mengajarkan kita untuk tidak bertindak reaktif, tetapi reflektif. Dengan menjadikan prinsip ini sebagai kebiasaan, kita akan lebih siap menghadapi hidup dengan bijak, tenang, dan penuh pertimbangan.

Rabu, 06 Agustus 2025

Hukum Menjual Mushalla Wakaf

*Deskripsi Masalah*
Ada sebuah mushalla waqaf yang sudah sudah terbengkalai, tapi belum punya Akta Ikrar Wakaf (AIW). Musalla tersebut sudah tidak terawat dan tidak ada aktivitas shalat berjamaah di situ. Padahal semua ahli waris dari wakif masih ada. 

*Pertanyaan*
Adakah pendapat yang memperbolehkan membeli/menjual mushalla yang statusnya seperti di atas (selain Madzhab Syafi'i)?

*Jawaban*
Dalam Madzhab Syafi’i, Maliki dan Hanafi menjual benda waqaf tidak boleh dan tidak sah dalam keadaan apa pun. Bahkan jika perkampungan di sekitar mushalla sudah rusak, penduduknya berpencar, dan mushallanya tidak lagi berfungsi, maka mushalla itu tidak boleh dijual dan tidak kembali menjadi hak milik (pribadi). 

Menurut kalangan Hanabilah juga tidak boleh menjual barang wakaf, kecuali jika terjadi hal-hal berikut:
1. Masjidnya rusak hingga tidak bisa dimanfaatkan sama sekali, tapi menurut Syeikh Taqiyuddin boleh menjualnya untuk kemaslahatan meski bukan dalam keadaan tidak berfungsi total.
2. Tidak ada dana dari pendapatan wakaf yang bisa dipakai untuk memperbaikinya.
3. Keberadaannya sudah benar-benar tidak berfungsi karena perkampungan sekitarnya sudah bubar atau tempatnya menjijikkan sehingga membuat orang enggan shalat di sana.
Setelah tanah wakaf dijual, pengelolaan hasil penjualan harus dialokasikan untuk kepentingan wakaf yang sama, sehingga tujuan wakaf tetap abadi dan tercapai.


*Referensi*
المجموع شرح المهذب - (9 / 245) 

(الثانية) *بيع العين الموقوفة باطل بلا خلاف عندنا سواء قلنا إن الملك فيه لله تعالى أو للموقوف عليه أو باق على ملك الواقف*

المهذب - (1 / 442) 

فصل وإذا صح الوقف لزم وانقطع تصرف الواقف فيه لما روى ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لعمر رضي الله عنه إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها لا تباع ولا توهب ولا تورث ويزول ملكه عن العين ومن أصحابنا من خرج فيه قولا آخر أنه لا يزول ملكه عن العين لان الوقف حبس العين وتسبيل المنفعة وذلك لا يوجب زوال الملك والصحيح هو الأول لانه سبب يزيل ملكه عن التصرف في العين والمنفعة فأزال الملك كالعتق

النجم الوهاج الجزء الخامس صـ 518 

قال: (ولو انهدم مسجد وتعذرت إعادته .. لم يبع بحال)؛ لقوله ﷺ: (لا يباع أصلها) ولأنه كالعبد إذا عتق من زمن، ولا يشبه جفاف الشجرة؛ لأن توقع عود الناس والعمارة قائم، وأيضًا الانتفاع في الحال بالصلاة في العرصة ممكن، وبهذا يفرق بينه وبين الفرس الموقوف على الغزو إذا كبرت ولم تصلح للغزو؛ فإن صاحب (المغني) نقل الإجماع على جواز بيعها، وقاس عليه المسجد، وكما يمتنع بيعه يمتنع إيجاره. ولو صار موضعه بركة ماء .. لم تجز إجارتها لصيد السمك على بقية الجدر وإن جوزناه في غيرها، وكذلك الحكم إذا خربت المحلة التي حول المسجد وتفرق الناس عنها وتعطل المسجد .. لا يباع ولا يعود ملكًا، فإن لم يخف من أهل الفساد أن ينقضوه .. لم ينقض، وإن خيف .. نقض وحفظ، وإن رأى الحاكم أن يعمر بنقضه مسجدًا آخر .. جاز، وما كان أقرب إليه فهو أولى، ولا يجوز صرفه إلى عمارة بئر أو حوض، وكذا البئر الموقوفة إذا خربت يصرف نقضها إلى بئر أخرى لا إلى المسجد.
ويراعى غرض الواقف ما أمكن، والحكم الذي ذكره المصنف من أن المسجد لا يباع بحال لا خلاف فيه عندنا وعند مالك والحنيفة.

الإنصاف - (7 / 77) 

اعلم *أن الوقف لا يخلو إما أن تتعطل منافعه أو لا.فإن لم تتعطل منافعه لم يجز بيعه ولا المناقلة به مطلقا نص عليه في رواية علي بن سعيد قال لا يستبدل به ولا يبيعه إلا أن يكون بحال لا ينتفع به.ونقل أبو طالب لا يغير عن حاله ولا يباع إلا أن لا ينتفع منه بشيء وعليه الأصحاب.وجوز الشيخ تقي الدين رحمه الله ذلك لمصلحة* وقال هو قياس الهدى وذكره وجها في المناقلة.وأومأ إليه الإمام أحمد رحمه الله.ونقل صالح يجوز نقل المسجد لمصلحة الناس وهو من المفردات.واختاره صاحب الفائق وحكم به نائبا عن القاضي جمال الدين المسلاتي.

مطالب أولي النهى - (4 / 366) 

