Sabtu, 29 April 2023

Histori & Filosofi Ketupat

Filosofi Ketupat 

Bagi umat muslim di Indonesia, ketupat merupakan makanan khas ketika Lebaran atau Idul Fitri. Dilansir dari berbagai sumber, ketupat berasal dari kata "kupat" yang memiliki arti ganda, yaitu ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).

Ngaku lepat menggambarkan sesama umat muslim harus lapang dalam mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Sedangkan, laku papat menggambarkan empat tindakan, yaitu luberan (melimpah), leburan (melebur dosa), lebaran (pintu ampunan terbuka lebar), dan laburan (menyucikan diri).

Di sisi lain, isian beras pada ketupat memiliki lambang sebagai hawa nafsu. Sedangkan, janur sebagai kulit ketupat tersebut berasal dari kata jatining nur yang berarti cahaya sejati (hati nurani). Sehingga, ketupat memiliki melambangkan manusia yang menahan nafsu dengan mengikuti hati nuraninya.

Baca juga: Filosofi Ketupat

Sejarah Ketupat

ketupat sudah dikenal sejak era Kerajaan Demak, yaitu pada abad ke-15. Seorang ahli sejarah dari Belanda, Hermanus Johannes de Graaf, dalam bukunya yang berjudul Malay Annual, ketupat pertama kali muncul di daerah jawa, tepatnya ketika kepemimpinan Kerajaan Demak.

Kemunculan ketupat tersebut merupakan bagian dari penyebaran agama Islam yang dibawa oleh Sunan Kalijaga. Ketupat digunakan untuk melakukan pendekatan dakwah dalam sistem budaya. Karena, ketupat dipercaya dapat menjadi alat yang lebih familiar bagi masyarakat jawa yang kental pada saat itu.

Hingga akhirnya, ketika agama Islam mulai diterima secara luas, ketupat akhirnya melekat sebagai hidangan yang khas saat perayaan Islam, seperti Idul Fitri.

Jenis-Jenis Ketupat
Terdapat beberapa macam jenis ketupat sesuai bentuk, bahan baku, dan jenis pembungkusnya. Dilansir dari food.detik.com, berikut lima jenis ketupat dari berbagai daerah di Indonesia:

1. Ketupat Pulut

Ketupat pulut merupakan ketupat yang terbuat dari beras ketan. Ketupat ini merupakan hidangan yang berasal dari Medan, biasanya dimakan dengan lauk rendang atau gulai kambing.

2. Ketupat Kapau

Ketupat kapau merupakan ketupat yang dibuat dari daun kapau. Ketupat ini merupakan ikon Kota Pekanbaru. Penggunaan daun kapau tersebut diyakini dapat membuat ketupat bertahan lebih lama.

3. Ketupat Palas

Ketupat palas adalah ketupat yang dibuat dari daun palas atau daun lontar muda. Ketupat ini juga dibuat menggunakan beras ketan, dihidangkan bersama rendang dan aneka kari.

4. Ketupat Landan

Ketupat landan berasal dari Banjarnegara. Untuk memasak ketupat landan biasanya menggunakan air rendaman abu pelepah kelapa.

5. Ketupat Pandan

Ketupat pandan dibuat dari daun pandan, daun pandan yang digunakan adalah daun yang berukuran besar dan memiliki duri


Sumber: Detik.com

Kamis, 27 April 2023

Hati dan Segala Kewajibannya

Terjemahan kitab sullam taufiq bab kewajiban hati :

FASAL : Menerangkan kewajiban-kewajiban hati.
Termasuk kewajiban-kewajiban qolbiyah adalah :
1. iman kepada Allah .
2. iman kepada apa yang datang dari Allah.
3. iman kepada utusan Allah
4. iman kepada apa yang datang dari utusan Allah.
5. tashdiq (menerima dan tunduknya hati thd apa yang sudah diketahui dari agama secara pasti) yang bermakna iman kepada ke empat hal tsb
6. yakin yaitu tdk ragu terhadap apa yaw2ng wajib di imani.
7. ikhlash yaitu amal dalam keta'atan hanya untuk Allah saja.
8. menyesali kemaksiyatan karena maksiyat menyelisihi perintah sang Maha Pencipta.
9. tawakkal yaitu berpegang teguh kepada Allah dalam urusan rizki, keselamatan dari bahaya dan selain hal itu, dan tidak condong kepada sebab-sebab beserta menggunakannya.
10. muroqobah lillah /merasa diawasi oleh Allah, yaitu melanggengkan rasa hadir bahwa sesungguhnya Allah mengawasinya, mengetahui, melihat dan mendengarnya, tujuan muroqobah adalah agar langgeng perasaan takut dari menyelisihi perintah Allah.
11. ridho kepada Allah, yaitu pasrah kepada Allah ta'ala dan tdk berpaling kepada Allah subhanah.
12. husnudz dzon billah /berbaik sangka kepada Allah caranya dengan mengingat ingat apa yang Allah biasakan kepadanya dari kebaikan, jadi dia mengharap kebaikan yang serupa di waktu mendatang.
13. husnudz dzon kepada makhluk Allah, caranya dengan tdk berburuk sangka tanpa adanya indikasi yang mencukupi secara syar'i.
14. mengagungkan syi'ar Allah, maksud syi'ar disini adalah setiap sesuatu yang dijadikan tanda atas keta'atan misalnya sholat,dan maksudnya adalah mengagungkan setiap hal yang di agungkan oleh syare'at.
15. bersyukur atas nikmat Allah, maksudnya adalah tdk mengunkana kenikmatan dalam bermaksiyat kepada Allah.
16. bersabar dalam menjalankan apa yang Allah wajibkan dan bersabar atas apa yang Allah hramkan , maksudnya adalah menjauh dari hal yang di larang.dan bersabar terhadap ujian Allah kepadamu dengan cara ujian tsb tidak mendorongmu kepada kemaksiyatan.
17. tsiqqoh dalam masalh rizki, yaitu percaya bahwa apa yang telah ditulis bagimu untuk kau anfa'atkan tidak akan hilang darimu.
18. mencurigai nafsu terhadap apa yang diperintahkan olehnya, khawatirnya perintah tsb adalah tipuan yang bisa menyampaikan pada hal yang dilarang,
19. tidak ridho kepada nafsu dengan mengingat ingat kesalahannya.
20. membenci syetan dengan cara condong pada menyelisihinya.
21. membenci dunia dengan tdk melirik pada apa yang dapat melalaikan dari keta'atan kepada Allah,
22. membenci ahlul maksiyat dengan menjauh darinya, lari dari kemaksiyatan dan menolak ikut dengan mereka dalam kemaksiyatan.
23. cinta kepada Allah ta'ala dengan cara menempatkan hati untuk beribadah kepada-Nya saja, mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
24. mencintai kalam-Nya dengan cara menjaga keagungan ayat-ayatNya, menghormatinya dan beramal dengannya.
25. mencintai utusan-Nya yaitu Nabi shollallohu alaihi wasallma , dengan cara beriman kepadanya, menghormatinya dan condong kepada kesempurnaan mengikutinya.
26. mencintai Nabi-nabi Allah lainnya, dengan cara beriman kepada mereka dan menghormati mereka.
27. mencintai para sahabat dengan menghadirkan keutamaan mereka sebab mereka lebih dahulu masuk islam dan kemuliaan mereka sebab bersahabat dengan Nabi, dan pertolongan mereka kepada Nabi shollallohu alaihi wasallam dan sebab penyampaian mereka kepada agama.
28. mencintai keluarganya Nabi dengan cara menjaga mereka untuk memuliakan Nabi shollallohu alaihi wasllam, mereka adalah keluarganya Nabi dan kerabatnya.
29. mencintai muhajirin dan anshor yaitu orang yang menolong agama dari penduduk makkah almukarromah dan madinah al munawwawroh, apalagi yang mula-mula masuk islam diantara mereka.
30. mencintai orang sholeh dengan cara mengagungkan mereka , condong kepada mereka dan menapaki jalan mereka. Wallohu a'lam. [Mujaawib: Ust.Nur Chamdyah]
 
- Kitab Sullam taufiq :
 
فَصْلٌ : في واجِباتِ القَلْبِ
مِنَ الواجِباتِ القَلْبِيَّةِ: الإيمانُ بِاللهِ [كما تَقَدَّمَ بَيانُهُ في بابِ أُصُولِ الدِّينِ]، و[الإيمانُ] بِما جاءَ عَنِ اللهِ [كما تَقَدَّمَ بَيانُهُ في بابِ أُصُولِ الدِّينِ]، والإيمانُ بِرَسُولِ اللهِ [كما تَقَدَّمَ بَيانُهُ في بابِ أُصُولِ الدِّينِ]، و[الإيمانُ] بِما جاءَ عَنْ رَسُولِ اللهِ [كما تَقَدَّمَ بَيانُهُ في بابِ أُصُولِ الدِّينِ]، والتَّصْدِيقُ [وهو مَعْنَى الإيمانِ] ، واليَقِينُ [وهو عَدَمُ الشَّكِّ فِيما يَجِبُ الإيمانُ بِهِ] ، والإخْلاصُ وهو العَمَلُ [بِالطّاعَةِ] للهِ وَحْدَهُ، والنَّدَمُ على المَعاصِي [لَكُوْنِها مُخالَفَةً لِأَمْرِ الخالِقِ]،
 
والتَّوَكُّلُ [وهو الاعْتِمادُ] على اللهِ [في أُمُورِ الرِّزْقِ والسَّلامَةِ مِنَ الضَّرَرِ وغيرِ ذٰلك، وعَدَمُ الرُّكُونِ إلى الأَسْبابِ مَعَ الأَخْذِ بِها]، والمُراقَبَةُ للهِ [وهي أنْ يُدِيمَ اسْتِحْضارَ أنَّ اللهَ مُطَّلِعٌ عليه يَعْلَمُ بِهِ ويَراهُ ويَسْمَعُهُ، لِيَدُومَ خَوْفُهُ مِنْ مُخالَفَةِ أَمْرِهِ] ، والرِّضا عَنِ اللهِ [وهو التَّسْلِيمُ له تَعالَى وتَرْكُ الاعْتِراضِ عليه سُبْحانَهُ]، وحُسْنُ الظَّنِّ بِاللهِ [بِأَنْ يَتَذَكَّرَ ما عَوَّدَهُ عليه مِنَ الإحْسانِ فَيَرْجُوَ مِثْلَهُ في المُسْتَقْبَلِ]، و[حُسْنُ الظَّنِّ] بِخَلْقِ اللهِ [بِألّا يَظُنَّ بِهِمْ سُوءًا بِغَيْرِ قَرِينَةٍ كافِيَةٍ شَرْعًا]، وتَعْظِيمُ شَعائرِ اللهِ [أي كُلِّ ما جُعِلَ عَلَمًا على طاعَةٍ كَالصَّلاةِ، والمُرادُ تَعْظِيمُ كُلِّ ما عَظَّمَهُ الشَّرْعُ]، والشُّكْرُ على نِعَمِ اللهِ [أي عَدَمُ اسْتِعْمالِها في مَعْصِيَةٍ]، والصَّبْرُ على أداءِ ما أَوْجَبَ اللهُ، والصَّبْرُ عَمّا حَرَّمَ اللهُ [أي على البُعْدِ عَنِ الحَرامِ]، و[الصَّبْرُ] على ما ابْتَلاكَ اللهُ به [بِألّا يَدْفَعَكَ بَلاءٌ إلى مَعْصِيَةٍ]، والثِّقَةُ بِالرِّزْقِ [أي بِأنَّ ما كُتِبَ لَكَ أنْ تَنْتَفِعَ بِهِ لَنْ يَفُوتَكَ]، واتِّهامُ النَّفْسِ [فِيما تَأمُرُهُ بِهِ خَشْيَةَ أنْ تَكُونَ تُخادِعُ لِلتَّوَصُّلِ إلى مُحَرَّمٍ]، وعَدَمُ الرِّضا عنها [أي عَنِ النَّفْسِ، بِتَذَكُّرِ تَقْصِيرِها]، وبُغْضُ الشَّيْطانِ [بِالمَيْلِ إلى مُخالَفَتِهِ]، وبُغْضُ الدُّنْيا [بِعَدَمِ الالْتِفاتِ إلى ما يُلهِي منها عَنْ طاعَةِ اللهِ]،وبُغْضُ أَهْلِ المَعاصِي [بِالمَيْلِ عنهم، والنُّفُورِ مِنْ مَعاصِيهِمْ، ورَفْضِ الاقْتِداءِ بِهِمْ فيها]،
 
ومَحبَّةُ اللهِ [تَعالَى بِتَوْطِينِ القَلْبِ على عِبادَتِهِ وَحْدَهُ واتِّباعِ أَوامِرِهِ واجْتِنابِ نَواهِيهِ]، و[مَحَبَّةُ] كَلامِهِ [تَعالَى، بِمُراعاةِ تَعْظِيمِ آياتِهِ والتَّسْلِيمِ له والعَمَلِ بِهِ]،و[مَحَبَّةُ] رَسُولِهِ [تَعالَى، صَلّى اللهُ عليه وسَلَّمَ، بِالإيمانِ به وتَوْقِيرِهِ والمَيْلِ إلى كَمالِ اتِّباعِهِ، [ومَحَبَّةُ سائِرِ أَنْبِيائِهِ تَعالَى، بالإيمانِ بِهِم وتَعْظِيمِهِمْ]، و[مَحَبَّةُ] الصَّحابَةِ [بِاسْتِحْضارِ فَضْلِهِمْ، بِما لَهُمْ مِنْ سابِقَةٍ في الإسْلامِ، وشَرَفٍ بصُحْبَتِهِمْ لِلنَّبِيِّ، ونُصْرَتِهِمْ لَهُ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وتَبْلِيغِهِمْ لِلدِّينِ]، و[محبَّةُ] الآلِ [بِمُراعاتِهِمْ إكْرامًا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ، فَهُمْ أَهْلُهُ وذَوُو قَرابَتِهِ]،و[مَحَبَّةُ المُهاجِرِينَ و]الأَنْصارِ [الَّذِينَ نَصَرُوا الدِّينَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ المُكَرَّمَةِ والمَدِينَةِ المَنَوَّرَةِ، ولا سِيَّما السّابِقينَ الأَوَّلِينَ منهم]، و[مَحَبَّةُ] الصّالِحِينَ [بِتَعْظِيمِهِمْ والمَيْلِ إلَيْهِمْ وسُلُوكِ طَرِيقِهِمْ
 
 Sumber: www.piss-ktb.com 


Rabu, 26 April 2023

Belajar Tentang Bersuci Secara Mudah dan Singkat

Dalam ajaran Islam sebelum mengerjakan beberapa ibadah, terutama shalat, disyaratkan bersuci terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa membersihkan diri, baik lahir maupun batin. Kebersihan sangat erat kaitannya dengan ibadah teragung dalam Islam, yaitu shalat. Shalat merupakan dialog rohani dengan Tuhan. Oleh karena itu, kesucian merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum seseorang memasuki dialog rohani yang agung tersebut. 
 
Pengertian Thahârah 
 
Thahârah secara harfiah artinya adalah bersih atau suci dari segala kotoran. Tapi sebagai istilah syara’ thahârah adalah mengerjakan sesuatu yang menyebabkan seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan shalat seperti menghilangkan hadas dan najis. Dapat disimpulkan, suci diartikan dalam dua arah: suci secara dzahir (kongkrit), sebagaimana suci dari najis dan kotoran, juga suci secara ma’nawi (abstrak), sebagaimana suci dari hadas. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: 
 
لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ 
 
Artinya: “…sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS al-Taubah [09]: 108). 
 
Allah juga berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ 
 
Artinya: “Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang banyak bertaubat dan senang (pula) kepada orang-orang yang bersih” (QS al-Baqarah [02]: 222) 
 
Dalam sebuah hadits disebutkan, suci adalah kunci shalat. 
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ 
 
Artinya: “Kunci shalat adalah suci.” 
 
Pengertian Najis dan Klasifikasinya 
 
Najis adalah setiap benda yang haram untuk dimakan secara mutlak (kecuali dalam keadaan terpaksa) bukan karena menjijikan. Najis ada tiga macam: najis mughallazhah (berat), najis mutawassithah (sedang) dan najis mukhaffafah (ringan). 
 
1. Najis Mughallazhah 
Najis mughallazhah adalah najis berat. Yang masuk pada najis jenis ini adalah anjing, babi dan binatang yang lahir dari keduanya (perkawinan silang antara anjing dan babi), atau keturunan silang dengan hewan lain yang suci. Cara menyucikan najis mughallazhah adalah membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satu basuhannya dicampur dengan debu yang suci. Bisa pula dengan lumpur atau pasir yang mengandung debu. 
 
Benda dan sifat najis harus sudah hilang pada saat basuhan pertama. Jika tidak, maka harus diulang-ulang sampai hilang, baru dilanjutkan dengan basuhan kedua, ketiga dan seterusnya sampai ketujuh. Jadi, yang dianggap sebagai basuhan pertama adalah basuhan yang menghilangkan benda dan sifat dari najis mughallazhah. Jika masih belum hilang, maka belum bisa dianggap satu basuhan. Campuran debu bisa diletakkan dalam basuhan yang mana saja. Tapi yang lebih utama pada saat basuhan pertama. Jika air yang digunakan adalah air keruh dengan debu, semisal air banjir, maka sudah dianggap cukup tanpa harus mencampurnya dengan debu. 
 
2. Najis Mutawassithah 
Najis mutawassithah adalah najis tingkat sedang. Najis jenis ini ada lima belas macam: 
1. Setiap benda cair yang memabukkan.[1] 
2. Air kencing, selain kencing bayi laki-laki di bawah dua tahun yang belum makan apa-apa selain air susu ibu. 
3. Madzi, yaitu cairan berwarna putih agak pekat yang keluar dari kemaluan.  Cairan madzi biasanya keluar ketika syahwat sebelum memuncak (ejakulasi) 
4. Wadi, yaitu cairan putih, keruh dan kental yang keluar dari kemaluan. Wadi biasanya keluar setelah kencing ketika ditahan, atau di saat membawa benda berat. 
5. Tinja atau kotoran manusia.
6. Kotoran hewan, baik yang bisa dimakan dagingnya atau tidak. 
7. Air luka yang berubah baunya.
8. Nanah, baik kental atau cair.
9. Darah, baik darah manusia atau lainnya, selain hati dan limpa. 
10. Air empedu.
11. Muntahan, yakni benda yang keluar dari perut ketika muntah. 
12. Kunyahan hewan yang dikeluarkan dari perutnya. 
13. Air susu hewan yang tidak bisa dimakan dagingnya. Sedangkan air susu manusia dihukumi suci kecuali jika keluar dari anak perempuan yang belum mencapai umur baligh (9 tahun), maka dihukumi najis.[2] 
14. Semua bagian tubuh dari bangkai, kecuali bangkai belalang, ikan dan jenazah manusia. Yang dimaksud bangkai dalam istilah fikih adalah hewan yang mati tanpa melalui sembelihan secara syara’ seperti mati sendiri, terjepit, ditabrak kendaraan atau lainnya. 
15. Organ hewan yang dipotong/terpotong ketika masih hidup (kecuali bulu atau rambut hewan yang boleh dimakan dagingnya). 
 
Najis mutawassithah tersebut ada dua macam, yaitu najis hukmiyah dan najis ainiyah. Najis hukmiyah adalah najis yang mana benda, rasa, bau dan warnanya sudah hilang atau tidak tertangkap oleh indera kita. Cara menyucikan najis hukmiyah cukup dengan mengalirkan air pada bagian yang terkena najis. 
 
Sedangkan najis ainiyah adalah najis yang salah satu dari benda, rasa, bau dan warnanya masih ada atau tertangkap oleh indera. Cara menyucikannya adalah dengan membasuh najis tersebut sampai benda dan sifat-sifatnya hilang. 
 
Jika najis ainiyah berada di tengah-tengah lantai misalnya, maka ada cara yang lebih praktis untuk menyucikannya, yaitu dengan dijadikan najis hukmiyah terlebih dahulu (dihilangkan benda, bau, rasa dan warnanya dengan digosok menggunakan kain basah misalnya, kemudian tempat najisnya dikeringkan). Setelah itu cukup mengalirkan air ke tempat yang tadinya basah. Cara ini bisa digunakan agar tidak usah mengepel lantai seluruhnya. 
 
3. Najis Mukhaffafah 
Najis mukhaffafah adalah najis yang ringan. Yang masuk dalam kategori mukhaffafah hanyalah kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa selain air susu ibu dan umurnya belum mencapai dua tahun. Adapun kencing bayi perempuan tidak masuk dalam kategori mukhaffafah, melainkan mutawassithah. 
Cara menyucikan najis mukhaffafah cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis, setelah menghilangkan benda dan sifat-sifat najisnya (basahnya air kencing) terlebih dahulu. 
 
Bahan untuk Meyucikan 
 
Benda yang dapat menyucikan ada dua macam, yaitu air dan debu. Fungsi air untuk menyucikan telah ditegaskan dalam al-Qur’an: 
 
وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا 
 
Artinya: “Kami (Allah) turunkan dari langit berupa air sebagai bersuci” (QS al-Furqân [25]: 48) 
 
Mengenai fungsi debu, Rasulullah Muhammad saw bersabda.: 
 
جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضَ مَسْجِدًا وَتُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا 
 
Artinya: “Telah dijadikan untuk kita bumi sebagai masjid (tempat shalat), dan debunya UNTUK bersuci.” (HR. Muslim)[3] 
Air bisa digunakan untuk menyucikan najis juga hadas. Sedangkan debu hanya bisa digunakan untuk tayamum dan campuran air ketika membasuh najis mughallazhah. 
Selain air dan debu sebetulnya, masih ada dua proses penyucian najis yang disebutkan oleh ulama, yaitu takhallul dan dabghu. Takhallul adalah perubahan khamer (arak) menjadi cuka, juga darah kijang menjadi minyak misik. Sedangkan dabghu adalah penyamakan kulit bangkai. Penyamakan dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian selain kulit yang membuatnya busuk (seperti sisa daging dan lain sebagainya) dengan menggunakan benda yang terasa sepat/kelat, seperti kulit delima, dan lain sebagainya. 
 
Macam-macam Air 
 
Ditinjau dari segi kegunaan sebagai sarana bersuci (thahârah), air dibagi menjadi empat macam: 
1. Air suci yang bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan 
Yang bisa masuk dalam kategori ini adalah tujuh macam air yang keluar dari perut bumi atau yang turun dari langit (air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air es atau salju, dan air embun.).[4] Tujuh macam air di atas hukumnya suci, bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan, asal tidak termasuk dalam 3 kategori air yang akan diterangkan berikutnya. 
 
2. Air suci yang tidak bisa menyucikan 
Yang masuk dalam kategori ini adalah: 
a) Air musta’mal, yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis. Air ini hanya bisa digunakan untuk kebutuhan selain bersuci, seperti minum, memasak dan lain sebagainya. Maka dari itu, seumpama melakukan wudhu dan airnya kurang dari dua kullah maka diharapkan menggunakan alat ciduk, tidak mengambil air secara langsung. Hal itu untuk menjaga kemurnian air. 
b) Air buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan semacam air kelapa, dan air semangka. 
c) Air mutlak yang tercampur benda suci yang larut, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan mencolok pada sifat air. Contohnya, air teh atau air yang tercampur oleh sabun sampai terjadi perubahan mencolok sehingga ada perubahan nama dari air saja menjadi air teh.  Jika perubahannya hanya sedikit maka tetap bisa menyucikan. 
 
Tidak masuk dalam kategori ini: 
1) air yang berubah karena terlalu lama diam; 
2) air yang berubah sifatnya karena tertular oleh benda yang mendampinginya, misalnya air yang berbau busuk karena di dekat air itu ada bangkai; 
3) air yang berubah disebabkan benda yang terendam di dalam air itu asal benda itu tidak larut dan bisa dibedakan dari airnya dengan mata telanjang, misalnya air yang berubah busuk baunya karena direndami kayu, 
4) air yang berubah karena tercampur benda yang memang lazim bersinggungan dengan air, semisal debu, dan lumut. 
Empat kategori ini masih tetap bisa menyucikan meskipun terjadi perubahan mencolok pada bau, warna, maupun rasa dari air itu. 
 
3. Air suci dan dapat menyucikan namun makruh digunakan. 
Air ini makruh digunakan karena ada efek negatif, yaitu air yang panas karena terkena sinar matahari dan wadahnya terbuat dari bahan yang dicetak dengan menggunakan api, seperti besi dan sejenisnya.[5] Tidak termasuk dalam kategori ini, wadah yang terbuat dari emas dan perak. Begitu juga makruh, menggunakan air yang terlalu panas dan terlalu dingin. Hukum makruh tersebut tidak berlaku jika airnya sudah dingin. 
 
4. Air najis
Yang dimaksud di sini adalah air yang terkena najis. Air bisa menjadi najis karena dua kemungkinan: 
1) jika airnya banyak (mencapai dua qullah) lalu terkena najis, maka air tersebut menjadi najis apabila terjadi perubahan pada salah satu sifatnya (bau, rasa dan warna). Bila tidak terjadi perubahan sama sekali maka tetap suci; 
2) jika airnya sedikit, kemudian terkena najis, maka air tersebut menjadi najis, baik terjadi perubahan sifat atau tidak. 
Air bisa disebut sedikit apabila tidak mencapai dua qullah. Mengenai ukuran dua qullah ulama masih beda pendapat. Menurut Imam Nawawi dua qullah = 174,580 liter (ukuran wadah bersegi empat = 55,9 cm3); menurut Imam Rafi’i = 176,245 liter (ukuran wadah bersegi empat  = 56,1 cm3) [6] 
 
============
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat) 
Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur 
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751 
============
 
FOOTNOTE 
[1] Sedangkan benda tidak cair yang tidak memabukkan dihukumi suci tapi tetap haram dikonsumsi. 
[2] Lihat Syarh at-Tanbîh hlm. 84
[3] Lihat Faidh al-Qadîr juz 3 hlm. 459. 
[4] Dalam kitab-kitab fikih, air jenis ini biasa disebut dengan “air muthlaq”, yakni air suci yang tidak memiliki qayyid permanen (embel-embel/batasan yang mengikat), juga tidak tercampur oleh benda lain sehingga dapat mengubah nama atau status air tersebut. 
Maksud dari qayyid permanen yang bisa menghilangkan ke-muthlaq-an air di sini adalah nama tambahan yang tidak bisa terlepas, seperti air kelapa atau air mawar. Kata “kelapa” atau “mawar” merupakan embel-embel yang tidak akan terlepas meskipun air itu dipindah dari satu tempat ke tempat lain. 
Bila embel-embel itu bisa lepas maka tidak mempengaruhi ke-mutlaq-an dari air, misalnya air laut, air hujan, air sumur, dst. Tambahan kata “laut” disebabkan karena memiliki ikatan dengan tempat, yaitu laut. Jika airnya dipindah maka namanya juga akan berubah menjadi air kendi, air gelas dan lain sebagainya. Qayyid “laut” juga akan hilang ketika air tersebut dipindah ke jeding sehingga menjadi “air jeding”. Ketika dimasukkan ke dalam kendi maka menjadi “air kendi”. Maka hukum dari air tersebut tetap termasuk air muthlaq yang suci dan menyucikan. 
[5] Sebenarnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makruhnya menggunakan air yang panas akibat sinar matahari. Imam Nawawi menyatakan bahwa air tersebut tidak makruh digunakan. 
[6] Lihat Kaifiah dan Hikmah Shalat vesi Kitab Salaf  hlm. 09. 

Sumber www.piss-ktb.com


Selasa, 25 April 2023

Membuka Lembaran Al-Qur'an Dengan Ludah

PERTANYAAN :
Ibnu Tsauban
Bagaimanakah hukumnya membuka lembaran Al-qur'an dengan telunjuk yang dibasahi dengan ludah supaya dengan mudah membukanya ? Mohon pencerahannya..
JAWABAN :
Mbah Jenggot II 
”Al Imam Ibnu Hajar dalam ِAl- Hawasyi Madaniyah menjelaskan tentang keharaman hal tersebut”
الحواشي المدنية /خ الاول/ص ١١٦
وفى فتاوي الشارح (يعنى ابن حجر) يحرم مس المصحف باصبع عليه ريق اذ يحرم ايصال شئ من البصاق الى شئ من اجزا المصحف الى ان قل. والكلام حيث كان على الاصبع ريق يلوث الورقة اما اذا جف الريق بحيث لاينفصل منه شئ يلوث الورقة فلا حرمة الخ اھ .
Diharamkan menyentuh mushaf dengan tangan yang ada air ludahnya. Karena tidak diperbolehkan air ludah mengenai dari bagian-bagian mushaf. Keharaman di atas apabila tangan tersebut masih basah dengan air ludah hingga dapat membasahi mushaf. Namun, jika air ludah tersebut sudah kering dan tidak membasahi mushaf, maka tidak diharamkan menyentuh mushaf dengan tangan tersebut.. [ Al- Hawasyi Madaniyah/juz 1/hal 116 ].
Davien Ahmed El-iroby 
Iya betul tu Haram jika membasahi mushaf Al-qur'an, cek saja di Tarsyih 26 dan busral- karim juz 1 , hal- 28
Masaji Antoro 
Khilaf,.. Menurut Imam Ibnu Hajar tidak boleh, sedang menurut Imam Romli boleh asal bertujuan untuk mempermudah membukanya dan tidak ada maksud menghinanya.
وَفِي الْقَلْيُوبِيِّ عَلَى الْمَحَلِّيِّ يَجُوزُ مَا لَا يُشْعِرُ بِالْإِهَانَةِ كَالْبُصَاقِ عَلَى اللَّوْحِ لِمَحْوِهِ ؛ لِأَنَّهُ إعَانَةٌ ا هـ .
وَفِي فَتَاوَى الْجَمَالِ الرَّمْلِيِّ جَوَازُ ذَلِكَ حَيْثُ قُصِدَ بِهِ الْإِعَانَةُ عَلَى مَحْوِ الْكِتَابَةِ وَفِي فَتَاوَى الشَّارِحِ يَحْرُمُ مَسُّ الْمُصْحَفِ بِإِصْبَعٍ عَلَيْهِ رِيقٌ إذْ يَحْرُمُ إيصَالُ شَيْءٍ مِنْ الْبُصَاقِ إلَى شَيْءٍ مِنْ أَجْزَاءِ الْمُصْحَفِ 
Dalam Kitab Qolyubi ala Almahalli dikatakan “Boleh membuka alQuran dengan jari yang diberi ludah asalkan tidak menimbulkan penghinaan karena dapat mempermudah, Sedang dalam Fatawy Aljamaal Arromli kebolehan tersebut bila bertujuan mempermudah membukanya. Dalam Fataawa Assyaarih dijelaskan “Haram memegang mushaf dengan jemari yang dibasahi ludah karena HARAM hukumnya mendatangkan sesuatu dari ludah pada bagian sekecil apapun dari mushaf.  [ Tuhfah Al-Muhtaaj II/150 ].

Sumber: www.piss-ktb.com

ADAB MEMBACA AL QUR'AN

قال الترمذي الحكيم أبو عبد الله في نوادر الأصول :  فمن حرمة القرآن ألا يمسه إلا طاهرا
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.
 
ومن حرمته أن يقرأه وهو على طهارة .
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya dalam keadaan suci.
 
ومن حرمته أن يستاك فيطيب فاه إذ هو طريقه .
Termasuk menghormati alqur'an adalah bersiwak terlebih dahulu agar mulutnya menjadi wangi, karena mulut adalah jalannya membaca.
 
قال يزيد بن أبي مالك : إن أفواهكم طرق من طرق القرآن ، فطهروها ونظفوها ما استطعتم 
Yazid bin abi malik berkata, "sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan dari jalannya alqur'an, maka sucikan dan bersihkanlah dia semampu kalian."
 
ومن حرمته أن يتلبس كما يتلبس للدخول على الأمير لأنه مناج .
Termasuk menghormati alqur'an adalah memakai pakaian sebagaimana ketika memakai pakaian ketika mau masuk ketempatnya pemimpin, karena sesungguhnya dia sedang bermunajat.
 
ومن حرمته أن يستقبل القبلة لقراءته 
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya menghadap ke arah qiblat.
 
وكان أبو العالية إذا قرأ اعتم ولبس وارتدى واستقبل القبلة
Abul 'aliyah dulu ketika mau membaca alqur'an beliau mengenakan serban, mengenakan pakaian yang bagus dan menghadap kiblat.
 
ومن حرمته أن يتمضمض كلما تنخع .
Dan termasuk menghormati alqur'an adalah berkumur setelah mengeluarkan dahak.
 
ومن حرمته إذا تثاءب أن يمسك عن القراءة لأنه إذا قرأ فهو مخاطب ربه ومناج ، والتثاؤب من الشيطان
Termasuk menghormati alqur'an adalah menghentikan membaca ketika sedang menguap, karena saat itu dia sedang bermunajad dengan Tuhannya, dan menguap adalah dari syetan.
 
قال مجاهد : إذا تثاءبت وأنت تقرأ القرآن فأمسك عن القرآن تعظيما حتى يذهب تثاؤبك . وقال عكرمة يريد أن في ذلك الفعل إجلالا للقرآن . 
Mujahid berkata, " jika engkau menguap dan saat itu engkau sedang membaca alqur'an maka hentikanlah membacamu karena menghormati alqur'an hingga hilang menguapmu.". Ikrimah berkata : " yang dimaksud dari pekerjaan itu (menghentikan membaca ketika menguap) adalah mengagungkan thd alqur'an.
 
ومن حرمته أن يستعيذ بالله عند ابتدائه للقراءة من الشيطان الرجيم ، ويقرأ بسم الله الرحمن الرحيم إن كان ابتداء قراءته من أول السورة أو من حيث بلغ .
Termasuk menghormati alqur'an adalah membaca ta'awudz ketika mulai membaca dan juga bismillahirrohmanirrohiim jika dimulai dari awal surat atau dari mana saja sampainya.
 
ومن حرمته إذا أخذ في القراءة لم يقطعها ساعة فساعة بكلام الآدميين من غير ضرورة .
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya tidak memutus bacaan sebentar-sebentar dengan diselingi kalam anak adam tanpa keadaan darurat. (jangan sambil ngobrol)
 
ومن حرمته أن يخلو بقراءته حتى لا يقطع عليه أحد بكلام فيخلطه بجوابه ; لأنه إذا فعل ذلك زال عنه سلطان الاستعاذة الذي استعاذ في البدء .
Termasuk menghormati alqur'an adalah membacanya di tempat yang sepi hingga tidak ada seorangpun yang memutus bacaan tsb dengan obrolan yang bisa menyebabkan bercampurnya bacaan alqur'an dengan menjawab obrolan tadi, karena sesungguhnya jika dia melakukan hal tsb maka hilanglah faedah ta'awudz yang diminta ketika pertama kali membaca tadi.
 
ومن حرمته أن يقرأه على تؤدة وترسيل وترتيل 
Termasuk menghormati alqur'an adalah membacanya dengan pelan, tidak tergesa2 dan memperhatikan tajwidnya.
 
ومن حرمته أن يستعمل فيه ذهنه وفهمه حتى يعقل ما يخاطب به 
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya menggunakan hati dan memahaminya hingga mengetahui apa yang di bicarakan tsb.
 
ومن حرمته أن يقف على آية الوعد فيرغب إلى الله تعالى ويسأله من فضله ، وأن يقف على آية الوعيد فيستجير بالله منه .
Termasuk menghormati alqur'an adalah berhenti ketika sampai pada ayat tentang janji kemudian mengharap kepada Allah dan meminta anugrahNya, juga berhenti ketika sampai ayat ancaman kemudian meminta pertolongan Allah darinya.
 
ومن حرمته أن يؤدي لكل حرف حقه من الأداء حتى يبرز الكلام باللفظ تماما ، فإن له بكل حرف عشر حسنات
Termasuk menghormati alqur'an adalah menempatkan bacaan huruf pada tempatnya sehingga kalimatnya menjadi jelas dengan lafadz yang sempurna, karena sesungguhnya setiap huruf mendapat balasan sepuluh kebaikan.
 
ومن حرمته إذا انتهت قراءته أن يصدق ربه ، ويشهد بالبلاغ لرسوله - صلى الله عليه وسلم - ، ويشهد على ذلك أنه حق ، فيقول : صدقت ربنا وبلغت رسلك ، ونحن على ذلك من الشاهدين 
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika telah selesai membaca dia membenarkan Tuhannya, bersaksi telah disampaikannya kepada utusanNya, dan bersaksi bahwa hal itu adalah haq.maka dia mengucapkan " shodaqta robbunaa, wa ballagta risalaka, wa nahnu alaa dzaalika minasy syaahidiin."
 
ومن حرمته إذا قرأه ألا يلتقط الآي من كل سورة فيقرأها ; فإنه روي لنا عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أنه مر ببلال وهو يقرأ من كل سورة شيئا ; فأمر أن يقرأ السورة كلها
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika membacanya tidak mengambil ayat-ayat dari setiap surat kemudian membaca ayat-ayat tsb.karena diriwayatkan kepada kami dari nabi shollallohu 'alaihi wasallam bahwa sesungguhnya nabi lewat bertemu dengan bilal yang sedang membaca sedikit ayat dari setiap surat kemudian nabi memerintahkan untuk membaca satu surat seluruhnya.
 
ومن حرمته إذا وضع المصحف ألا يتركه منشورا ، وألا يضع فوقه شيئا من الكتب حتى يكون أبدا عاليا لسائر الكتب ، علما كان أو غيره .
Termasuk menghormati alqur'an adalah ketika meletakkan mushaf tidak ditinggalkan dalam keadaan tersebar/terbuka, dan tidak meletakkan sesuatu diatasnya misalnya kitab-kitan yang lain, jadi selamanya dia berada diatas semua kitab yang lainya, baik itu kitab ilmu atau selainnya.
 
ومن حرمته أن يضعه في حجره إذا قرأه أو على شيء بين يديه ولا يضعه بالأرض 
Termasuk menghormati alqur'an adalah meletakkan dipangkuannya ketika membaca , atau diatas sesuatu di hadapannya, dan jgn meletakkannya di bawah.
 
ومن حرمته ألا يمحوه من اللوح بالبصاق ولكن يغسله بالماء . ومن حرمته إذا غسله بالماء أن يتوقى النجاسات من المواضع ، والمواقع التي توطأ ، فإن لتلك الغسالة حرمة ، وكان من قبلنا من السلف منهم من يستشفي بغسالته . 
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak meleburnya dari papan menggunakan ludah tetapi dicuci saja menggunakan air, ketika membasuhnya menggunakan air maka jagalah dari tempat-tempat najis, dan tempat-tempat yang di injak karena sesungguhnya air bekas basuhan tsb itu juga terdapat penghormatan baginya, dulu orang-orang sebelum kita dari ulama' salaf sebagian mereka ada yang menggunakan air basuhan alqur'an untuk kesembuhan.
 
ومن حرمته ألا يخلي يوما من أيامه من النظر في المصحف مرة ; وكان أبو موسى يقول : إني لأستحيي ألا أنظر كل يوم في عهد ربي مرة .
Termasuk menghormati alqur'an adalah jangan sampai dalam sehari dari hari-harinya itu tidak melihat mushaf walaupun cuma sekali,abu musa pernah berkata, " ssungguhnya aku malu jika tidak melihat perjanjian Tuhanku setiap hari walupun cuma sekali."
 
ومن حرمته أن يعطي عينيه حظهما منه ، فإن العين تؤدي إلى النفس ، وبين النفس والصدر حجاب ، والقرآن في الصدر ; فإذا قرأه عن ظهر قلب فإنما يسمع أذنه فتؤدي إلى النفس ، فإذا نظر في الخط كانت العين والأذن قد اشتركتا في الأداء وذلك أوفر للأداء ; وكان قد أخذت العين حظها كالأذن . روى زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار عن أبي سعيد الخدري قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أعطوا أعينكم حظها من العبادة قالوا : يا رسول الله وما حظها من العبادة ؟ قال : النظر في المصحف والتفكر فيه والاعتبار عند عجائبه . وروى مكحول عن عبادة بن الصامت قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : أفضل عبادة أمتي قراءة القرآن نظرا
 
Termasuk menghormati alqur'an adalah memberikan bagiannya kedua mata dari alqur'an, karena sesungguhnya mata juga bisa sampai ke hati, dan diantara nafs dan hati terdapat penghalang sedangkan alqur;an berada di hati, ketika membacanya dengan hafalan sesungguhnya dia memperdengarkan telinganya dan bisa sampai ke hatinya, dan ketika membacanya sambil melihat tulisan maka mata dan telinga sama-sam mendapatkan bagiannya dan ini lebih sempurna dalam menyampaikannya ke hati.diriwayatkan dari zaid bin aslam bahwa Rasul shollallohu alaihi wasallam bersabda, " berikanlah bagiannya mata kalian dari ibadah "para sahabat berkata, " wahai Rasululloh, apa bagianya dari ibadah ?"rasul menjawab " melihat mushaf ketika membaca, mentafakkuri dan mengambil pelajaran pada keajaiban-kewajibannya."makhul meriwayatkan dari ubadah bin shomit, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda," sebaik-baik ibadahnya umatku adalah membaca alqur'an dengan melihat"
 
ومن حرمته أن يجلل تخطيطه إذا خطه
Termasuk menghormati alqur'an adalah memperbesar tulisannya ketika menulisnya.
 
ومن حرمته ألا يقرأ في الأسواق ولا في مواطن اللغط واللغو ومجمع السفهاء
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak membacanya di pasar-pasar,di tempat-tempat yang gaduh tempat-tempat guyonan dan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang bodoh.
 
ومن حرمته ألا يتوسد المصحف ولا يعتمد عليه ، ولا يرمي به إلى صاحبه إذا أراد أن يناوله .
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menjadikan mushaf sebagi bantalan atau pegangan terhadapnya, juga dilemparkan kepada temannya ketika dia mau menyerahkannya.
 
ومن حرمته ألا يخلط فيه ما ليس منه . 
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak mencampurinya dengan tulisan yang selainnya.
 
ومن حرمته ألا يحلى بالذهب ولا يكتب بالذهب فتخلط به زينة الدنيا 
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak mengiasinya dengan emas atau menuliskannya dengan emas maka bisa menyebabkan tercampur denganhn perhiasan dunia.
 
ومن حرمته ألا يكتب على الأرض مر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - بكتاب في أرض ، فقال لشاب من هذيل : ما هذا ؟ قال : من كتاب الله كتبه يهودي ; فقال : لعن الله من فعل هذا لا تضعوا كتاب الله إلا موضعه 
Termasuk menghormati alqur'an adalah tidak menuliskannya di atas tanah,suatu kali Rasululloh shollallohu alaihi wasallam lewat dan melihat tulisan di atas tanah, kemudian beliau berkata kepada seorang pemuda dari banu hudzail ," apakah ini ?"dia berkata, " ini dari kitab Allah, yang ditulis oleh seorang yahudi."Rasul berkata, " semoga Allah melaknat orang yang melakukan hal ini, janganlah kalian meletakkan kitab Allah kecuali pada tempatnya". Dan masih banyak lagi kehormatan alqur'an yang perlu dijaga... 
 
Sumber: Piss KTB

Minggu, 23 April 2023

Menelusuri Fase Perkembangan Madzhab Syafi'i

 



Fase Perintisan Mazhab


Di antara ulama yang berjasa dalam fase ini adalah:


  1. Imam Abul Qasim al-Anmathi (w. 288 H)

  2. Imam Abul Abbas bin Suraij (w. 306 H)

  3. Imam Abu Zur’ah (w. 302 H)

  4. Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Qaffal as-Syasi (w. 365 H) 

  5. Imam Abu Sa’id al-Hasan al-Isthakhari (w. 328 H)

  6. Al-Qodhi Abu Thayyib Sahal bin Abi Sahal as-Sha’luki (w. 404 H)

  7. Syaikhul-Iraqiyyin

  1. Imam Abu Hamid Ahmad bin Muhammad al-Isfirayini (344-406 H)

  2. Al-Qadhi Abu Thayyib Abdullah bin Thahir at-Thabari (348-450 H)

  3. Imam Abul Hasan al-Mawardi (364-450 H)

  1. Syaikhul-Khurasaniyyin 

  1. Imam Abu Bakar Abdullah bin Ahmad al-Maruazi, al-Qaffal as-Shaghir (327-417 H)

  2. Imam Abdullah bin Yusuf al-Juwaini (w. 438 H)

  3. Imam Abu Ulaiyin al-Husain, al-Qadhi Husain (w. 462 H)

  4. Imam Abdul Malik bin Abdullah, Imam Haramain (419-478 H)

  5. Imam Abu Ishaq asy-Syirazi (393-476 H)


Fase Pertama Perbaikan Mazhab 


  1. Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H)

  2. Imam Ibnu Abi ‘Asrun (w. 585 H)

  3. Imam Abdul Karim bin Muhammad bin Abdul Karim ar-Rafi’i (557-623 H)

  4. Imam Usman bin Abdurrahman, Ibnu Shalah (577-643 H)

  5. Imam Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H)

  6. Imam Abu Syamah al-Maqdisi (599-665 H)

  7. Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi (631-676 H)


Fase Kedua Perbaikan Mazhab


  1. Imam Ahmad bin Muhammad, Ibnu Rif’ah (645-710 H)

  2. Imam Ali bin Abdul Kafi Taqiyuddin as-Subki (683-756 H)

  3. Imam Abdul Wahab bin Ali Tajuddin as-Subki (727-771 H)

  4. Imam Jamaluddin Abdurrahim bin al-Hasan al-Isnawi (704-772 H)

  5. Imam Syihabuddin Ahmad bin Hamdan al-Adzru’i (708-772 H)

  6. Imam Badruddin Muhammad bin Bahadur az-Zarkasyi (745-794 H)

  7. Imam Sirajuddin Umar bin Ruslan al-Bulqini (724-805 H)

  8. Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (791-864 H)

  9. Al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar as-Suyuthi (849-911 H)

  10. Imam Zakaria bin Muhammad al-Anshari (823-936 H)

  11. Imam Syihabuddin Ahmad bin Muhammad al-Haitami (909-974 H)

  12. Imam Syihabuddin Ahmad bin Hamzah ar-Ramli (w. 957 H)

  13. Imam Muhammad bin Muhammad as-Syirbini (w. 977 H)

  14. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ar-Ramli (919-1004 H)


Fase Perbaikan Kitab-Kitab Pertama dan Kedua


  1. Ali bin Ali asy-Syabramallisi (997-1087 H)

  2. Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi (1127-1194 H)

  3. Sulaiman bin Umar al-Jamal (w. 1204 H)

  4. Sulaiman bin Umar al-Bujairimi (1131-1221 H)

  5. Abdullah bin Hijazi as-Syarqawi (1150-1208 H)

  6. Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri (1197-1277 H)

  7. Abu Bakar bin Muhammad Syatha al-Bakri (1303)

  8. Alwi bin Muhammad as-Segaf (1255-1335 H)


Sabtu, 22 April 2023

Mengenal Tingkatan Ahli Fikih (part-III Habis)

 


Mujtahid Fatwa/Ahlut-Tarjih

Mujtahid yang masih belum sampai pada tingkatan ashhâbul-wujûh, akan tetapi tercatat sebagai pakar fikih dan hafal rumusan-rumusan imam mazhabnya, mengetahui dalil-dalil yang digunakan imam mazhabnya serta mampu untuk menetapkan hukum melalui dalil-dalil yang digunakan oleh imam mazhab tersebut. 

Syarat-Syarat Mujtahid Fatwa (Ahlut-Tarjîh)

  • Ahli fikih.

  • Hafal pada rumusan-rumusan imam mazhabnya.

  • Mengetahui dalil-dalil yang digunakan imam mazhabnya dalam merumuskan suatu hukum.

  • Mampu untuk menetapkan hukum melalui dalil-dalil yang digunakan oleh imam mazhab yang diikuti.


Di antara mujtahid fatwa dari mazhab Syafi’i 

  1. Abu Ishaq Asy-Syirazi (393-476 H)

Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzabadi asy-Syirazi. Lahir di Kota Fairuzabad, Irak. Dalam riwayat rihlah ilmiahnya, asy-Syirazi banyak menghabiskan masa mudanya dengan melancong ke berbagai daerah seperti Bashrah, Baghdad dan lainnya. Salah satu karya fenomenalnya adalah al-Muhadzab yang disyarahi oleh Imam an-Nawawi.


  1. Imam Haramain (419-478 H)

Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdullah al-Juwaini. Belajar fikih pada ayahandanya, Imam Abdullah bin Yusuf. Berkat militansinya dalam belajar, Imam Haramain sudah memiliki ketenaran semenjak kecil. Beliau ditinggal wafat ayahandanya ketika berusia dua puluh tahun. Pernah menjadi mufti di Mekkah saat masih belajar di sana. 


  1. Al-Ghazali (450-505 H)

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi Abu Hamid al-Ghazali. Lahir di Thus dari orang tua pedagang kain wol. Pernah berguru kepada Imam Haramain di Nisapur. Dalam belajar, al-Ghazali tidak setengah-setengah sehingga mampu mendalami berbagai macam disiplin ilmu. Pernah menjabat staf pengajar di Madrasah Nidzamiyah, Baghdad.



Nudzar at-Tarjih

Seorang yang kredibel dalam men-tarjîh (mengunggulkan) pendapat Imam an-Nawawi dan ar-Rafi’i. 

Syarat-syarat Nudzar at-Tarjih:

Memiliki kredibelitas dalam men-tarjîh (mengunggulkan) pendapat an-Imam an-Nawawi dan ar-Rafi’i.

Hamalat al-Fiqh/al-Faqih

Seorang yang ahli dalam ilmu fikih. Senantiasa mengkaji dan melestarikan rumusan-rumusan hukum para mujtahid.


Disarikan dari: Thâbaqat asy-Syâfi’îyyah al-Kubrâ.

Jumat, 21 April 2023

Mengenal Tingkatan Ahli Fikih (part-II)

 


Mujtahid Muqayyad/Ashabul Wujuh

Mujtahid yang mengikuti salah satu mazhab yang empat. Namun, mampu menetapkan suatu dalil dengan menggunakan teori ushûl imam mazhab..

Syarat-Syarat Mujtahid Muqayyad (Ashhâbul-Wujûh)

  • Harus memiliki kemampuan berijtihad.

  • Ber-taqlîd pada salah satu mujtahid mutlak.

  • Mampu merumuskan suatu hukum dengan berargumen pada dalil hasil analisisnya.

  • Menggunakan teori dan kaidah salah satu mujtahid mutlak dalam menganalisa suatu dalil.

  • Mempunyai keahlian dalam bidang fikih, ushul fikih, dalil-dalil hukum yang bersifat tafshîli (terperinci) dengan menggunakan metode qiyas (analogi), dan mampu men-takhrîj dan meng-istinbâth suatu hukum dengan cara menganalogikannya dengan permasalahan yang sudah ditetapkan oleh imam mazhab.

Di antara mujtahid muqayyad dari mazhab Syafi’i

  1. shhâbul-Wujûh yang hidup pada masa Imam Syafi’i:


  1. Al-Humaidi (w. 219 H)

Abu Bakar Abdullah bin Zubair bin Isa al-Humaidi al-Qurasyi. Pakar hadis dan fikih dari Kota Mekah. Berguru langsung kepada Imam Syafi’i dan bersama beliau hijrah menuju Mesir. 


  1. Al-Karabisi (w. 248 H)

Abu Ulaiyin al-Husain bin Ali bin Zaid al-Karabisi al-Baghdadi. Salah satu imam yang tersohor dengan keahliannya di bidang hadis dan fikih. Sebelum mengikuti mazhab Syafi’i, beliau adalah pengikut mazhab ahlur-ra’yi di Iraq.


  1. Az-Za’farani (w. 260 H)

Abu Ulaiyin al-Hasan bin Muhammad bin as-Shabbah al-Baghdadi az-Za’farani. Salah satu pejuang mazhab qadîm. Beliau adalah imam agung, pakar fikih dan hadis. Memiliki kredibelitas tinggi. Al-Mawardi menyebut beliau perawi mazhab qadîm yang tsiqah.


  1. Al-Muzanni (175-264 H)

Abu Ibrahim Ismail bin Amr bin Ishaq al-Muzanni. Selain ahli dalam disiplin ilmu fikih beliau juga dikenal zuhud dan wara’. Karena kegigihannya dalam memperjuangkan mazhab Syafi’i, Imam Syafi’i menyanjungnya dengan mengatakan, “al-Muzanni adalah penolong mazhabku.”


  1. Al-Buaithi (w. 231 H)

Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Buaithi al-Mishri. Satu di antara sekian banyak pembesar ulama Syafi’i di  Mesir. Al-Buaithi Belajar langsung pada Imam Syafi’i. Beliau mempunyai karya yang populer dalam merangkum pendapat-pendapat Imam Syafi’i, Mukhtâshar al-Buaithi. 



  1. Ashhâbul-Wujûh setelah masa murid-murid Imam Syafi’i:


  1. Ibnu binti as-Syafi’i 

Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin al-Abbas. Ibunda beliau bernama Zainab putri Imam Syafi’i. Karena kedalaman ilmunya, ada yang menyebutkan bahwa beliau adalah pengganti Imam Syafi’i.


  1. Ad-Darimi (200-280 H)

Utsman bin Said bin Khalid bin Said as-Sijistani al-Hafidz Abu Said ad-Darimi. Sejak remaja, ad-Darimi banyak melakukan rihlah ke pelbagai daerah yang terkenal ghîrah ilmiahnya. Dari daerah-daerah tersebut ad-Darimi mendapatkan banyak ilmu dari para pembesar ulama. Kepada Imam al-Buaithi, ad-Darimi menekuni ilmu fikih. Selain pakar dalam fikih, beliau juga cakap dalam bidang hadis. Sebab hal itu ada yang men-tahbis-kannya sebagai muhaddits Kota Harah, Afghanistan.


  1. Al-Anmathi (w. 288 H)

Utsman bin Said bin Basyar Abul Qasim al-Anmathi. Berguru pada teman seangkatannya, al-Muzanni dan ar-Rabi’ al-Muradi. Al-Anmathi merupakan ulama yang berjasa dalam menyebarkan mazhab Syafi’i di Baghdad. Dari al-Anmathi lahirlah tokoh-tokoh hebat seperti Ibnu Suraij, al-Isthakhri dan yang lainnya.


  1. Ibnul Qosh (w. 335 H)

Ahmad bin Abi Ahmad at-Thabari Abul Abbas bin Qosh. Beliau adalah salah satu murid Ibnu Suraij. Penduduk asli Thabaristan sebelum kemudian hijrah ke Thorsus dan mendirikin pesantren di sana.


  1. Ibnul Qatthan (w. 359 H)

Abul Husain Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Baghdadi atau yang lebih populer dengan sebutan Ibnul Qatthan. Beliau juga salah satu murid Ibnu Suraij. 


  1. Al-Qaffal Al-Kabir (291-365 H)

Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ismail al-Qaffal al-Kabir as-Syasi. Al-Qaffal adalah ulama yang multi talenta, mendalami berbagai macam disiplin ilmu. Seperti tafsir, hadis, teologi, usul, fikih dan lainnya. Selain dikenal alim, al-Qaffal juga dikenal wara’ dan zuhud. Ia merupakan salah satu ulama yang memiliki jasa besar dalam penyebaran mazhab ke Asia Timur.


  1. Al-Mawardi (364-450 H)

Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi. Pernah belajar di Bashrah pada Imam as-Shaimari. Kemudian pindah ke Baghdad untuk belajar pada Imam al-Isfirayini. Selama hidupnya, al-Mawardi pernah menjabat sebagai staf pemerintahan di bidang hakim dan fatwa di berbagai negara Islam.

(bersambung)


disarikan dari: Thâbaqat asy-Syâfi’îyyah al-Kubrâ..

Kekaguman Gus Baha' Pada Abuya Sayyid Muhammad

Gus Baha ngaji Kitab Syariatullah Alkholidah karya Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki.  1. Gus Baha mengakui Kitab karya Sayyid Muhammad Al...