Saya tetap pada pendirian bahwa "irsyad" dari para guru adalah kunci. Kunci untuk membuka pintu yang benar; bukan pintu yang asal-asalan.
Alhamdulillah, saya masih sadar kalau saya masih bodoh serta masih budak hawa nafsu, yang levelnya masih di titik: tiap upload status masih hitung berapa yang like? siapa saja yang membagikan?
Jika saya harus menghadapi tiap isu sendiri (isu nasab misalnya); dengan sudut pandang saya, insyaallah modar. Bukan tidak mungkin (tanpa beliau-beliau) guru saya justru algoritma youtube, facebook, wa akahawatuhuma. (Merasa pandangannya suara mayoritas, padahal itu algoritma medsos yang dipersonalisasi saja. Hihi~)
Santri, semisal saya dan teman² lainnya, bertahun-tahun bersama para kiyai, masyayikh. Kita tahu bagaimana beliau-beliau ikhlas, taqwa, istiqomah. Beliau-Beliau ngajar berhari-hari; pagi, siang sore, malam, tanpa sedikitpun mbahas "wes bayar aku po urung sampean?".
{ ٱتَّبِعُوا۟ مَن لَّا یَسۡـَٔلُكُمۡ أَجۡرࣰا وَهُم مُّهۡتَدُونَ }
"Ikuti orang yang tidak minta timbal balik"
{فَسۡـَٔلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ }
"Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."
Wesleh, Allah SWT sudah baik sekali memberikan anugerah berupa guru alim, ikhlas, istiqomah, sanadnya jelas, integritasnya jelas, kok masih ngandalkan hawa nafsu? Mau kemana?
{ لَئن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَئن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ }
"Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; tetapi jika kamu ingkar, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
...
Foto sezaman: Syaikhina Abdurrouf MZ tatkala ziarah ke maqbarah sayyid Ubaidillah di Yaman. Semoga beliau dijaga oleh Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar