Rabu, 08 Oktober 2025

Hukum Mengkonsumsi Tanaman Yang Terkontaminasi Kotoran Babi



HUKUM MENGONSUMSI HASIL PANEN TANAMAN YANG TERKENA NAJIS 

Air yang terkontaminasi najis tersebut tidak mempengaruhi hasil panen. Sehingga hasil panennya halal untuk dikonsumsi. Kesimpulan tersebut bisa dilihat dari beberapa keterangan berikut:
 
Kebolehan (makruh) menggunakan pupuk najis: 
وَيَحِلُّ تَسْمِيدُ الْأَرْضِ بِالرِّيلِ وَدَبْعُ الْجِلْدِ بِالنَّجَسِ وَلَوْ مِنْ مُغَلَّظٍ مَعَ الْكَرَاهَةِ فِيهِمَا 
"Diperbolehkan menyuburkan tanah dengan kotoran dan menyamak kulit dengan sesuatu yang najis, meskipun dari najis mugholadzoh, namun hukumnya makruh pada keduanya." 

Dalam fatawi an-Nawawi, beliau Imam an-Nawawi ditanya perihal hukum memakan hasil dari tanaman, sayuran dan buah yang disirami menggunakan najis: 
مَسْأَلَةٌ: إِذَا سَقَى الزَرْعَ وَالْبَقْلَ وَالثَّمَرَ مَاءً نَجِسًا أَوْ زَبَلَتْ أَرْضُهُ هَلْ يَحِلُّ أَكْلُهُ الْجَوَابُ: يَحِلُّ أَكْلُهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ 
"Masalah: Jika tanaman, sayuran, dan buah disiram dengan air najis atau tanahnya diberi pupuk kotoran, apakah boleh dimakan? Jawaban: Boleh dimakan."

AIR BEKAS BASUHAN NAJIS 

Dalam permasalahan najis, ketika menggunakan air untuk membasuh najis, maka bisa masuk dalam kategori; air musta'mal (air suci tapi tidak mensucikan) jika tidak berubah salah satu rasa, bau dan warnanya dan menjadi mutanajis (terkontaminasi najis) jika berubah salah satu ketiga sifatnya. 
Maka dari itu, air mutanajis yang berceceran di jalan maupun di pinggir jalan, yang diyakini berubah sebab kotoran yang menempel pada tubuh babi, hendaknya disucikan sebagaimana mensucikan najis mugholadzoh, yakni dengan tujuh siraman salah satunya dicampur dengan debu suci.

HUKUM GENANGAN AIR YANG TERKENA NAJIS 

Jika airnya sedikit (kurang dari dua qullah), maka hukumnya mutanajis, baik sifat airnya berubah (rasa, warna dan bau) maupun tidak; 
Jika airnya banyak (dua qullah atau lebih), maka dipilah; jika sifat airnya berubah maka mutanajis, jika tidak berubah, maka tetap suci mensucikan. 
Air sedikit yang terkena najis juga bisa menjadi suci kembali jika dikumpulkan dengan air lain hingga mencapai dua qullah. Dengan syarat perubahan air sebab perkara najis menghilang. 

إِذَا جُمِعَ مِنَ الْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ فِي مَقَرَ مَاءً بَلَغَ قُلَّتَيْنِ فَفِي الْمَسْأَلَةِ وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا -وَهُوَ الْأَصَحَ - أَنَّهُ يَعُودُ طَهُورًا فَإِنَّ الْمَاءَ الْقَلِيلَ النَّجِسَ إِذَا جُمِعَ إِلَيْهِ مَاءً نَجِسٌ فَبَلَغَ قُلْتَيْنِ وَلَمْ يَتَغَيَّرِ الْمَاءُ فَالْكُلِّ طَهُورُ. 
"Jika air yang sudah digunakan dikumpulkan di suatu tempat hingga mencapai dua qullah, maka dalam masalah ini terdapat dua pendapat. 
Pendapat pertama dan ini yang paling sahih-adalah bahwa air tersebut kembali menjadi suci dan mensucikan (tahūr); karena air sedikit yang najis apabila ditambahkan air najis lainnya hingga jumlahnya mencapai dua qullah dan sifat air tersebut tidak berubah, maka keseluruhannya menjadi suci dan mensucikan."

AIR MENGALIR YANG TERKENA NAJIS 

Pada dasarnya air yang mengalir memiliki kesamaan dengan air yang tenang ketika terkena najis. Menjadi mutanajis, baik sifatnya berubah atau tidak, jika airnya kurang dari dua qullah. Menjadi mutanajis, ketika berubah salah satu sifatnya, jika airnya dua qullah atau lebih. 
Akan tetapi, untuk menentukan ukuran dua qullah pada air yang mengalir, volume air yang dihitung bukan debit air secara menyeluruh. Melainkan dihitung per-jiryah (riak atau gelombang). 

Ibaratnya, gelombang pada air yang mengalir adalah gerbong air yang saling berkejaran. Gelombang-gelombang air ini saling sambung akan tetapi memiliki hukumnya tersendiri. Jika satu gelombang air ini ukurannya mencapai dua qullah, maka dihukumi mutanajis, saat berubah salah satu sifatnya. Jika kurang dari dua kulah, maka dihukumi mutanajis, baik berubah salah satu sifatnya atau tidak.  

Adapun tempat yang dilewati aliran air tersebut hukumnya najis dan bisa suci kembali dengan aliran air selanjutnya yang suci. Jika najis yang dibawa oleh satu aliran tadi merupakan najis mugholadzoh, maka harus dilaluli tujuh aliran air yang salah satunya bercampur dengan tanah. 

وَيَكُونُ مَحَلُّ تِلْكَ الْجِرْيَةِ مِنَ النَّهْرِ نَجِسًا وَيَظْهُرُ بِالْجِرْيَةِ بَعْدَهَا وَيَكُوْنُ فِي حُكْمِ غُسَالَةِ النَّجَاسَةِ حَتَّى لَوْ كَانَتْ مُغَلَّظَةٌ فَلَا بُدَّ مِنْ سَبْعِ جَرْيَاتٍ عَلَيْهَا وَمِنَ التَّقْرِيبِ أَيْضًا فِي غَيْرِ الْأَرْضِ التَّرَابِيَّةِ. 
"Tempat aliran (air yang tercampur najis) dari sungai itu menjadi najis, dan bisa suci dengan aliran air berikutnya. 
Air tersebut dihukumi seperti air bekas pencucian najis, bahkan jika najis itu tergolong najis berat (mugholadzoh), maka wajib disiram dengan tujuh kali aliran air, dan juga ditambahkan tanah pada selain tanah asli."

KESIMPULAN 

Dari seluruh penjelasan di atas menuai kesimpulan bahwa: 
Halal mengonsumsi hasil panen tanaman meskipun sebelumnya pernah teraliri oleh air/benda najis; 
Hendaknya air bekas siraman yang berubah karena bercampur dengan kotoran yang menempel pada babi, disucikan sebagaimana mensucikan najis mugholadzoh; 
Air sawah yang menggenang bisa menjadi suci kembali ketika bercampur dengan air lain (semisal air di persawahan) hingga volume air mencapai dua qullah serta perubahan air sebab najis menghilang; 
Sawah dan airnya yang tercampur dengan air mutanajis sebab najis mugholadzoh bisa suci kembali jika airnya terus menerus mengalir.

Sumber: FP Pondok Lirboyo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

7 Detail Kecil yang Membentuk Citra Pria Berkelas

7 Detail Kecil yang Membentuk Citra Pria Berkelas Tidak semua pria berkelas lahir dari harta melimpah atau jabatan tinggi. Justru, sering ka...