( ولا يباع ) فيحرم بيعه ولا يصح وكذا المناقلة به ( إلا أن تتعطل منافعه ) أي : الوقف ( المقصودة ) منه ( بخراب أو غيره ) مما يأتي التنبيه عليه ( بحيث لا يرد ) الوقف ( شيئا ) على أهله ( أو يرد شيئا لا يعد نفعا ) بالنسبة إليه وتتعذر عمارته وعود نفعه ( ولم يوجد ) في ريع الوقف ( ما يعمر به ولو ) كان الخارب الذي تعطلت منفعته وتعذرت إعادته ( مسجدا ) حتى ( بضيقه على أهله ) المصلين به وتعذر توسيعه في محله ( أو ) كان مسجدا وتعذر الانتفاع به ( لخراب محلته ) أي : الناحية التي بها المسجد أو استقذار موضعه ) قال القاضي : يعني إذا كان ذلك يمنع من الصلاة فيه ( أو ) كان الوقف ( حبيسا لا يصلح لغزو فيباع ) وجوبا قال في الفروع : وإنما يجب بيعه لأن الولي يلزمه فعل المصلحة وهو ظاهر رواية الميموني وغيرها ( ولو شرط ) واقفه ( عدم بيعه وشرطه ) إذن ( فاسد ) نصا وعلل بأنه ضرورة ومنفعة لهم لحديث : ما بال أقوام يشترطون شروطا ليست في كتاب الله إلى آخره ( *ويصرف ثمنه في مثله ) إن أمكن لأن في إقامة البدل مقامه تأبيدا له وتحقيقا للمقصود فتعين وجوبه ( أو في بعض مثله ) قال في الفروع قاله أحمد : لأنه أقرب إلى غرض الواقف وقال الخرقي : لا يشترط أن يشتري من جنس الوقف الذي بيع بل أي شيء اشترى بثمنه مما يرد على الوقف جاز وقال الشيخ تقي الدين : وأما المسجد ونحوه فليس ملكا لمعين باتفاق المسلمين وإنما هو ملك لله فإذا جاز إبداله بخير منه للمصلحة فالموقوف على معين أولى بأن يعوض بالبدل وإما أن يباع ويشترى بثمنه البدل والإبدال بجنسه مما هو أنفع للموقوف عليه* وقال : إذا كان يجوز في المسجد الموقوف الذي يوقف للانتفاع بعينه - وعينه محترمة شرعا - يجوز أن يبدل به غيره للمصلحة لكون البدل أنفع وأصلح وإن لم تتعطل منفعته بالكلية ويعود الأول طلقا مع أنه مع متعطل نفعه بالكلية فلأن يجوز الإبدال بالأنفع والأصلح فيما يوقف للاستغلال أولى وأحرى فإنه عند أحمد يجوز ما يوقف للاستغلال للحاجة قولا واحدا وفي بيع المسجد روايتان فإذا جوز على ظاهر مذهبة أن يجعل المسجد طلقا ويوقف بدله أصلح منه وإن لم تتعطل منفعة الأول أحرى فإن بيع الوقف المستغل أولى من بيع المسجد وإبداله أولى من إبدال المسجد لأن المسجد تحترم عينه شرعا ويقصد للانتفاع بعينه فلا تجوز إجارته ولا المعاوضة عن منفعته بخلاف وقف الاستغلال فإنه تجوز إجارته والمعاوضة عن نفعه وليس المقصود أن يستوفي الموقوف عليه منفعته بنفسه كما يقصد ذلك في المسجد الأول ولا له حرمة شرعية لحق الله تعالى كما للمسجد وقال : يجب بيع الوقف مع الحاجة بالمثل وبلا حاجة يجوز بخير منه للمصلحة ولا يجوز بمثله لفوات التغيير بلا حاجة وذكره وجها في المناقلة وأومأ إليه الإمام أحمد وقال شهاب الدين بن قدامة في كتابه المناقلة في الأوقاف واقعة نقل مسجد الكوفة وجعل بيت المال في قبلته وجعل موضع المسجد سوقا للتمارين اشتهرت بالحجاز والعراق والصحابة متوافرون ولم ينقل إنكارها ولا الاعتراض فيها من أحد منهم بل عمر هو الخليفة الآمر وابن مسعود هو المأمور الناقل فدل هذا على مساغ القصة والإقرار عليها والرضى بموجبها *وهذه حقيقة الاستبدال والمناقلة وهذا كما أنه يدل على مساغ بيع الوقف عند تعطل نفعه فهو دليل أيضا على جواز الاستدلال عند رجحان المبادلة* ولأن هذا المسجد لم يكن متعطلا وإنما ظهرت المصلحة في نقله لحراسة بيت المال الذي جعل في قبلة المسجد الثاني انتهى وصنف صاحب الفائق مصنفا في جواز المناقلة للمصلحة سماه المناقلة بالأوقاف وما في ذلك من النزاع والخلاف قال في الإنصاف : وأجاد فيه ووافقه على جوازها الشيخ تقي الدين وابن القيم والشيخ عز الدين حمزة ابن شيخ السلامية وصنف فيه مصنفا سماه : دفع المثاقلة في بيع المناقلة ووافقه على ذلك من أئمتنا جماعة في عصره

Senin, 04 Agustus 2025

Mendidik Anak Dalam Perspektif Psikologi Islam

Mendidik Anak Dalam Perspektif Psikologi Islam



Belakangan ini, dunia pendidikan diwarnai dengan potret suram yang sangat mengkhawatirkan anak-anak yang dulu diharapkan menjadi generasi harapan bangsa, kini malah berani melawan guru, bahkan ada yang tega memukul pendidiknya sendiri di dalam kelas! Ini bukan sekadar kenakalan biasa, tapi alarm keras yang menunjukkan bahwa ada yang rusak dari akar yakni pola asuh di rumah. 

Jangan buru-buru menyalahkan sekolah atau guru! Karena sejatinya, anak adalah cermin dari orang tuanya. Jika di rumah anak menyaksikan orang tua saling bentak, saling pukul, bahkan hidup dalam suasana penuh konflik dan amarah, maka jangan heran bila anak meniru itu semua di luar rumah.

Bukankah waktu bersama orang tua jauh lebih banyak daripada waktu bersama guru? —maka rusaknya akhlak anak, sejatinya adalah hasil dari retaknya pendidikan dalam rumah tangga. Saat keluarga gagal menjadi madrasah pertama, maka sekolah pun akan kewalahan mengurus luka yang di ditanam oleh tangan-tangan terdekatnya sendiri.

Anak-anak bukanlah makhluk yang tumbuh dalam ruang hampa. Mereka adalah peniru ulung. Apa yang mereka lihat, mereka serap. Apa yang mereka dengar, mereka rekam. Jika setiap hari mereka mendengar kata-kata kasar dari ayah dan ibu, maka mereka pun akan bicara kasar. Jika mereka menyaksikan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah di rumah, maka mereka pun akan menjadikan kekerasan sebagai solusi di sekolah. 

Maka jangan terkejut ketika tangan mungil itu tiba-tiba memukul gurunya—karena bisa jadi, tangan itu sedang meniru apa yang dilihatnya di rumah. Dan lebih ironis lagi, sebagian orang tua malah membela anaknya saat bermasalah di sekolah, tanpa pernah bercermin pada dirinya sendiri. Jadi, sebelum menyalahkan sistem pendidikan, mari kita benahi dulu “sekolah pertama” anak—yakni rumah kita sendiri. Sebab pendidikan sejati bukan dimulai dari kurikulum, tetapi dari keteladanan.
----
Mendidik anak bukan sekadar mengajarkan benar dan salah, tetapi menanamkan nilai kehidupan dengan cinta dan teladan. Anak-anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah yang hati dan pikirannya masih jernih, ibarat tanah subur yang menanti ditanami. Maka, orang tua adalah penanam utama—segala ucapan, sikap, dan perilaku mereka terekam kuat dalam jiwa anak. Sugesti positif seperti doa, pujian tulus, pelukan hangat, dan sapaan penuh cinta mampu membentuk karakter anak jauh lebih kuat dibanding teriakan atau ancaman.

Dalam pendekatan hypnoparenting, kata-kata yang kita ucapkan adalah "skrip bawah sadar" bagi anak. Ucapan seperti “Anak shalih papa, anakku yang cerdas, dan anak mama tersayang ,” bila diulang dengan hati yang tulus, akan menanamkan identitas positif dalam diri mereka. 

Hindari melabeli anak dengan ucapan negatif seperti “kamu kok nakal banget ya,” atau, "Dasar anak pemalas, anak bodoh, diajari berkali-kali, gak paham²!, Kamu kok goblok banget sih!" karena kata2 itu akan membentuk kepribadian yang sesuai dengan label tersebut. Sebaliknya, fokuskan pada solusi, bukan kesalahan. Saat anak berbuat salah, katakan dengan lembut, “Ibu/Ayah tahu kamu anak baik, hanya perlu belajar lebih sabar, bahwa hal ini kurang baik kamu lakukan, yang baik adalah begini..”

Psikologi Islam menekankan pentingnya qudwah hasanah (teladan yang baik). Anak belajar bukan dari perintah, tetapi dari perilaku. Jika orang tua sabar, anak akan belajar sabar. Jika orang tua jujur, anak pun akan meniru kejujuran. Kepada siapa lagi coba mereka akan belajar dan memotret perilaku, kalau bukan kepada orang tua yang memang selama ini dekat dan terus berkumpul bersamanya. 

Jangan berharap mereka akan jadi anak yang berperilaku baik, jika potret yang mereka dapat dari kita sebagai orang tua adalah potret yang suka marah², suka main tangan, suka teriak-teriak, dan lebih rajin membuka gadget android daripada Kitab Suci Al Qur'an. Mereka justru lebih sering mendengar suara game Mobile Legend daripada sura alunan Al Qur'an dan Shalawat Nabi. Maka, mendidik anak itu sejatinya adalah proses memperbaiki diri sendiri. Jangan ragu meminta maaf pada anak saat Anda berbuat salah, karena itu mengajarkan kerendahan hati yang sangat berharga bagi pembentukan karakter akhlaknya.

Bangunlah rutinitas positif sejak dini—membacakan doa sebelum tidur, mendengarkan alunan Al-Qur'an, dan berbicara dari hati ke hati menjelang tidur, berikan nasihat yang baik dan penuh sugestif saat gelombang otak anak memasuki kondisi tenang, rileks, dan siap menerima sugesti. Di saat inilah orang tua bisa menanamkan kalimat-kalimat motivatif seperti, “Nak, atas izin Allah, besok tiba-tiba kamu jadi lebih cerdas dari sebelumnya, kamu jadi lebih patuh dan penurut kepada orang tua, atau kamu besok atas izin Allah, tanpa kamu tau penyebabnya, kamu menjadi anak yang lebih semangat dan rajin ibadahnya, rajin sekolahnya, hafalannya semakin meningkat, dan semakin cerdas dari hari ke hari,” atau “Allah sayang sama kamu Nak, kamu terberkati, dan Ibu pun begitu sayang sama kamu, kamu hebat, kamu mampu dan memiliki sifat jujur dan amanah.” Kata-kata sederhana ini membangun pondasi rasa aman dan percaya diri yang kokoh bagi anak.

Ingatlah, anak bukan beban, tapi peluang untuk mencetak generasi surga. Didik mereka dengan cinta, bukan kemarahan. Dengan kelembutan, bukan kekerasan. Sematkan dalam hati bahwa setiap kalimat dan sikap kita sedang mengukir masa depan mereka. Maka tanamlah kebaikan hari ini, agar esok hari mereka tumbuh menjadi pribadi kuat, tangguh, dan berjiwa mulia—yang tidak hanya membanggakan di dunia, tapi juga menjadi penyejuk mata di akhirat. Amin

Disarikan dari: Ust Salam, S.E.I, M.E, C.Ht, C.MH, C.I, C.MNLP
(Dosen, Praktisi Hipnoterapi & NLP) 

Perbaiki Niatmu, Maka Engkau Takkan Pernah Kecewa


"Tidak akan pernah kecewa orang yang punya niat baik" (Abdullah Alawi Al-Haddad, Al-Hikam Al-Haddad iyah 64)

Berikut penjelasannya:

Orang yang melakukan sesuatu dengan niat yang benar dan tulus, tidak hanya mencari keuntungan pribadi atau pamrih, melainkan didorong oleh kebaikan dan keikhlasan, tidak akan merasa kecewa, meskipun hasilnya mungkin tidak sesuai harapan.

Hal ini didasarkan beberapa hal:

1. Keikhlasan membuat hati tenang. Orang yang niatnya baik tidak terikat pada hasil duniawi. Ia hanya ingin berbuat baik karena merasa itu benar.

2. Kekecewaan lahir dari harapan yang salah. Kalau niat kita sudah benar (misalnya membantu tanpa berharap balasan), maka tidak akan timbul rasa kecewa ketika tak mendapat apa-apa.

3. Allah menilai niat, bukan hasil. Dalam Islam, niat adalah dasar amal. Meskipun amal itu tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, jika niatnya baik, pahala tetap ada.

Sebagai contoh: Kamu menolong seseorang dengan ikhlas, lalu orang itu tidak berterima kasih atau bahkan menyakiti kamu. Kalau niatmu benar, kamu tidak akan kecewa, karena kamu tahu tujuanmu adalah menolong, bukan mencari pujian.

Intinya: Niat baik adalah kekuatan batin yang membuat seseorang tetap kuat, lapang dada, dan tidak mudah hancur oleh kekecewaan. Maka, jaga niatmu tetap bersih, dan hasilnya serahkan pada Tuhan.


Minggu, 03 Agustus 2025

Jika Yakin Pada Sang Khaliq, Maka Takkan Pernah Tersakiti Oleh Makhluk

Jika Yakin Pada Sang Khaliq, Maka Takkan Pernah Tersakiti Oleh Makhluk

Zuhair bin Habib Berkata: "Orang yang yakin akan datangnya pahala dari Allah, maka dia takkan pernah merasa tersakiti" (Imam Ahmad, Az-Zuhdu 152)

Maksud dari ungkapan di atas adalah:

Ketika seseorang memiliki keyakinan penuh bahwa setiap ujian, kesulitan, atau perlakuan tidak menyenangkan yang ia alami akan diberi pahala oleh Allah, maka hatinya akan tetap tenang dan tidak larut dalam rasa sakit atau kekecewaan.

Penjelasan lebih detail:

1. Keyakinan kepada balasan Allah: Orang yang yakin kepada Allah memahami bahwa segala perbuatan baik - termasuk bersabar, memaafkan, menahan amarah, atau menerima takdir dengan lapang dada tidak akan sia-sia. Allah akan membalas semuanya dengan pahala yang berlipat.

2. Hatinya terfokus pada akhirat, bukan dunia: la tidak mencari pujian, balasan, atau keadilan mutlak dari manusia di dunia. la tahu bahwa dunia adalah tempat ujian, dan balasan sejati ada di akhirat.

3. Sabar menjadi kekuatan, bukan beban: Saat disakiti, difitnah, atau mengalami penderitaan, ia tidak merasa hancur, karena ia percaya bahwa Allah melihat dan akan memberikan ganjaran. Ini menjadikannya kuat dan tegar.

Contoh sederhana:

Seseorang yang berbuat baik, semisal menolong orang lain, kemudian dia difitnah punya modus tertentu.

Maka saat dia memilih diam dan bersabar karena yakin Allah Maha Mengetahui juga Maha Membalas- dia tidak akan merasa terlalu tersakiti secara batin. Karena dia percaya bahwa pahala Allah dan keridoan-Nya jauh lebih berharga dari Dunia dan seisinya.

Kesimpulan:

Keyakinan akan pahala Allah mampu meredakan luka dan penderitaan. Karena ketika hati sudah yakin kepada janji-Nya, maka penderitaan dunia tidak lagi membebani, melainkan menjadi jalan menuju kedekatan dengan-Nya.

Jumat, 01 Agustus 2025

Mata Juga bisa berzina

AWAS ZINA MATA
(memandang lawan jenis dengan syahwat) adalah dosa besar dan haram. Meskipun tidak ada hukuman fisik yang spesifik seperti pada zina haqiqi (zina fisik), zina mata tetap merupakan dosa yang perlu dihindari dan dipertanggungjawabkan kepada Allah. 

Elaborasi:
Zina mata adalah dosa besar:
Islam melarang umat Muslim untuk memandang lawan jenis dengan pandangan yang tidak terjaga karena dapat menimbulkan syahwat dan mengarah pada perbuatan tercela. 
Pintu masuk syahwat:
Zina mata dianggap sebagai pintu masuk syahwat yang dapat mengarah pada perbuatan zina fisik. 

Perlu dihindari:
Umat Muslim dianjurkan untuk menjaga pandangannya dari lawan jenis yang bukan mahram agar terhindar dari zina mata dan perbuatan dosa lainnya. 
Tentu ada hukuman:
Meskipun tidak ada hukuman had (hukuman fisik) seperti pada zina fisik, zina mata tetap merupakan dosa besar yang memiliki hukuman di akhirat. 
Cara menghapus dosa:
Dosa zina mata dapat dihapus dengan bertaubat secara tulus kepada Allah SWT, memperbanyak istighfar, dan menjauhi perbuatan yang serupa di masa depan. 

Contoh dalil:
"Sesungguhnya mata itu melihat, dan hati itu merasakan. Maka bersungguh-sungguhlah kalian berdua untuk menjaga, siapa tahu Allah akan memberi kalian rahmat." (Hadis Riwayat Ibnu Hibban)
"Sesungguhnya orang yang memandang lawan jenis tanpa keperluan adalah orang yang telah membuka pintu zina." (Hadis Riwayat Ibnu Hibban) 

Kesimpulan:
Zina mata adalah dosa besar yang harus dihindari oleh setiap Muslim. Meskipun tidak dikenai hukuman had, dosa ini tetap berakibat buruk di akhirat dan perlu dipertanggungjawabkan kepada Allah. Cara menghapus dosa ini adalah dengan bertaubat, memperbanyak istighfar, dan menjauhi perbuatan yang serupa di masa depan.


Kuncinya harus sabar

Zuhair bin Habib berkata: "Siapa yang sabar atas hal tak menyenangkan, niscaya akan mendapatkan hal yang disukai" (Imam Ahmad, Az-Zuhd 152)

Maksudnya:

Orang yang mampu bersabar ketika menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan—seperti cobaan, hinaan, kesulitan hidup, kegagalan, atau penderitaan—pada akhirnya akan mendapatkan balasan atau hasil yang baik, berupa:

Kemudahan setelah kesulitan

Keberhasilan setelah perjuangan

Seperti orang yang sabar berlatih meski sakit dan lelah, pada akhirnya ia menjadi juara. Atau orang yang sabar menahan lapar saat puasa, akhirnya merasakan nikmat berbuka dan pahala dari Allah.

Ini selaras dengan firman Allah:

"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6)

Dan sabda Nabi SAW:

"Ketahuilah, bahwa kemenangan itu bersama kesabaran." (HR. Tirmidzi)

Kesimpulan:

Kesabaran adalah jembatan menuju sesuatu yang disukai. Walaupun terasa berat di awal, hasilnya akan membawa kebahagiaan yang lebih besar dan bermakna.

Kamis, 31 Juli 2025

Bahagia Itu Sederhana: 5 Kebiasaan Ringan yang Terbukti Meningkatkan Fungsi Otak

Bahagia Itu Sederhana: 5 Kebiasaan Ringan yang Terbukti Meningkatkan Fungsi Otak

Selama ini banyak orang mengira bahwa kebahagiaan otak hanya bisa diperoleh melalui pencapaian besar seperti promosi kerja, liburan mewah, atau penghargaan prestisius. Padahal, menurut hasil penelitian dari University of California, Los Angeles (UCLA), otak manusia juga dapat merespons stimulus kecil—seperti senyuman, cahaya alami, atau warna cerah—dengan pelepasan dopamin dan serotonin, hormon yang memicu rasa senang dan tenang.

Temuan ini menunjukkan bahwa otak tidak membedakan antara “hal besar” dan “hal kecil” selama stimulus tersebut tepat dan positif. Justru, dalam kehidupan sehari-hari, otak kita lebih sering mendapatkan kebahagiaan dari pengalaman sederhana yang kerap kali luput kita sadari.

Berikut adalah lima kebiasaan ringan yang terbukti secara ilmiah mampu meningkatkan kebahagiaan dan fungsi otak—tanpa biaya mahal maupun rencana yang rumit:


---

1. Hadirkannya Warna Cerah dalam Kehidupan Sehari-hari

Desainer dan penulis Ingrid Fetell Lee menyebut bahwa warna-warna seperti kuning, hijau muda, dan biru langit dapat memberikan efek psikologis yang menyegarkan. Otak kita merespons warna-warna ini dengan peningkatan emosi positif, sehingga banyak ruang publik seperti kafe, taman bermain, atau studio kreatif memanfaatkan warna cerah untuk menciptakan suasana menyenangkan.

Langkah sederhana yang bisa Anda lakukan adalah mengganti latar belakang ponsel dengan warna yang memberi semangat atau meletakkan tanaman kecil di meja kerja. Ini bukan sekadar dekorasi, tetapi juga berfungsi sebagai “vitamin visual” yang menyapa otak dengan sinyal positif.


---

2. Membuat dan Menyelesaikan Daftar Tugas Harian

Alex Korb, seorang ahli saraf, menemukan bahwa menyelesaikan satu tugas dari daftar pekerjaan dapat memicu pelepasan dopamin—hormon yang menciptakan perasaan puas dan berdaya. Aktivitas sederhana seperti mencoret satu tugas dalam to-do list memberi otak sinyal bahwa kita berhasil dan layak diberi penghargaan.

Misalnya, Anda bisa menulis tiga hal kecil yang ingin diselesaikan hari ini. Setelah satu selesai, tandai atau coret dari daftar. Sensasi ringan yang muncul bukan sekadar sugesti, melainkan hasil kerja sistem penghargaan dalam otak.


---

3. Berpelukan Selama Minimal 20 Detik

John Medina, ahli biologi molekuler, menjelaskan bahwa sentuhan fisik dapat memicu pelepasan oksitosin—hormon yang menciptakan rasa keterikatan, kedekatan emosional, dan rasa aman. Namun, untuk mengaktifkan efek penuh dari hormon ini, dibutuhkan setidaknya 20 detik pelukan yang penuh perhatian.

Jadi, apabila Anda merasa cemas, letih, atau kekurangan semangat, cobalah memeluk pasangan, anggota keluarga, atau hewan peliharaan Anda. Otak akan mencatat pelukan tersebut sebagai momen yang menenangkan dan memulihkan.


---

4. Mendengarkan Musik yang Memiliki Makna Pribadi

Menurut Rick Hanson, musik yang paling efektif dalam menimbulkan rasa bahagia adalah musik yang memiliki keterkaitan emosional dengan pendengarnya. Otak merespons musik bukan hanya sebagai suara, tetapi sebagai pengingat akan kenangan dan suasana hati.

Coba dengarkan kembali lagu-lagu yang mengingatkan Anda pada masa jatuh cinta, saat bangkit dari kegagalan, atau momen penuh kebebasan. Biarkan otak bernostalgia dan memproses perasaan secara alami. Musik seperti ini bisa menjadi terapi yang sederhana dan mendalam.


---

5. Melakukan Kebaikan Kecil secara Spontan

Penulis Atomic Habits, James Clear, menyatakan bahwa memberi tanpa pamrih adalah bentuk kebiasaan yang memperkuat identitas diri yang positif. Memberi pujian tulus, membantu orang lain, atau menyebarkan komentar positif dapat meningkatkan pelepasan serotonin dalam otak—hormon yang menumbuhkan rasa damai, percaya diri, dan penuh makna.

Anda bisa mulai dengan memuji rekan kerja, membantu orang tua membawa barang belanjaan, atau memberikan komentar apresiatif di media sosial. Tindakan ini tidak perlu dipublikasikan; cukup biarkan otak Anda menyerap rasa puas dari tindakan yang tulus.


---

Penutup: Bahagia Itu Tentang Frekuensi, Bukan Skala

Kebahagiaan bukan semata-mata soal besar kecilnya peristiwa, melainkan seberapa sering otak kita diberi kesempatan untuk merasa dihargai, terhubung, dan diberi sinyal positif. Lima kebiasaan di atas dapat menjadi langkah awal untuk menyapa otak setiap hari—dengan cara yang lembut, konsisten, dan berdampak nyata.

Pertanyaannya: dari kelima kebiasaan di atas, mana yang ingin Anda coba hari ini?
Bagikan artikel ini kepada mereka yang merasa hidupnya “biasa-biasa saja”. Bisa jadi, otak mereka hanya belum disentuh dengan cara yang sederhana namun berarti.

Pasangan Yang Kelak Menjadi Musuh Di Hari Kiamat

Bila suami tidak mendidik dengan benar, maka kelak istri akan menjadi musuhnya pada hari Kiamat


عن عمرو بن قيس الملائي قال: "إن المرأة لتخاصم زوجها يوم القيامة عند الله عز وجل فتقول: إنه كان لا يؤدبني
ولا يعلمني شيئا، كان يأتيني بخبز السوق". تفسير السمعاني (475/5)

Berkata Amr bin Qais rahimahullah, “Sungguh seorang wanita akan benar-benar memusuhi suaminya pada hari kiamat di hadapan Allah, dan ia berkata: “Sesungguhnya ia (suamiku) tidak mendidikku, dan tidak mengajarkan pula sesuatu pun padaku, ia datang kepadaku dengan roti dari pasar.” (Tafsir as-Sam 'aniy 5/475)

Sekte Saba’iyah: Awal Mula Ekstremisme dalam Sejarah Islam

Sekte Saba’iyah: Awal Mula Ekstremisme dalam Sejarah Islam

Prolog

Dalam sejarah Islam, munculnya kelompok-kelompok ekstrem telah menjadi salah satu penyebab utama perpecahan umat. Di antara kelompok yang paling awal dan paling berbahaya dalam hal ini adalah Sekte Saba’iyah—sebuah gerakan yang dinisbatkan kepada Abdullah bin Saba’, seorang tokoh kontroversial yang berasal dari kaum Yahudi, namun kemudian menampakkan diri sebagai seorang Muslim.

Asal-Usul Abdullah bin Saba’

Abdullah bin Saba’ dikenal sebagai tokoh Yahudi dari negeri Hijrah, Persia. Ia kemudian menampakkan keislaman, namun menyembunyikan niat jahatnya untuk merusak Islam dari dalam. Ia termasuk orang yang paling keras memusuhi Khalifah Utsman bin Affan. dan dikenal sebagai penyebar fitnah dan kerusakan internal umat Islam.

Ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib. menjadi khalifah, Ibnu Saba’ melihat peluang untuk menyebarkan ajarannya. Ia mengklaim bahwa Ali adalah washi (penerus spiritual) Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Nabi-nabi terdahulu memiliki washi. Dari sinilah benih ghuluw (ekstremisme) mulai tumbuh dalam tubuh umat.

Keyakinan- keyakinan Menyimpang Saba’iyah

Setelah wafatnya Sayidina Ali, Ibnu Saba’ tidak hanya menolak kematian beliau, tetapi juga menyebarkan keyakinan-keyakinan yang sangat menyimpang:

1. Penolakan terhadap kematian Sayidina Ali.

Ibnu Saba’ menyebarkan kabar bahwa yang terbunuh bukanlah Ali, melainkan setan yang menyerupai Ali, sedangkan Ali sendiri telah diangkat ke langit sebagaimana Nabi Isa as.

2. Mengaitkan Ali dengan fenomena alam
Ia mengatakan bahwa suara guntur adalah suara Ali, dan kilat adalah senyumannya. Ia menyuruh pengikutnya mengucapkan salam kepada Ali saat mendengar guntur.

3. Keyakinan bahwa Ali akan kembali ke dunia
Ia menyatakan bahwa Ali belum mati dan akan turun kembali ke bumi untuk memerintah dunia dengan dua sayapnya. Bahkan, ketika orang-orang membawa kabar kematian Ali dan menunjukkan bukti fisik, Ibnu Saba’ tetap berkata:
“Jika kalian datang kepadaku dengan membawa otaknya dalam kantong, aku tetap tidak percaya bahwa ia telah mati.”

4. Peleburan antara akidah Yahudi, Nasrani, dan Islam
Ibnu Saba’ juga meminjam ajaran dari Yahudi dan Nasrani, seperti keyakinan bahwa seseorang disalib menggantikan Nabi Isa, lalu ia menyamakan hal itu dengan peristiwa wafatnya Ali, seolah yang terbunuh hanyalah orang yang menyerupai Ali.

5. Inisiator pemberontakan

Ibnu Saba' memilih beberapa orang untuk menyebarkan fitnah terhadap Khalifah Usman di berbagai penjuru negeri, sehingga muncullah para penunjuk rasa yang mengepung kediaman Khalifah Usman dan berakhir dengan tragedi terbunuhnya sang Khaifah.

Bahaya Ekstremisme 

Sekte Saba’iyah dianggap sebagai cikal bakal lahirnya kelompok ekstrem Syiah yang melebih-lebihkan kedudukan Ali hingga ke tingkat ketuhanan atau kenabian. Ini tentu menyimpang dari ajaran Islam yang lurus dan menghormati para sahabat tanpa melampaui batas.

Sikap ghuluw seperti ini telah dikecam keras oleh para ulama, karena membuka pintu kepada pemalsuan agama, penyesatan akidah, dan pengkultusan tokoh. 

Epilog 

Kisah Saba’iyah dan Ibnu Saba’ menjadi peringatan penting bagi umat Islam agar waspada terhadap fitnah pemikiran ekstrem yang bisa menyusup lewat klaim cinta kepada Ahlul Bait. Islam mengajarkan keadilan dalam mencintai dan menempatkan para sahabat dan Ahlul Bait pada kedudukan yang pantas sesuai tuntunan Nabi ﷺ.

Cinta kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. adalah sebuah keharusan sebagaimana kita mencintai sahabat yang lain, tetapi mengangkatnya hingga menyerupai Tuhan adalah kesesatan yang keluar dari ajaran Islam. Oleh karena itu, pemikiran seperti yang dibawa oleh Saba’iyah harus dijauhi dan dijelaskan bahayanya kepada generasi umat.

Ref:
Mukhtashar Tarikh Al-Madzahib Karya Prof. Asy-Syaikh Muhammad Abu Zahrah

Keajaiban Surah Al-Baqoroh

Surat Al-Baqarah memiliki banyak ayat yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan menjadi penyembuh hati, jiwa, dan bahkan fisik menurut banyak ulama. Berikut beberapa ayat yang sering dijadikan doa penyembuh (ruqyah syar’iyyah)

1. Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255)

Dikenal sebagai ayat paling agung dalam Al-Qur’an, sangat ampuh sebagai pelindung dan penyembuh.

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ…
(Bacaan lengkap Ayat Kursi dapat dibaca di Al-Baqarah ayat 255)

Khasiat:
 • Melindungi dari gangguan jin dan sihir
 • Menenangkan hati
 • Menguatkan jiwa orang sakit

2. Dua Ayat Terakhir Al-Baqarah (Ayat 285–286)

Disunnahkan dibaca setiap malam, termasuk sebagai penyembuh ruhani dan pelindung.

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ… (285)
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا… (286)

Khasiat:
 • Menjaga dari keburukan
 • Menjadi penutup segala urusan
 • Mengangkat beban hati dan kesulitan

Cara Mengamalkan Sebagai Doa Penyembuh:
 1. Niat yang kuat: Niat untuk memohon kesembuhan dari Allah SWT.
 2. Bacakan ayat-ayat tersebut di atas air, lalu minumkan pada yang sakit (jika memungkinkan).
 3. Rutin dibaca setiap hari, terutama setelah sholat atau sebelum tidur.

Doa Penyembuh Tambahan (berdasarkan hadits):

أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Artinya:
“Hilangkanlah penyakit, wahai Tuhan manusia, sembuhkanlah, Engkaulah Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan selain penyembuhan-Mu, sembuh yang tidak meninggalkan penyakit.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Rabu, 30 Juli 2025

5 tanda orang yang cerdas secara emosional



Berikut 5 tanda orang yang cerdas secara emosional, yang bisa kamu pelajari, latih, dan kembangkan setiap hari.

1. Mereka Tidak Bereaksi, Tapi Merespons

Contoh: Saat disalahkan di depan umum, alih-alih membalas dengan emosi, mereka memilih menanggapi dengan tenang dan rasional.

Dalam buku “Emotional Intelligence”, Daniel Goleman menyebut bahwa orang dengan EQ tinggi tidak dikendalikan oleh emosinya, tapi mampu mengelolanya. Mereka memberi jarak sejenak sebelum merespons, agar tindakan tidak dikendalikan amarah sesaat.

2. Mereka Mampu Menamai dan Memahami Emosinya Sendiri

Contoh: Alih-alih bilang, “Aku lagi nggak enak hati,” mereka bisa bilang, “Aku merasa cemas karena takut gagal.”

Susan David menyebut ini sebagai emotional granularity kemampuan membedakan dan menyebut emosi dengan tepat. Ini penting karena emosi yang dikenali dengan jelas lebih mudah dikelola, dibanding yang samar-samar atau ditekan.

3. Mereka Tidak Takut Mengakui Kesalahan dan Minta Maaf

Contoh: Setelah menyakiti perasaan orang lain, mereka tidak defensif, tapi langsung berkata, “Aku salah. Maaf, aku akan perbaiki.”

Orang dengan kecerdasan emosi tinggi tidak menjadikan harga diri sebagai tameng ego. Mereka tahu bahwa mengakui kesalahan bukan kelemahan, tapi kekuatan yang memperkuat hubungan.

4. Mereka Tahu Kapan Harus Bicara, dan Kapan Harus Diam

Contoh: Saat melihat teman kesulitan, mereka tidak buru-buru memberi solusi. Kadang, mereka hanya hadir, mendengarkan, dan memberi ruang.

Dalam “The Language of Emotions”, Karla McLaren menekankan pentingnya emotional attunement—kemampuan membaca suasana emosional orang lain. Mereka tahu bahwa kadang empati bukan memberi nasihat, tapi hadir tanpa menghakimi.

5. Mereka Tetap Tenang Saat Dunia Kacau

Contoh: Saat tim kerja panik karena masalah mendadak, mereka tetap berpikir jernih dan bantu menenangkan yang lain.

EQ tinggi menciptakan inner anchor jangkar batin yang membuat seseorang tetap stabil di tengah badai. Seperti yang dikatakan Goleman, kecerdasan emosi adalah kombinasi dari kesadaran diri, pengendalian diri, dan pengaruh sosial yang tenang.

Cerdas secara emosional bukan tentang sempurna dalam perasaan, tapi tentang berdamai dengan diri dan mampu hadir untuk orang lain tanpa drama.

Selasa, 29 Juli 2025

Ikhlas Mengajar Adalah Tanda Ilmu Bermanfaat

Salah satu tanda dari ilmu yang bermanfaat adalah mengajar dan menulis karya 

أو علم ينتفع به بالبناء للفاعل أو المفعول فيشمل التعليم والتعلم والتأليف والكتابة ومقابلة الكتب لتصحيحها ، وذكر التاج السبكي : أن التصنيف في ذلك أقوى لطول بقائه على ممر الزمان

شروق الانوار المحمدية ١/١٣٧

Atau Ilmu yang bermanfaat
dengan dimabnikan fail (yantafiu) atau mabni maful (yuntafau) 
Ilmu yang bermanfaat itu mencangkup mengajar dan belajar, mengarang, menulis kitab, dan meneliti untuk memperbaiki sebuah kita
Tahu di As-Subuki menyebutkan bahwa menulis karya adalah yang paling kuat dalam memberi manfaat, karena akan tetap bertahan dengan berjalan waktu

Dua tanda kebodohan

Khalifah Ali Bin Abi Thalib berkata “Dua hal yang pasti dilakukan orang tolol: Sering menoleh dan menjawab tanpa dasar pengetahuan” (Ibnu Syamsil Khilafah, Al-Adab An-Nafiah 11)

Ungkapan di atas mengandung makna sindiran terhadap perilaku yang mencerminkan ketidakyakinan diri dan kebodohan yang angkuh.

Berikut penjelasan detailnya:

1. Sering menoleh
Mempunyai dua arti:
Pertama, kurang fokus dan mudah terpengaruh oleh sekeliling.

Yang kedua tidak punya pendirian, selalu mencari validasi atau ikut-ikutan orang lain.

Seperti orang yang tidak yakin akan arah yang dituju, sehingga terus menoleh ke belakang atau ke samping.

Ini menggambarkan orang yang bingung dan tidak memiliki arah yang jelas dalam berpikir atau bertindak.

2. Menjawab tanpa dasar pengetahuan

Maksudnya:

Asal bicara tanpa tahu fakta atau ilmu, namun tetap merasa yakin dan ingin tampil pintar.

Ini mencerminkan kesombongan dalam kebodohan — seseorang yang tidak tahu, tapi tidak mau mengakuinya.

Seringkali justru orang yang paling tidak tahu adalah yang paling banyak bicara, dan itu bisa membahayakan diri maupun orang lain.

Kesimpulan:

Ungkapan ini ingin menyoroti dua ciri utama dari orang yang bodoh namun tidak sadar kalau dirinya bodoh:

1. Tidak punya arah (mudah goyah, ikut-ikutan),

2. Suka bicara tanpa ilmu (asal jawab, merasa paling tahu & Asbun asal bunyi).

Ini jadi peringatan agar kita lebih berpikir dulu sebelum bicara, dan memastikan pijakan pengetahuan sebelum berpendapat, serta berpendirian kuat tanpa mudah terombang-ambing.


Senin, 28 Juli 2025

Keberkahan itu berdasarkan kualitas, bukan kuantitas

Keberkahan itu berdasarkan kualitas, bukan kuantitas

"Keberkahan tidak bisa diukur dengan jumlah, namun banyaknya jumlah merupakan tanda dari keberkahan" (Ath-Thurthusyi, Sirojul Muluk 204)

Berikut penjelasannya:

1. Keberkahan Tidak Bisa Diukur dengan Jumlah


Keberkahan adalah nilai spiritual dan manfaat yang tidak selalu berkaitan dengan kuantitas.

Sesuatu yang sedikit bisa membawa kebaikan yang besar jika diberkahi Allah. Misalnya, rezeki yang tidak banyak, tapi mencukupi, membuat tenang, sehat, dan membawa kebaikan.
Jadi, ukuran keberkahan lebih pada kualitas dan manfaat, bukan pada jumlah semata.

2. Namun Banyaknya Jumlah Bisa Menjadi Tanda Keberkahan


Meskipun bukan ukuran utama, jumlah yang banyak (rezeki, anak, ilmu, amal, waktu) juga bisa menjadi pertanda bahwa sesuatu itu diberkahi.

Ketika jumlah itu banyak dan tetap membawa kebaikan, manfaat, ketenangan, serta mendekatkan kepada Allah, itu bisa menjadi indikasi keberkahan.

Namun ini tetap harus dilihat dalam konteks: apakah banyaknya itu disertai manfaat dan tidak menjadi beban atau mudarat.


Keberkahan tidak tergantung pada jumlah, tapi pada nilai kebaikan yang dibawanya.
Jumlah yang banyak bisa menjadi tanda keberkahan, asalkan tidak menjauhkan dari kebaikan dan ketakwaan.

Orang yang punya sedikit uang tapi cukup, bermanfaat, dan membuatnya dermawan — itu keberkahan.

Tapi jika seseorang diberi harta yang banyak dan digunakan untuk hal baik, membantu orang, dan mendatangkan ketenangan — itu juga tanda keberkahan.

Minggu, 27 Juli 2025

Kondisi Hatimu Akan Menentukan Rasa Nyamanmu

Kondisi Hatimu Akan Menentukan Rasa Nyamanmu

Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi berkata: 
Dunia luas terasa sempit bagi yang bermusuhan, dan ruangan sempit terasa luas bagi yang saling mencintai.
(Abu Hayyan, Al-Bashair wa Ad-Dakhair 3/127)

Penjelasan:

1. “Dunia luas terasa sempit bagi yang bermusuhan”

Ketika dua orang bermusuhan, meskipun mereka hidup di tempat yang luas atau bahkan di dunia yang besar, mereka tetap merasa tidak nyaman, tertekan, dan penuh kegelisahan.

Musuh membuat hati sempit, pikiran gelisah, dan keberadaan orang tersebut terasa mengganggu meskipun jaraknya jauh.

Dunia yang sebenarnya luas pun terasa sempit karena beban batin dan dendam yang menyesakkan.

2. “Ruangan sempit terasa luas bagi yang saling mencintai”

Sebaliknya, jika dua orang saling mencintai, menyayangi, atau memiliki hubungan yang harmonis, walaupun berada di tempat yang kecil atau sederhana, mereka akan tetap merasa bahagia, lega, dan nyaman.

Cinta dan kasih sayang melapangkan hati, menjadikan tempat yang sempit pun terasa cukup dan penuh kebahagiaan.

Intinya:

Kondisi hati dan hubungan antar manusia lebih menentukan rasa nyaman dalam hidup dibandingkan tempat fisik itu sendiri. Damai dan cinta memperluas dunia, sedangkan kebencian menyempitkannya.

Maka dari itu, jagalah hubungan baik dan hindarilah permusuhan agar hidup terasa lebih lapang, damai, dan membahagiakan.


Sabtu, 26 Juli 2025

Mengubur Mayit dalam keadaan berdiri


Assalamualaikum wr wb. 

Deskripsi. 
1. Sebuah perkampungan ada sebidang tanah waqof untuk kuburan. Mengingat waktu terus berjalan maka penduduk semakin banyak dan tanah kuburan tidak bertambah dan sebagaimana mestinya para ahli waris selalu merawat dengan takziyah dan mengganti nisan jika sudah rusak?.
Pertanyaan:
1. Bolehkah mayyit dikubur dengan posisi berdiri?. Mengingat lahan semakin sempit.

*Jawaban*
Mengubur mayat dengan posisi berdiri tidak diperbolehkan, karena meletakkan mayat ke dalam kubur baik kuburan berbentuk liang lahad atau cempuri posisi mayat wajib diletakkan dalam posisi miring dan wajah wajib menghadap kiblat, yang lebih utama atau sunah miring ke arah kanan dan makruh miring ke sisi kiri (kepala diselatan)

*Referensi*

الباجوري ج ١ ص ٢٥٦ دار العابدين
(قوله ويضجع)
*أى بوضع على جنبه وجوبا والافضل كونه على الجنب الأيمن كما في الإضطجاع عند النوم* فإن كان على الأيسر كره ولا ينبش ويندب أن يفضي بهده إلى الأرض

نهاية الزين ١٥٤
*ﻭﻳﻮﺿﻊ اﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ اﻟﻠﺤﺪ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ ﻋﻠﻰ ﺟﻨﺒﻪ ﻭﺟﻮﺑﺎ* ﻣﺴﺘﻘﺒﻞ اﻟﻘﺒﻠﺔ ﺑﻤﻘﺪﻡ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﺟﻮﺑﺎ ﻓﻠﻮ ﻭﺟﻪ ﻟﻐﻴﺮﻫﺎ ﻧﺒﺶ ﻭﻭﺟﻪ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺘﻐﻴﺮ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ ﻳﻨﺒﺶ *ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻠﻰ اﻟﻴﻤﻴﻦ* ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻋﻠﻰ اﻟﻴﺴﺎﺭ

وَيُوضَعُ فِي اللَّحْدِ عَلَى يَمِينِهِ) نَدْبًا (لِلْقِبْلَةِ) وُجُوبًا، فَلَوْ دُفِنَ مُسْتَدْبِرًا أَوْ مُسْتَلْقِيًا نُبِشَ وَوُجِّهَ لِلْقِبْلَةِ مَا لَمْ يَتَغَيَّرْ، فَإِنْ تَغَيَّرَ لَمْ يُنْبَشْ، وَلَوْ وُضِعَ عَلَى الْيَسَارِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ كُرِهَ وَلَمْ يُنْبَشْ وَيُقَاسُ بِاللَّحْدِ فِيمَا ذُكِرَ جَمِيعُهُ الشَّقُّ، وَيَشْمَلُهُمَا قَوْلُهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ، *وَيَجِبُ أَنْ يُوضَعَ الْمَيِّتُ فِي الْقَبْرِ لِلْقِبْلَةِ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُوضَعَ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ.*

Jumat, 25 Juli 2025

Tips Sederhana Agar Konsisten Dalam Setiap Aktivitas

Konsistensi: Jalan Sunyi Menuju Perubahan Besar

Konsistensi sering kali terasa membosankan. Melakukan hal yang sama terus-menerus bisa membuat kita jenuh, apalagi jika hasilnya belum juga terlihat. Tapi justru dalam kebosanan itulah kekuatan besar tersembunyi.

Menurut penelitian dari University College London, dibutuhkan rata-rata 66 hari untuk membentuk satu kebiasaan baru. Ini jauh lebih lama dari mitos 21 hari yang sering kita dengar. Yang menarik, hasil tidak ditentukan oleh semangat yang besar, tapi oleh seberapa sering kamu melakukannya.

Kita sering menemukan contoh nyata dari kegagalan konsistensi. Misalnya, seseorang yang bertekad membaca satu buku per minggu di awal tahun. Minggu pertama semangatnya tinggi, bisa membaca dua buku. Minggu kedua satu buku. Minggu ketiga mulai tersendat. Minggu keempat merasa gagal, dan bulan berikutnya… berhenti total.

Padahal masalahnya bukan pada tekad. Tapi pada pendekatannya.

Banyak orang mengandalkan semangat sesaat untuk mengejar target jangka panjang. Padahal, konsistensi itu seperti tetesan air di atas batu. Sekilas tak terlihat efeknya, tapi dalam waktu lama ia bisa mengubah bentuk. Hal inilah yang sering dilupakan.

Berikut ini 7 cara sederhana namun terbukti efektif untuk membangun konsistensi yang kokoh:

1. Mulai dari Hal yang Kecil

Jangan langsung menetapkan target besar. Jika ingin menulis buku, cukup mulai dari satu kalimat per hari. Langkah kecil mengurangi rasa berat untuk memulai dan memperbesar peluang untuk bertahan.

Kuncinya bukan besar atau kecil, tapi: dilakukan atau tidak.

2. Buat Jadwal, Bukan Target Hasil

Daripada hanya memikirkan hasil akhir, lebih baik tetapkan waktu khusus setiap hari untuk menjalankan kebiasaanmu. Misalnya, sediakan 30 menit setiap pagi untuk belajar atau bekerja. Dengan begitu, kamu melatih diri untuk hadir secara konsisten, bukan hanya menyelesaikan tugas.

3. Fokus pada Pola, Bukan Performa

Kamu tidak harus sempurna setiap hari. Yang penting kamu tetap hadir dan melakukan sedikit demi sedikit. Lihat kemajuan dari pola mingguan atau bulanan, bukan dari satu atau dua hari.


4. Terapkan Aturan Dua Hari

Jika hari ini kamu terlewat, jangan sampai bolong dua hari berturut-turut. Ini akan membantumu menjaga momentum dan menghindari efek “sekali bolong, sekalian saja”.


5. Tautkan ke Kebiasaan yang Sudah Ada

Tambahkan kebiasaan baru setelah kebiasaan lama yang sudah berjalan. Misalnya, setelah membuat kopi pagi, tambahkan rutinitas menulis jurnal. Ini disebut habit stacking, dan sangat efektif karena lebih mudah menempel.

6. Ukur dengan Cara Sederhana

Gunakan checklist harian, catatan manual, atau aplikasi sederhana untuk melihat kemajuanmu. Visualisasi progres membuat otak merasa berhasil dan itu bisa meningkatkan semangat.

7. Bangun Identitas, Bukan Sekadar Niat

Alih-alih berkata “Aku ingin lebih rajin olahraga,” katakanlah “Aku adalah orang yang menjaga kesehatanku.” Identitas diri yang kuat akan membuat kamu bertindak selaras, meski motivasi sedang turun.


Konsistensi adalah Fondasi yang Tak Terlihat

Seperti pondasi rumah, konsistensi tidak tampak dari luar. Tapi dialah yang menentukan apakah bangunan akan kokoh atau roboh. Perubahan besar tidak datang dari satu lompatan, tapi dari langkah kecil yang terus diulang.

Jadi, bukan semangat yang kamu butuhkan. Tapi sistem yang membuatmu tetap berjalan, bahkan saat semangat tidak ada.

Pertanyaannya sekarang: dari tujuh cara di atas, mana yang paling siap kamu praktikkan minggu ini?


Kamis, 24 Juli 2025

Picky Eater: Anak yang Rewel dalam memilih makanan dan cara mengatasinya

Picky eater, atau pemilih makanan, adalah kondisi di mana seseorang, terutama anak-anak, sangat selektif dalam memilih makanan. Mereka mungkin hanya mau makan beberapa jenis makanan tertentu dan menolak untuk mencoba makanan baru atau makanan yang tidak mereka sukai. 

Penyebab Picky Eater:

Faktor Biologis:
Beberapa anak mungkin memiliki indera penciuman atau perasa yang lebih sensitif, sehingga mereka lebih selektif terhadap rasa dan tekstur makanan. 

Faktor Psikologis:
Pengalaman makan yang negatif, seperti tersedak atau makanan yang tidak disukai, dapat menyebabkan anak menghindari makanan tertentu. 

Faktor Lingkungan:
Anak-anak mungkin meniru kebiasaan makan orang tua atau anggota keluarga lain yang juga pemilih makanan. 

Perkembangan:
Picky eating umum terjadi pada anak usia 2-5 tahun, tetapi bisa berlanjut hingga usia dewasa. 

Ciri-ciri Picky Eater:
Hanya mau makan beberapa jenis makanan tertentu.
Menolak untuk mencoba makanan baru.
Makan dalam porsi kecil.
Menolak makanan dengan rasa atau tekstur tertentu.
Menunjukkan ekspresi tidak suka atau jijik saat melihat makanan yang tidak disukai. 

Cara Mengatasi Picky Eater:

Sajikan makanan dengan cara yang menarik:
Gunakan cetakan makanan, warna-warni, atau sajikan dalam bentuk yang berbeda agar lebih menggugah selera. 

Libatkan anak dalam proses memasak:
Ajak anak untuk membantu memilih bahan makanan atau menyiapkan makanan. Ini dapat meningkatkan rasa ingin mencoba. 

Jangan memaksa:
Jangan memaksa anak untuk makan makanan yang tidak disukainya. Ini dapat membuat mereka semakin menolak. 
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan:
Hindari tekanan saat makan. Ciptakan suasana yang santai dan menyenangkan agar anak merasa nyaman. 

Berikan contoh yang baik:
Tunjukkan pada anak bahwa Anda juga menyukai berbagai macam makanan. 

Penting untuk diingat:
Picky eating adalah hal yang umum terjadi pada anak-anak. 
Jika Anda khawatir tentang pola makan anak Anda, konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi. 

Dengan kesabaran dan pendekatan yang tepat, Anda dapat membantu anak Anda untuk mengatasi perilaku picky eating dan mengembangkan kebiasaan makan yang sehat. 

Rabu, 23 Juli 2025

Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman


Ketika Harta Menjadi Kebutuhan Akhir Zaman


Di tengah derasnya arus materialisme modern, tidak sedikit dari kita yang bertanya: apakah harta itu benar-benar penting dalam kehidupan beragama? Bukankah zuhud dan meninggalkan dunia adalah salah satu jalan menuju ridha Allah? Namun, Islam sebagai agama yang sempurna dan seimbang telah memberikan pandangan yang sangat bijak soal harta: ia bukan musuh, tapi alat. Ia bisa menjadi racun, tapi juga bisa menjadi obat.

Salah satu ulama besar, Imam Al-Mawardi, memberikan gambaran yang sangat menarik tentang fungsi harta dalam kehidupan manusia. Ia berkata:

"Dirham itu seperti obat, karena ia bisa menyembuhkan setiap luka dan mendamaikan setiap perselisihan." (Diriwayatkan oleh Al-Manawi dalam Fayd al-Qadir)

Ungkapan ini bukan hanya kiasan puitis. Ia mencerminkan kenyataan sosial yang sangat relevan hingga hari ini. Dalam realitas kehidupan, harta dapat memperbaiki keadaan, menyelesaikan konflik, dan bahkan menyelamatkan nyawa.

Harta yang Mengangkat Derajat

Sebuah bait syair Arab klasik menambahkan sudut pandang yang cukup tajam:

إنَّ الدراهم كالمراهم * تَجْبُرُ العَظْمَ الكَسِيرًا

لو نالَهُنَّ ثُعَيْلَبٌ * في صُبْحَةٍ أَضحى أَميرًا

"Sesungguhnya dirham itu seperti salep (obat), bisa menyemembuhkan tulang yang patah. Jika seekor musang kecil mendapatkannya di pagi hari, maka di siang harinya ia bisa menjadi seorang pemimpin."

Bait ini mengandung sindiran sosial: harta dapat mengangkat orang biasa menjadi luar biasa di mata manusia, bahkan jika ia tidak punya keutamaan selain kekayaan. Kekuasaan, kedudukan, dan pengaruh bisa dibeli—dan ini adalah fenomena yang semakin nyata di zaman sekarang.

Akhir Zaman: Saatnya Bergantung pada Dirham

Imam Al-Manawi memberikan penjelasan mendalam mengapa pada akhir zaman, manusia menjadi sangat bergantung pada harta. Ia mengatakan bahwa ketergantungan itu bukan karena generasi awal tidak membutuhkannya, melainkan karena perubahan kondisi sosial dan spiritual masyarakat.

"Pada masa awal Islam, kebaikan melimpah, orang-orang saling membantu, dan siapa pun yang memilih hidup zuhud tetap akan dicukupi kebutuhannya. Namun, di akhir zaman, kebaikan menjadi langka, kejahatan merebak, dan manusia menjadi kikir. Maka, seseorang terpaksa bergantung pada harta."

Fenomena ini terasa sangat dekat dengan kehidupan kita hari ini. Tidak mudah menemukan kedermawanan tanpa pamrih. Menjadi fakir atau miskin bukan lagi pilihan yang bisa ditopang oleh solidaritas sosial, tetapi seringkali menjadi beban dan aib.

Harta: Antara Ujian dan Peluang

Islam tidak memusuhi harta, tapi mengajarkan kita untuk tidak diperbudak olehnya. Harta adalah alat untuk menegakkan agama dan kehidupan, bukan tujuan akhir. Dengan harta, kita bisa:

  • Beribadah (seperti menunaikan haji dan zakat)
  • Menolong sesama (melalui infak dan sedekah)
  • Menjaga kehormatan diri dan keluarga
  • Membangun kemuliaan umat

Namun, jika disalahgunakan, harta juga bisa menjadi sebab kebinasaan, sebagaimana firman Allah:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ [الأنفال : 28]

"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah ujian..." (QS. Al-Anfal: 28)

Penutup: Keseimbangan adalah Kunci

Akhir zaman memang menantang. Kita hidup di era di mana iman diuji dengan kebutuhan, dan nilai diuji dengan nominal. Maka, memiliki harta bukan lagi pilihan, tapi menjadi bagian dari kelangsungan hidup. Namun, yang paling penting adalah bagaimana kita memandang dan mempergunakan harta itu.

Dirham, sebagaimana kata para ulama, memang seperti obat. Ia bisa menyembuhkan—tapi juga bisa membunuh jika digunakan tidak pada tempatnya. Maka, bijaklah dengan harta: jadikan ia sahabat untuk akhirat, bukan penghalang menuju surga.

Referensi:
Faidh al-Qadir, 1/425, Syuruq al-Anwar ash-Shamadiyah 1/135

AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR

HADITS TENTANG AMALAN RINGAN BERPAHALA BESAR  "Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  “Tidak ...