Kamis, 15 Oktober 2020

TINGKATAN FUQAHA: MUJTAHID

 




Mujtahid Mutlak/Mujtahid Mustaqil

           Mujtahid yang mampu mencetuskan suatu hukum melalui sumbernya (al-Quran, hadis, ijmak dan qiyas) secara langsung dengan menggunakan teori ushûl-nya sendiri. Seperti, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Syarat-Syarat Mujtahid Mutlak

§  Harus mukallaf, beragama Islam, kredibel, kapabel, tidak memiliki catatan hitam yang dapat memvonisnya sebagai orang fasik dan tidak pernah melakukan hal-hal yang dapat mencoreng nama baik.

§  Mampu mengetahui hukum-hukum syari melalui al-Quran, sunah, ijmak dan qiyas.

§  Cakap dalam bidang ulûmul-Qurân, hadis, nasikh mansukh, nahwu (gramatika), lughat (bahasa), tashrîf (morfologi atau cabang linguistik) dan ragam pendapat ulama baik yang mufakat atau yang berbeda pendapat.

Mujtahid Mutlak Muntasib/Mujtahid Mazhab

Mujtahid yang mampu mencetuskan suatu hukum dengan menggunakan metode penggalian hukum para mujtahid mustaqil.

 

Syarat-Syarat Mujtahid Muntasib

§  Tidak ber-taqlîd (mengikuti) pada mujtahid mustaqil baik dalam bermazhab atau dalam menentukan dalil yang dijadikan landasan suatu hukum, karena mujtahid tipe ini memiliki sifat-sifat (ciri khas) mujtahid mustaqil, hanya saja dalam berijtihad masih menggunakan teori istinbâth (penggalian hukum) para mujtahid mustaqil.

Di antara mujtahid muntasib dari mazhab Syafi’i

1.        Ishaq bin Rahawaih (161-238 H)

Bernama lengkap Abu Ya’kub Ishaq bin Ibrahim bin Mukhallad bin Ibrahim bin Mathar al-Hanthali al-Maruazi. Lebih populer dengan sebutan Ibnu Rahawaih. Berasal dari Nisapur (Khurasan) dan tergolong pemuka agama di kota tersebut. Beliau terkenal sebagai pakar fikih dan hadis, selain juga terkenal wara’ dan takwa.

 

2.      Abu Tsaur (...-240 H)

Ibrahim bin Khalid Abu al-Yaman al-Kalbi al-Baghdadi atau yang lebih familiar dengan sebutan Abu Tsaur atau Abu Tsur. Beliau adalah pengikut mazhab Syafi’i yang tersohor. Mengenai hal itu Imam as-Subki dalam Thabâqat-nya memberi komentar tentang tokoh ini: “Beliau adalah Imam yang agung, salah satu ulama madzhab Syafi’i yang berasal dari Baghdad.”

 

Awal mulanya, Abu Tsaur mengikuti mazhab ahlur-ra’yi yang pada saat itu sedang berkembang pesat di Irak, baru setelah kedatangan Imam Syafi’i, beliau memilih untuk pindah mazhab dan kembali menggunakan teori ahlul-hadîs. Hal ini seperti yang ditulis Khatib al-Baghdadi dalam Târikh-nya. Hal serupa juga disampaikan Ibnu Abdil Barr, beliau memiliki nalar yang luar biasa. Selain itu, dalam meriwayatkan suatu hadis sangat dipercaya. Akan tetapi dalam literatur fikih, seringkali ditemukan statemen-statemennya yang dianggap lemah (syâdz). Seringkali Abu Tsaur menyalahi pendapat mayoritas ulama. Kendati demikian, Abu Tsaur tetap diakui sebagai salah satu pakar fikih. Sebagian ulama ada yang menyebutnya mujtahid mustaqil.

 

3.      Al-Marwazi (202-294 H)

Muhammad Nashr al-Marwazi. Lahir di Baghdad, tumbuh besar di Nisapur dan menetap di Samarkand. Khatib al-Baghdadi menyebutnya pakar perbandingan pendapat-pendapat sahabat yang bertentangan. Di antara kelebihannya, sangat piawai dalam menulis. Abu Ishaq as-Syirazi menuturkan,Al-Marwazi sangat cerdas dalam mengkombinasikan fikih dan hadis ketika menulis.”

 

4.      At-Thabari (224-310 H)

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib at-Thabari. Dari tanah kelahirannya, Thabaristan, ia berkeliling ke pelbagai belahan dunia dalam rangka rihlah ilmiah. Beliau sangat produktif bahkan, sampai ada yang bercerita bahwa dalam sehari beliau mampu menulis sebanyak 40 lembar. Hal itu beliau lakukan selama 40 tahun.

 

5.      Ibnu Huzaimah (223-311 H)

Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Huzaimah bin al-Mughirah bin Shalih bin Bakr as-Sulami an-Naisaburi. Pernah belajar di Baghdad, Bashrah, Kufah, Syiria, al-Jazirah dan Mesir. As-Subki menyebutkan, “Keutamaannya saya himpun dalam buku yang cukup tebal.” Karya beliau lebih dari 140 kitab, di antaranya Fiqh Hadîts Barîrah.

 

6.      Ibnu al-Mundzir (...-318 H)

Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir an-Naisaburi. Imam Mujtahid yang hâfizh dan wara’. Seperti yang disampaikan as-Subki, beliau dan tiga Muhammad yang lain, yakni, al-Maruazi, at-Thabari dan Ibnu Huzaimah sebenarnya sudah dapat dikatakan mujtahid mustaqil. Akan tetapi meski begitu beliau tetap bermazhab Syafi’i. Mereka menggali hukum menggunakan teori usl Imam Syafi’i. Jadi, mereka tetap dikatakan pengikut mazhab Syafi’i. Sekalipun banyak ditemukan pendapat-pendapat mereka yang berseberangan dengan Imam Syafi’i.


Rabu, 14 Oktober 2020

Hukum Menikah Bagi Perempuan


 Hukum Menikah Bagi Perempuan

Bagi Anda Para  Jomblowati, sangat perlu sekali untuk menyiapkan hal-hal yang terkait dengan pernikahan, minimal mengetahui hukum nikah, sebagai pengantar pernikahan...

Syaikh Zakariya al-Anshari mengutip pendapat Ibnu Imad yang menyatakan bahwa dalam konteks pernikahan, perempuan dikelompokkan menjadi beberapa bagian hukum:

  1. Perempuan yang memiliki syahwat untuk menikah, maka baginya dianjurkan untuk menikah.
  2. Perempuan yang khawatir melakukan praktik prostitusi (zina), maka ia wajib menikah.
  3. Perempuan yang ahli ibadah dan tidak memiliki keinginan untuk menikah serta memiliki harta untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, maka bagi perempuan tipe ini lebih baik menfokuskan dirinya untuk beribadah daripada menikah.
  4. Perempuan yang tidak memiliki hasrat biologis untuk menikah serta memiliki harta untuk mencukupi kebutuhan dirinya hanya saja ia bukan ahli ibadah, maka bagi perempuan tipe ini yang lebih baik adalah menikah.
  5. Perempuan yang tidak memiliki keinginan menikah namun ia membutuhkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka jalan yang terbaik untuk wanita jenis ini ialah segera menikah.
  6. Perempuan yang alat kelaminnya buntu (insidâdul-farji). Dalam hal ini, wanita tersebut dimakruhkan menikah


Refrensi: Asnâ  al-Mathâlib. Dar al-Kutub al-Ilmiah Beirut-Lebanon. Hal: 264.


Rabu, 07 Oktober 2020

Panah Asmara dari Eropa

 



ADA sebuah kisah, entah ini sejarah atau sekadar alegori. Yang jelas kisah ini mengandung hikmah yang sangat besar. Kira-kira di awal Abad 15 Masehi, Kerajaan Castilla (Spanyol) mengirim mata-mata untuk mengintip kekuatan umat Islam di Andalusia. Ketika sampai di Sungai Tagus, mata-mata itu melihat sekelompok pemuda Muslim yang sedang berlatih memanah, berkuda, dan keterampilan perang lainnya di tepi sungai.

Di tengah latihan itu, dia melihat seorang pemuda yang duduk menyendiri dan menangis tersedu-sedu. Diapun menghampirinya dan bertanya, “Apakah gerangan yang membuat engkau menangis?” Pemuda itu menjawab, “Dari sepuluh anak panah yang aku lepaskan, ada satu yang meleset dari sasaran.”

“Itu sudah sangat hebat. Kenapa engkau masih menangisinya?”

“Dalam latihan, engkau bisa saja bilang itu hebat. Tapi, di saat perang, jika satu anak panah yang aku lepaskan meleset, maka sangat mungkin ada temanku yang akan terbunuh atau aku sendiri yang terbunuh.”

Mata-mata Castilla itu segera pulang untuk melapor. Dia menceritakan kejadian tersebut kepada Raja, lalu dia berkata, “Menurutku, ini bukan saat yang tepat untuk berperang dengan umat Islam. Jika anak remajanya saja sudah seperti itu, maka bagaimana dengan para prajurit mereka!?”

Beberapa puluh tahun kemudian, mata-mata yang dikirim Castilla menemukan kejadian yang hampir sama. Saat lewat di tepi Sungai Tagus dia melihat seorang pemuda duduk di atas batu dan menangis tersedu-sedu. Dia menanyai apa yang membuatnya menangis. Pemuda itu menjawab, “Gadis yang sangat aku cintai telah meninggalkanku. Dia menolak cintaku.”

Mendengar jawaban tersebut, mata-mata Castilla itu bergegas pulang. Dia segera melapor kepada Ratu Castilla (Isabella) dan berkata, “Ini saat yang tepat untuk menyerbu Andalusia!”

Ternyata benar! Ratu Isabella dari Castilla bersama suaminya (Raja Ferdinand dari Aragon) menyerang umat Islam. Mereka berhasil menghabisi seluruh kerajaan Islam yang ada di Andalusia pada akhir Abad 15 Masehi dan mengusir umat Islam dari seluruh daratan Siberia.

Entah kebetulan atau tidak, menurut sebagian versi sejarah, kekalahan kaum Muslimin Andalusia itu terjadi pada tanggal 14 Pebruari 1492 M, yakni tanggal yang dirayakan oleh Eropa (dan oleh anak-anak muda kita) sebagai hari Valentine atau hari asmara.

*****

Kisah Andalusia itu seperti terulang kembali. Saat ini, Eropa dan Barat terus berusaha meruntuhkan dunia Islam dengan gigih, tepatnya pada saat anak-anak muda kita memuja-muja asmara. Ketika para pemuda sudah banyak terbuai asmara, maka hal itu merupakan pertanda kuat bahwa para orangtua sudah banyak melakukan pembiaran. Orangtua sudah tidak melakukan upaya keras dalam membentuk karakter dan jiwa yang kuat dalam diri anak-anak mereka. Saat hal itu terjadi, maka sudah jelas bahwa sebuah bangsa sedang berada dalam kondisi lemah dan lengah.

Oleh karena itu, Barat tidak henti-hentinya menjadikan panah asmara sebagai senjata untuk meruntuhkan militansi dan kekokohan jiwa anak-anak muda kita. Mereka mengekspor budaya pacaran, pergaulan bebas, dan semacamnya melalui berbagai macam media. Ilusi-ilusi keindahan cinta membuat anak-anak muda kita menerima dan mengambil apapun yang bertema cinta. Karena itulah konten, simbol, momen-momen bertema asmara, selalu laku keras di kalangan muda-mudi kita.

Tidak sedikit remaja dan pemuda kita yang kecanduan asmara. Hidup mereka didominasi oleh urusan asmara, seolah-olah tidak ada tema lain dalam hidup ini. Mereka mudah tertawa karena asmara dan mudah menangis juga karena asmara. Asmara menjadi semacam berhala. Dibela hingga mengorbankan segala kehormatan, juga keselamatan.

Lalu, apa yang bisa diharapkan dari generasi muda yang seperti ini!? Bagaimana mungkin mereka memperjuangkan idealisme jika mereka tidak memiliki idealisme!? Bagaimana mungkin mereka memperjuangkan agama jika perhatian mereka terhadap agama sudah tertutup tebal dengan debu-debu asmara!? Oleh karena itu, cukup sulit bagi kita menemukan remaja yang peduli dengan syiar agama yang makin pudar. Cukup sulit bagi kita menemukan remaja yang peduli untuk menghalau arus budaya buruk yang mengerikan. Cukup sulit menemukan pemuda yang berbicara lantang tentang ketidakadilan sosial, kemerosotan moral, dan pikiran-pikiran besar lainnya.

Meskipun sebenarnya Islam menaruh hormat terhadap kosa kata “cinta”, tapi bukan cinta dalam arti “asmara”. Memang tidak ada yang salah dengan asmara senyampang tidak melanggar aturan agama dan nilai-nilai luhur budaya. Akan tetapi, sangat perlu diketahui, bahwa membangun hubungan asmara dengan tanpa melanggar agama merupakan suatu yang sangat sulit terjadi, kecuali jika asmara itu hanya dipendam di dalam hati atau dirajut dengan lawan jenis yang sudah halal baginya. Seandainya pun asmara itu tidak diekspresikan dengan hal-hal yang melanggar ajaran, maka kesibukan pikiran dengan urusan asmara sudah cukup sebagai sisi negatif baginya. Sebab, keterpakuan terhadap asmara berpotensi besar membuat seseorang melalaikan hal-hal penting dalam hidupnya.

Maraknya perayaan Hari Valentine di tengah kita adalah puncak gunung es dari penyakit moral yang melanda anak-anak muda kita. Mereka begitu terbuka menerima perayaan ini, tanpa filter, tanpa reserve, tanpa berpikir apa itu Hari Valentine, bagaimana dan untuk apa? Hubungan asmara seolah-olah menjadi menu wajib di bangku-bangku sekolah dan dalam setiap sudut hubungan sosial para remaja. Padahal, dalam persoalan asmara, kaum lelaki seringkali menjadi lemah dan kaum wanita seringkali menjadi murah.

Kita tahu, banyak orang yang memuji kisah Qais dan Laila, kisah cinta dari klan Bani Amir yang sangat legendaris dalam sejarah dan mendapatkan aspresiasi yang luar biasa di dunia sastra. Tapi, tahukah kita bahwa Bani Amir sendiri justru merasa malu dengan kisah itu!?. Abu al-Farj al-Ashfihani bercerita dalam al-Aghâni, ketika orang-orang Bani Amir ditanya mengenai keberadaan Qais al-Majnun, mereka justru menjawab:

هَيْهَاتَ بَنُوْ عَامِرٍ أَغْلَظُ أَكْبَادًا مِنْ ذَاكَ

 “Tidak mungkin. Orang Bani Amir memiliki hati yang jauh lebih kuat untuk menjadi gila gara-gara asmara.”

Bani Amir menganggap kisah asmara yang mendayu-dayu bukanlah suatu yang indah, melainkan sesuatu yang memalukan. Hal itu yang juga dirasakan oleh marga Bani Umayyah ketika Khalifah Yazid bin Abdil Malik mati mengenaskan karena meratapi kematian kekasihnya, Habbabah. Tidak ada Bani Umayyah yang membanggakan kisah Yazid bin Abdil Malik. Mereka justru menganggap hal itu sebagai aib sejarah. Jatuh cinta memang hal wajar bagi manusia, tapi jika sampai runtuh gara-gara asmara, maka dialah orang yang benar-benar lemah jiwa.

Jadi, fenomena maraknya Hari Valentine bukan sekadar masalah kelatahan budaya belaka, namun jauh lebih rumit dari itu. Hari Valentine merupakan simpul dari keruntuhan nilai-nilai ketimuran, serta puncak dari penyakit mental yang melanda generasi muda kita.

Semua ini tidak lepas dari kesalahan orangtua yang semakin akhir semakin bersikap permisif terhadap anak-anak mereka. Kesalahan berpikir terbesar adalah ketika kita memaklumi penyimpangan anak-anak muda hanya karena mereka masih muda.

Maka, dalam memandang anak-anak muda, sering-seringlah kita mengingat Sayidina Ali yang menjadi pahlawan kemenangan Badar dalam usia 21 tahun. Sayyidah Aisyah yang menjadi sumber utama Hadis dan keilmuan Islam dalam usia 18 tahun. Usamah bin Zaid, panglima yang melumat pasukan Romawi dalam usia 18 tahun.  Imam Syafii yang menjadi mufti dalam usia 15 tahun.  Sultan Muhammad al-Fatih yang meruntuhkan Romawi dalam usia 21 tahun. Dan, Imam as-Suyuthi yang sudah mulai mengarang kitab sejak usia 17 tahun.

Belajar Kehidupan dari Malaikat Izrail

 



Konon, ada seorang raja di datangi oleh malaikat maut. Kemudian terjadi perbincangan antara keduanya. “Siapa kamu?” kata sang raja. Malaikat maut menjawab, “Saya malaikat maut yang datang untuk mencabur nyawamu!Lantaran kaget, sang raja menjawab, “Aku mohon tangguhkan dulu selama tujuh tahun untuk mempersiapkan diriku menjemput kematian.”

Saat itu, Allah I memberi wahyu kepada Malaikat Izrail u agar memberinya kesempatan terakhir. Setelah itu, malaikat maut pergi dari hadapan raja.

Sepeninggal malaikat maut, sang raja memerintahkan prajuritnya untuk membuat benteng yang kokoh dilengkapi tujuh parit di depannya. Selain itu ia memerintah agar dibuatkan beberapa kamar dengan pintu terbuat dari besi dan timah. Di dalam benteng, ia juga membuat istana kokoh dengan penjagaan ekstra ketat di depan pintu untuk berjaga-jaga dari malaikat maut. “Jangan biarkan seorang pun masuk ke sini selamanya!kata raja memperingatkan penjaga pintu.

Selama tujuh tahun, sang raja disibukkan dengan pembuatan benteng dan penjagaan, hingga suatu ketika tibalah masa tujuh tahun itu. Malaikat maut masuk ke dalam benteng kokoh itu dengan mudah dan menemui raja. Dengan penuh heran, sang raja bertanya: “Dari mana kamu datang? Dari mana kamu masuk? Siapa yang memperbolehkan kamu masuk?” “Saya dipersilahkan oleh pemilih rumah,” sambut malaikat maut.

Sang raja memanggil para penjaga pintu. “Kenapa kamu biarkan orang ini masuk?” Mereka menjawab sambil bersumpah tidak melihat seorang pun, dan tak melihat orang lain masuk. Pintu dalam keadaan terkunci dan dijaga.

Malaikat maut memecah keheranan orang-orang dengan berkata, “Pemilik rumah ini tidak butuh pagar pembatas. Dinding pembatas dan jurang tidak bisa mencegah utusan-Nya.”

“Apa maksudmu?”

“Saya akan mencabut nyawamu!

“Apakah harus dengan cara (mendadak) seperti ini?”

Iya.

“Kemana aku akan pergi jika ruhku dicabut?”

“Ke rumah yang telah engkau bangun.”

“Apakah aku telah mempersiapkan rumahku sendiri?”

Iya.”

“Dimana?”

“Di tempat api yang bergolak; yang mengelupaskan kulit kepala; yang memanggil orang-orang pembangkang agama, serta suka menumpuk harta dunia.” (QS al-Ma’ârij [70]: 15-18)

Setelah itu, Malaikat Izrail u mencabut nyawa sang raja dan berlalu.

***

Yang muncul saat kematian dibicarakan biasanya pikiran dan pertanyaan: kapan saya akan mati? Seperti apa keadaan saya setelah mati? Siapkah saya menghadapi kepada-Nya? Pertanyaan seperti itu terus menghantui pikiran, meskipun kita yakin bahwa kematian adalah kepastian yang tidak mungkin dihindari. Kematian tidak memilih usia atau tempat. Jika waktunya sudah tiba, maut pasti menjemput. Inilah pelajaran berharga dalam hidup, agar manusia selalu hati-hati dalam menapaki hidup.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang menyenangkan bagi kita, karena kematian dinilai sebagai hal yang tabu dan menakutkan. Keengganan untuk mati mungkin disebabkan praduga, bahwa kehidupan dunia lebih baik daripada setelah kematian. Atau mungkin karena khawatir meninggalkan keluarga, sehingga takut menghadapi kematian. Atau alasan lain yang kesimpulannya sama: takut mati.

Sebagian orang justru memandang kematian adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kesulitan dunia, sehingga ia memutuskan bunuh diri. Atau memandang kematian sebagai hidup yang sebenarnya, sehingga kematian baginya tidaklah menakutkan. Justru, kedatangan maut kadang di dambakan.

Konon, al-Maghfûrlah KH Hasani Nawawie (Sidogiri) saat bertemu dengan orang yang beliau kenal selalu meminta do'a agar cepat meninggal. Hal itu, karena beliau sudah yakin bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah setelah kematian, bukan kehidupan dunia fana ini.

Adapun perasaan takut hanyalah pengaruh kekhawatiran yang memang bagian dari permainan dunia; khawatir kehilangan anak, istri, suami dan semua orang yang dicintai. Padahal semua itu pasti akan ditinggalkan. Meski demikian, bukan berarti kematian adalah segala-galanya. Justru ketika kematian dilakukan dengan cara yang tidak wajar, semisal bunuh diri, maka akan memperkeruh masalah.

Meskipun secara umum menakutkan, namun pada sisi lain kematian justru membawa inspirasi positif agar selalu waspada terhadap nasib buruk setelah kematian, disamping juga terdapat kehidupan indah yang telah dijanjikan Allah I bagi mereka yang beruntung.

Setelah kematian, pengadilan Allah I menunggu; ialah saat seorang hamba harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Dengan demikian, hamba selalu dituntut untuk berbuat baik dan menjahui segala tindakan negatif yang menjurus pada kesengsaraan setelah kematian.

Dalam situasi lain, kematian memiliki peranan penting dalam memantapkan percaya diri. Tidak heran jika kemudian setiap agama menjadikan kematian sebagai teguran atau peringatan kepada mereka yang lalai akan aturan Allah I. Dalam agama Islam, dianjurkan untuk memperbanyak ingat mati, karena dengan mengingatnya kita akan lebih waspada menjalani hidup di dunia.

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah r terus mewanti-wanti agar senantiasa belajar pada peristiwa kematian. Dalam sebuah hadis digambarkan, bahwa orang yang cerdas ialah mereka yang bisa menundukkan nafsu dan mempersiapkan bekal kematian dengan baik. Bahkan untuk mengasah ketajaman spiritualitasnya, Khalifah Umar bin Khaththab t menuliskan kalimat pendek di cincinnya: Cukuplah kematian yang menjadi petunjukmu wahai Umar!”

Bagaimana pun, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian hanyalah transmisi dari kehidupan panjang menuju kehidupan lain yang jauh lebih panjang. Setelah kematian akan terkuak misteri siapa jati diri kita sebenarnya. Apa yang kita sebut “diri”, ternyata bukan jasad yang telah mati. Saat itulah, kita menyadari sesuatu yang sama sekali tak pernah terpikirkan semasa hidup di dunia. Wallâhu A’lam.

Tetap Sehat di Depan Monitor

 



Dalam salah satu postingannya, situs kompas.com menginformasikan beberapa penyakit disebabkan terlalu lama berada di depan layar komputer dan monitor facescreen; mulai dari resiko sakit jantung, gangguan tidur, diabetes, obesitas, attention deficit disorder (ADD), peningkatan risiko asma, mindless eating, efek negatif pada mental, sakit mata hingga akibat berperilaku agresif.

Pada sisi lain kebutuhan terhadap teknologi di zaman modern saat ini tidak terbantahkan, meski efek negatif yang mengancam juga tidak bisa diremehkan. Tulisan kali ini bukan untuk provokasi atau mengajak Anda agar betah berlama-lama di depan layar komputer. Namun sebagai sarana media yang sulit untuk dihindari, tidak ada salahnya kalau Anda juga harus tahu cara sehat berada di depan layar monitor.

Gunakan Komputer Sekedarnya

Usahakan posisi Anda berada di depan layar monitor untuk sekedarnya saja. Jangan berlebihan dalam pemakaian, karena selain berdampak negatif ternyata berlama-lama di depan komputer bisa menyebabkan kematian.

Berdasarkan analisis data yang dikumpulkan selama enam tahun dengan melibatkan 8.800 laki-laki dan perempuan di Australia, ditemukan bahwa durasi satu jam berada di depan layar monitor dapat meningkat resiko kematian akibat serangan jantung sebesar 18 % dan resiko kematian akibat kanker sebesar 9 %.

Atur Posisi Tubuh

Saat berada di depan layar monitor, usahakan mengatur posisi duduk Anda dengan benar. Salah satunya selalu menjaga jarak antara pandangan mata dengan layar monitor. Usahakan bahu tetap rileks dan posisi punggung tegak keatas dan jangan membungkuk, serta mengistirahatkan jemari tangan setelah sekian lama mengetik.

Sempatkan Olahraga Tubuh

Untuk menghindari kram pada bagian tangan, leher dan kaki sebaiknya sesekali memutar leher sesuai arah jarum jam atau sebaliknya. Renggangkan jemari kaki dan tangan saat sudah agak lama di depan layar monitor. Olahraga tubuh juga bisa dilakukan dengan cara berdiri sejenak di depan layar monitor, atau melakukan gerak tubuh ringan sebelum mulai kembali melanjutkan aktifitas.

Atur Jarak dan Kecerahan Layar

Sebenarnya jarak ideal antara layar monitor dengan penggunanya adalah lima kali lebar layar monitor itu sendiri. Saat menonton program televisi, panduan ini bisa Anda terapkan. Namun terkait dengan penggunaan monitor komputer atau laptop, posisi seperti ini akan sangat sulit. Solusinya adalah Anda harus bisa mengatur tingkat kecerahan layar monitor, agar sesuai dengan tingkat kepekaan mata Anda.

Pakai Kacamata Anti Radiasi

Agar penjagaan kesehatan kedua mata lebih maksimal, Anda juga bisa menggunakan kacamata anti radiasi sebagai pelindung. Kaca mata ini akan memberikan perlindungan mata dari sinar radiasi berbahaya yang dipancarkan oleh layar monitor. Apalagi jika Anda memang terbiasa berlama-lama di depan layar monitor, karena tuntutan tugas misalnya, maka kacamata anti radiasi ini akan membantu menjaga kesehatan mata Anda. Atau juga dengan cara memperbanyak kedipan mata, agar produksi air mata sebagai sarana pembersih dapat meningkat dari biasanya.

Gunakan Keyboard dan Mouse Eksternal

Jika Anda sering menggunakan laptop di rumah dengan durasi waktu lama, maka sebaiknya Anda meletakkan laptop tersebut di atas meja yang memang di desain khusus untuk menyambungkan keyboard dan mouse eksternal ke laptop. Hal ini untuk menjaga posisi Anda saat terlalu dekat dengan laptop dalam waktu yang lama.

Jaga Pola Makan dan Minum Sehat

Terlalu lama di depan layar monitor biasanya menyebabkan bertambahnya berat badan secara drastis (obesitas). Jadi Anda harus pandai mengatur pola makan. Usahakan agar Anda hanya mengkonsumsi makanan yang sehat untuk memperlancar metabolisme tubuh. Misalkan dengan cara memperbanyak minum air putih. Bila perlu, sediakan satu botol besar air mineral di dekat Anda bila terpaksa harus berlama-lama di depan layar komputer. Semoga bermanfaat.

Kekaguman Gus Baha' Pada Abuya Sayyid Muhammad

Gus Baha ngaji Kitab Syariatullah Alkholidah karya Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki.  1. Gus Baha mengakui Kitab karya Sayyid Muhammad Al...