Banyak orang pernah mengalami situasi ini: target sudah jelas, rencana sudah matang, bahkan jadwal sudah disusun. Namun, saat tiba waktunya untuk mulai bekerja, justru membuka media sosial, membaca berita, atau sekadar scrolling tanpa henti. Tiba-tiba waktu sudah siang, pekerjaan tertunda, rencana berantakan, dan rasa bersalah pun muncul. Fenomena ini dikenal sebagai prokrastinasi—kebiasaan menunda pekerjaan penting.
Mengapa Kita Menunda?
Prokrastinasi sering kali bukan karena malas, melainkan karena rasa takut. Beberapa bentuk rasa takut yang memicu penundaan antara lain:
Takut tugas terlalu berat. Tugas terlihat begitu besar sehingga terasa mustahil diselesaikan.
Takut hasil tidak memuaskan. Bayangan kegagalan membuat langkah pertama terasa berat.
Takut semua usaha akan sia-sia. Kekhawatiran bahwa kerja keras tidak akan membuahkan hasil.
Ketika rasa takut ini muncul, otak secara otomatis mencari distraksi—aktivitas lain yang terasa lebih mudah dan menyenangkan—untuk menghindari ketidaknyamanan tersebut.
Mengakali Otak Agar Mau Memulai
Kunci mengatasi prokrastinasi adalah membuat otak memandang tugas sebagai sesuatu yang ringan dan dapat dilakukan. Berikut tiga trik psikologis yang terbukti efektif:
1. Reframing (Mengubah Sudut Pandang)
Otak cenderung melihat gambaran besar dari suatu tugas, yang membuatnya terasa menakutkan. Untuk mengatasinya, ubah perspektif menjadi langkah kecil yang konkret.
Contoh: Daripada berkata, “Skripsi ini akan sulit dan lama selesai,” ubah menjadi, “Hari ini saya akan menulis satu paragraf terlebih dahulu.” Dengan fokus pada bagian kecil, rasa takut berkurang, dan peluang untuk memulai menjadi lebih besar.
2. Starting Ritual (Ritual Awal)
Perpindahan dari kondisi santai ke kondisi fokus sering kali menjadi hambatan. Ritual awal membantu otak bertransisi secara halus.
Contoh: Sebelum mulai bekerja, seduh kopi dan rapikan meja. Sebelum berolahraga, kenakan pakaian olahraga terlebih dahulu. Isyarat sederhana ini memberi sinyal pada otak bahwa waktunya untuk mulai.
3. Public Commitment (Komitmen di Depan Publik)
Otak manusia memiliki kelemahan alami: tidak ingin terlihat gagal di depan orang lain. Tekanan sosial ini bisa dimanfaatkan sebagai pendorong disiplin.
Contoh: Membuat tantangan 30 hari push-up 100 kali dan membagikannya di media sosial. Ketika orang lain mengetahui komitmen Anda, akan ada dorongan lebih besar untuk menepatinya.
Kesimpulan
Prokrastinasi bukanlah masalah kemalasan semata, melainkan respon otak terhadap rasa takut dan beban tugas. Dengan Reframing, Starting Ritual, dan Public Commitment, pekerjaan besar bisa diubah menjadi serangkaian langkah kecil yang terasa ringan untuk dikerjakan. Saat tugas tampak lebih mudah, kita akan lebih cepat memulai—dan pada akhirnya, menyelesaikan—pekerjaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar