Jumat, 27 Juni 2025

Kenapa Muharram Jadi Bulan Pertama Dalam Kalender Hijriyah? Berikut Penjelasannya

Bulan Muharram dijadikan bulan pertama dalam kalender Islam (Hijriyah) bukan karena peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ sebab Nabi Hijrah terjadi pada R. Awal — seperti yang disampaikan oleh para sejarawan, melainkan karena alasan historis dan pertimbangan praktis yang disepakati oleh para sahabat, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Berikut penjelasan ringkasnya:


---

🔹 1. Penetapan Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah ditetapkan pada masa Umar bin Khattab (sekitar tahun ke-17 Hijriyah).

Ketika Islam mulai berkembang luas, muncul kebutuhan akan sistem penanggalan resmi untuk surat-menyurat, pencatatan, dan administrasi negara.

Maka, Umar mengumpulkan para sahabat untuk menentukan awal tahun Islam.



---

🔹 2. Mengapa Tahun Hijrah Dijadikan Acuan?

Para sahabat sepakat bahwa peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekkah ke Madinah adalah momen paling monumental dalam sejarah Islam.

Maka, tahun hijrah dipilih sebagai awal kalender Islam.



---

🔹 3. Lalu Mengapa Bulannya Dimulai dari Muharram?

Ada beberapa alasan:

1. Secara logis dan administratif, Muharram adalah bulan pertama setelah musim haji (Dzulhijjah).

Setelah ibadah haji selesai, umat Islam seperti memulai "lembaran baru", jadi cocok sebagai awal tahun.



2. Orang Arab sebelum Islam sudah menganggap Muharram sebagai awal tahun dalam sistem penanggalan mereka.


3. Hijrah Nabi memang dimulai dengan rencana dan bai’at pada musim haji, lalu Nabi berhijrah tak lama setelah itu. Maka Muharram dianggap momentum awal proses hijrah, meskipun fisik hijrah terjadi di bulan Rabiul Awal.


4. Utsman bin Affan r.a. dan beberapa sahabat menyarankan Muharram karena alasan-alasan di atas, dan Umar menyetujui.




---

🔹 Kesimpulan

Bulan Muharram dipilih sebagai bulan pertama kalender Islam karena:

Mengikuti sistem penanggalan Arab sebelum Islam,

Memiliki keterkaitan dengan momen awal hijrah secara strategis,

Menandai masa baru setelah musim haji,

Disepakati oleh para sahabat sebagai keputusan administratif yang tepat.



---

Kalender Islam bukan hanya sistem waktu, tapi juga sarat makna sejarah dan spiritual. Maka Muharram menjadi bukan sekadar bulan biasa, tapi pembuka tahun dengan nilai sakral dan penuh makna.

Kamis, 26 Juni 2025

Jangan Nonaktifkan Centang Biru

Jangan Nonaktifkan centang biru

1. Mengganti tanda centang biru dengan centang putih, merupakan bentuk pengelabuhan status bahkan ada unsur ketidak jujuran terhadap diri sendiri, saudara atau temen kita. Allah berfirman,

ياايها الذين امنوا اتقوا الله وكونوا مع الصدقين

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian pada Allah dan hendaklah kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (Qs.At taubah:119)

Ketidak jujuran ini diwanti-wanti oleh RasulullahShallallhu'alaihi wasallam untuk dihindari dalam bentuk apapun, beliau bersabda:

واياكم والكذب فان الكذب يهدى الي الفجور

Artinya: “Dan jauhkanlah kalian dari dusta karena sesungguhnya dusta itu akan membawa seseorang pada kejahatan.” (HR.Bukhori: 6094/Muslim: 2607/Abu Dawud: 4989/Tirmidzi: 1971).

2. Dapat menimbulkan prasangka buruk atau suudzon

Berbagai prasangka pasti akan muncul ketika centang dua biru di WhatsApp tidak muncul. Barangkali sebagian orang akan berburuk sangka ketika tanda tersebut tidak ada.

Bisa jadi orang itu akan merasa tersinggung karena dia pikir kita sedang menjauhinya. Bahkan dianggap sombong karena tidak tidak mau membuka pesan yang dikirimnya, hanya karena tanda centang birunya tidak diaktifkan. Rasulullah pun melarang umatnya untuk bersuudzon,

ياايها الذين امنوا اجتنبوا كثيرا من الظن ان بعض الظن اثم

“Hai orang-orang yang beriman, jauhkanlah diri kalian dari buruk sangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS Al hujurot:12)

اياكم والظن فان الظن ٲكذب الحديث

“Jauhkanlah diri kalian dari buruk sangka , karena sesungguhnya buruk sangka itu sedusta-dustanya ucapan.” (HR. Bukhori: 6064/Muslim: 2563).

3. Akan membuat orang kesal dan jengkel karena pesan yang dikirimnya diduga tidak dibaca.
 
Ini sebabnya mengapa kita lebih baik tidak menonaktifkan centang biru, bisa jadi akan membuat orang lain marah.

Kita tidak pernah tahu, jika orang yang mengirimkan pesan kepada kita melalui WhatsApp lalu pesannya dibaca adanya pemberitahuan melalui centang biru, itu akan sedikit lega karena merasa dianggap.

Rabu, 25 Juni 2025

Sekalipun Dari Keturunan Mulia, Jangan Pernah Meremehkan Orang Lain

• Zaman “Adu kemuliaan” 


 ⁃ Dzurriah Habaib yang merasa kastanya lebih tinggi, menyombongkan nasabnya, merendahkan selainnya, bahkan menganggap pribadinya lebih mulia dari 40 atau 70 Kiai yang alim dan sholih, ia telah melenceng dari jejak para leluhurnya. Salah satu rujukan utama Thariqah Ba’alawi Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad pernah mengultimatum :

من افتخر على الناس بآبائه ذهبت بركتهم عنه 

“ siapapun yang menyombongkan diri atas manusia dengan bawa-bawa leluhurnya, maka barokah mereka akan hilang darinya “

Beliau juga pernah menyampaikan dalam syairnya :

واحذر وإياك من قول الجهول أنا * وأنت دوني في فضل وفي حسب

فقد تأخر أقوام وما قصدوا * نيل المكارم واستغنوا بكان أبي

“ dan waspadalah kamu terhadap ucapan orang bodoh : “ Inilah aku ! Sedangkankan kamu ada dibawah kastaku dalam keutamaan dan keturunan * sungguh telah tertinggal banyak golongan, mereka tak mendapatkan kemuliaan-kemuliaan, hanya karena mereka merasa cukup dengan menyebutkan para leluhurnya yang memiliki kehebatan “ 

 ⁃ Disisi lain, Dzurriah Wali songo yang menyombongkan diri dengan keturunannya bahkan mengajak untuk meyakini dirinya dan golongannya lebih mulia dari siapapun bahkan dari seluruh Habaib yang pernah ada di dunia, jelas tidak tau ( atau lupa ? ) sejarah dan ajaran Wali Songo dan para Kiai terdahulu. 

Sunan Giri pernah berpesan kepada Kiai Suluki sang pencatat nasab keluarga wali 9, agar jangan memberi tahu silsilah nasab kepada orang sembarangan, yang bisa menyalahgunakannya atau bahkan membuatnya terlena dan merasa jumawa karena keturunannya, dawuh beliau : 

“Anging aja nutur sira (ing nasab) ing wong kang ora bisa amaca Qur’an atawa wong bisa agawe kidzib, khianat, kitman, lan wong kang ora anglakoni salat limang waqt karna dudu anak putu isun ”

“ akan tetapi kamu jangan menyebut nasab ini kepada orang yang tidak bisa membaca Al-Quran, atau orang yang berbuat kidzib ( bohong ), khianat, kitman, dan orang yang tidak melakukan sholat 5 waktu karena itu bukan anak-cucuku “ 

Pun begitu dengan banyak Kiai terdahulu yang sengaja menyembunyikan bahkan membakar kitab nasabnya karena takut keturunannya bakal jumawa, sombong, gak mau ngaji tapi minta dimuliakan oleh orang lain

Yang me-lena-kan itu bukan hanya wanita dan jabatan kawan, tapi banyak juga orang yang mabuk karena keturunan, bisa jadi “tersangkanya” adalah diri kita sendiri, tapi kita justru mencurigai orang lain. saya pernah sowan Gus Baha’ di ndalemnya bersama gerombolan para Gus dan Lora, termasuk Muhammad Ismail Al-Ascholy dan Ra Muham putra Kiai Thoifur Sumenep, masih ada pesan beliau saat itu yang masih saya catat sampai saat ini :

" orang itu kalo keturunan ulama atau wali, dia seharusnya tidak bangga, tapi justru sedih dan terbebani.. Sedih jika akhlak, prilaku, dan pencapaiannya tidak sama dengan mbah-mbahnya.. "

Pada akhirnya, kita tidak harus berfikiran sama, tapi mari kita sama-sama berfikir..

Selasa, 24 Juni 2025

Mengenal Dua Guru Besar (Syaikhon) Dalam Ilmu Hadis

Mengenal Dua Guru Besar (Syaikhon) Dalam Ilmu Hadis

1. Imam Bukhari. Seorang Ulama yang Cerdas dan Hafiz, Imam Bukhari adalah imamnya para muhadis dan seorang yang tidak diragukan ke-hafiz-annya, bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh bin Bardazyah al-Bukhari (nisbah dari daerah bernama Bukhara). Lahir di Bukhara tahun 194 H. Beliau adalah pemuka ahli hadis pada zamannya, seorang yang diikuti pada masanya, dan orang yang diunggulkan diantara ulama se-zamannya.

Pada usia yang cukup dewasa, beliau sudah melakukan perjalanan mencari ilmu. Bila terdengar di suatu tempat ada seorang muhaddis atau alim, pasti dia tidak akan melewatkannya. Sering ia melakukan perjalanan jauh hanya untuk mendengarkan satu buah hadis, sehingga daya ingat otaknya penuh dengan hafalan hadis yang diterima dari semua gurunya. Dalam ‘Biografi Imam Bukhari’ karya Prof. DR. Yahya Ismail menyebutkan bahwa guru imam Bukhari sampai 4.000 an guru.

Hidupnya didarma baktikan sepenuhnya untuk ilmu. Siang dan malam ia selalu menyelami ilmunya dengan bertafakur. Jika malam telah larut, ia menyalakan perapian sehingga dapat menulis atau membacakan hadis yang dia hafal kepada para murid. Setelah larut malam, ia tidur sebentar. Bila ia terjaga karena ada suatu hal yang hendak ditulis, ia akan bersegera menuliskannya. Ulama di zamannya bersepakat bahwa beliau adalah pelopor tak tertandingi dalam ilmu hadis. Bahkan banyak dari gurunya yang malah murojaah hafalan kepadanya. Banyak pula yang mentashihkan kitab kepadanya.

Mereka para guru merasa bangga telah mengajarkan karya yang telah mereka miliki kepadanya. Mereka juga bangga bila ada sedikit kesalahan dibetulkan olehnya. Para guru sang imam tidak mempermasalahkan status Bukhari sebagai murid mereka sebelumnya. Sebab, tujuan dalam koreksi kitab dan hafalan semata-mata karena ilmu. Tidak ada sedikitpun terlintas hal-hal bersifat ke’aku’an dan keduniaan. Hasil kecerdasan dan hafalan yang menakjubkan inilah yang kemudian menjadi sebuah karya yang monumental, kitab Shahih Bukhari.

Kitab yang disepakati oleh para ulama sebagai kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an. Karya monumentalnya ini dikerjakan selama 16 tahun. Hadis yang tertulis di dalamnya merupakan hasil seleksi dari 600 ribu hadis. Beliau sendiri berkata, “Tidak ada satu hadis pun yang aku tulis dalam kitab tersebut, kecuali terlebih dahulu aku mandi dan shalat dua rakaat. Hadis yang ada di dalamnya merupakan hasil periwayatan dari seribu guru. Seringkali hadis yang aku riwayatkan di Bashrah, aku tuliskan di Syam. Sering juga riwayat yang aku dengar di Syam, aku tulis di Mesir.”

Imam Bukhari. "Seorang Ulama Kaya Raya dan Zuhud.

Selain seorang alim yang mencurahkan hidupnya untuk ilmu, agama dan sunah, imam Bukhari juga seorang yang kaya raya dan reperesentasi kaum kaya pada zamannya. Tetapi, dengan kekayaannya tersebut ia termasuk dalam deretan orang ahli ibadah kelas wahid, seorang zuhud kelas satu dan sangat tawadlu.

Dalam sejarah biografi para muhaditsin, banyak kita dapati bahwa mereka (ahli hadits) dalam mencari satu riwayat Hadits saja, penuh dengan pengorbanan yang luar biasa, tak hanya harta, tetapi juga jiwa dan raga. Begitupun dengan Imam Bukhari, dengan harta yang melimpah, semua itu ia habiskan hanya untuk Agama dan sunah. Demi menempuh jarak bermil-mil, tentu butuh biaya yang cukup bahkan besar, itu semua hanya untuk mencari satu demi satu Hadits Nabi.

Kiranya benar, bahwa tidak ada ilmu dalam peradaban manusia yang serupa dengan ilmu Hadits. Tidak ada umat lain yang mampu meriwayatkan semua yang diucapkan oleh Nabi-nya, menjelaskan keadaannya sepanjang masa, menjelaskan siapa saja (murid) yang meriwatkannya, siapa saja (guru) yang dijadikan pijakan sumber riwayatnya, siapa saja mata rantai (isnad) yang digunakan dalam transmisi periwayatan antara guru dengan murid. Semua itu membutuhkan waktu yang lama dan perjalanan yang panjang. Dan itu hanya ada pada ilmu Hadits.

Bila sebentar kita renungi, betapa kuat dan besarnya tekad para ahli Hadits terutama imam Bukhari dalam mencari, melestarikan, menjaga hadis Nabi. Bahkan bila kita tempatkan sekaligus bandingkan sosok imam Bukhari dan karyanya ini dalam skala yang lebih luas, terutama dalam kekayaan khazanah keilmuan Islam secara umum, barangkali sangat menarik apabila kita kutip pernyataan sekaligus pengakuan Ibnu Taimiyah tatkala ia mencoba meraba-raba kekayaan Islam sesunggguhnya, “Sebenarnya berapa banyak jumlah karya para sarjana Muslim saat ini”.

Ia melanjutkan, “Amat banyak, tetapi dari berjuta-juta karya sarjana Muslim tersebut, semuanya tidak ada yang menandingi kemasyhuran, keutamaan, dan kebesaran karya Imam Bukhari. Sebuah karya yang ditempatkan pada urutan kedua setelah al-Qur’an; karya yang dijadikan hujjah di hadapan Allah Swt. dan karya yang dijadikan referensi kehidupan, baik di dunia maupun akhirat.“

Mudah-mudahan Allah swt. merahmati imam Bukhari dengan rahmatnya yang luas dan mencurahkan anugerah-Nya kepada kita yang membaca dan mempelajari kitabnya. 

2. Imam Muslim dan Karyanya. Imam Muslim bin al-Hajjaj adalah seorang imam besar, disebut hafiznya para huffaz. Bernama asli Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia lahir di Naesabur tahun 204 H. Ketika usianya 12 tahun yaitu pada tahun 218 H imam Muslim kecil sudah memulai perjalanannya untuk menimba ilmu Hadits. Dalam mempelajari Hadits, ia mengembara kebeberapa daerah seperti Irak, Hijaz, Syam dan Mesir, tentu untuk menemui seluruh ahli hadits yang ada di berbagai daerah tersebut. Ia juga belajar kepada ahli Hadits terdahulunya yang namanya sangat masyhur dalam dunia Islam, yakni Imam Bukhari dari Bukhara.

Dengan sifat tawadhu para ulama dan hafiz pada zaman itu, banyak dari mereka tak ragu mengambil riwayat dari imam Muslim, termasuk para temannya sendiri, seperti Abu Hatim ar-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salmah, at-Tirmidzi, dan lainnya. Atas dasar kekaguman, mereka sepakat atas keagungan, keimanan, ketinggian, kealiman, dan pengusaan dalam bidang Sunah kepada Imam Muslim.

Bukti paling besar yang menunjukkan hal tersebut adalah karya monumentalnya, adalah kitab al-Jami al-Shahih, atau yang kita kenal dengan nama Shahih Muslim, di mana keindahan penulisannya, ringkasan jalur-jalur hadistnya yang tidak lebih dan tidak kurang, kehati-hatiannya dalam mengubah sanad ketika mendapatkan kesepakatan (tanpa dilebih-lebihkan), perhatinnya terhadap riwayat yang berasal dari para mudallis, dan yang lainnya.

Itulah yang menjadikan kitabnya begitu terkenal. Shahih Muslim sendiri memuat 4000 hadits shahih tanpa pengulangan, sedangkan dengan pengulangan sebanyak 7275 hadits. Kitabnya sendiri disusun berdasarkan bab-bab fiqih, hanya saja, beliau tidak menyebutkan kata pengantar untuk setiap bab, mungkin agar kitab tersebut tidak terlalu tebal. Selanjutnya Imam Nawawi sebagai pen-syarah yang nantinya memberikan kata pengantar untuk setiap babnya, dengan gaya bahasa yang pas dan sangat baik.

Banyak para Ulama ahli hadits yang memuji Imam Muslim, misalnya Ahmad bin Salamah berkata. “Aku mendengar Abu Zar’ah dan Abu Hatim menggunggulkan Muslim di atas guru-guru yang sezaman denganya dalam mengetahui hadits shahih”

Ishaq bin Manshur juga pernah berkata kepada Muslim. “Kami tidak akan kehilangan kebaikan, selama Allah Swt. masih memberimu umur panjang bagi kaum muslimin.”

Mengapa Imam Muslim menulis kitab al-Jami’ as-Shohih,

Ada dua faktor yang mendorong Imam Muslim yang pada akhirnya menulis kitab al-Jami’ as-Shahih ini, yang kita kenal dengan nama Shohih Muslim.

Pertama, tentu untuk mengumpulkan hadits-hadist shahih yang muttashil dengan Rasulullah Saw. Yang di dalamnya memuat hukum-hukum agama, sunah-sunah beliau, dan lainnya. Juga untuk memisahkan antara hadits-hadits shahih dengan yang dhaif, sebab pada masa itu hadits-hadits masih bercampur aduk antara yang shahih dengan yang dhoif. Bahkan dengan hadits palsu sekalipun.

Kedua, Imam Muslim melihat pengaruh para tukang dongeng, orang-orang zindik, dan para sufi yang tidak mengerti, yang menipu orang awam, mengarahkan mereka dalam hal-hal yang munkar dan menyesatkan mereka dengan mitos-mitos. Imam Muslim ingin menarik orang-orang awam ini dari kegelapan menuju cahaya dan memberikan kepada mereka sebuah kitab yang berisi hadits-hadits shahih dari Rasulullah Saw. Dengan demikian hati mereka akan tertarik dan meningggalkan kelompok sesat tersebut.

Sepanjang hidupnya, imam Muslim telah banyak menghasilkan karya-karya yang hingga sekarang masih digunakan referensi dan rujukan bagi umat Islam, di antara kitab-kitab karangan beliau adalah:  

* Al-Jami as-Shahih,
* al-Musnad al-Kabir
* ala Rijal, al-Jami’
* al-Kabir, al-Asma wa
* al-Kuna, al-‘Ilal,
* Awham
* al-muhadditsin,
* al-Tamyiz,
* al-mukhadramain,
* Awlad al-sahabah,
* dan banyak lainnya.

Pada suatu sore di hari ahad, tanggal 24 Rajab 261 H, sang Hafidz pun tutup usia. Tuhan sudah merindukannya. Sang Imam pun wafat pada usia 57 tahun di kota Naisabur.

Sumber:

1. Abu Zahw, Hadits Muhadditsun, lihat:hal. 303-304.

2. Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 19

3. Tarikh Baghdad, Juz 2, hal. 11

4. Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 12

5. Yahya Ismail, Biografi Imam Bukhari, lihat: hal. 14

6. Abu Zahw Hadist Muhadditsun, hal. 306

7. Ibid hal. 307

8. Ibid hal. 329

9. Ibid hal. 307

Wallahu A'lam Bishawab

Senin, 23 Juni 2025

Keberkahan di waktu pagi

Keberkahan di waktu pagi

Pagi adalah permulawan hari. Islam memberikan perhatian khusus pada waktu pagi hari ini. Do'a merupakan awal yang baik untuk membuka hari di waktu pagi. 

Rasulullaah ﷺbahkan memanjatkan doa khusus bagi umatnya terkait pagi hari:

`اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا`

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Rasulullah ﷺ juga mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa seusai sholat Subuh atau waktu pagi hari sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allahumma inni as aluka ‘ilman naafi’aa wa rizqan toyyibaa wa ‘amalan mutaqabbalaa
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu As-Sunni dan Ibnu Majah).

Abu Hurairah RA juga meriwayatkan sejumlah do'a yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ yang dibaca ketika pagi hari sebagaimana dikutip oleh Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, halaman 63.

اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

Allāhumma bika ashbahnā, wa bika amsainā, wa bika nahyā, wa bika namūtu, wa ilaikan nusyūru.

Artinya, “Ya Allaah, dengan-Mu aku berpagi hari, dengan-Mu aku bersore hari, dengan-Mu kami hidup, dengan-Mu kami mati. Hanya kepada-Mu (kami) kembali,” 
📚(HR Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibnu Majah, dan lainnya).

Selain doa singkat itu, Imam An-Nawawi juga mengutip do'a pagi Rasulullaahﷺ yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Mas‘ud dalam Sahih Muslim berikut ini:

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الملْكُ للهِ، وَالحَمْدُ للهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الملْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِي هَذِهِ اللَيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا، رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنَ الكَسْلِ وَسُوْءِ الكِبَرِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي القَبْرِ

Ashbahnā wa ashbahal mulku lillāhi wal hamdu lillāhi, lā ilāha illallāhu wahdahū lā syarīka lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai‘in qadīr. Rabbi, as’aluka khaira mā fī hādzihil lailata wa khaira mā ba‘dahā, wa a‘ūdzu bika min syarri mā fī hādzihil lailata wa khaira mā ba‘dahā. Rabbi, a‘ūdzu bika minal kasli wa sū’il kibari. A‘ūdzu bika min ‘adzābin fin nāri wa ‘adzābin dil qabri.

Artinya, “Kami dan kuasa Allah berpagi hari. Segala puji bagi Allah. Tiada tuhan selain Allah yang maha esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kuasa dan puji. Dia kuasa atas segala sesuatu. Tuhanku, aku memohon kepada-Mu kebaikan malam ini dan malam sesudahnya. Aku memohon perlindungan-Mu kejahatan malam ini dan malam sesudahnya. Tuhanku, aku memohon perlindungan-Mu dari kemalasan dan kedaifan masa tua. Aku memohon perlindungan-Mu dari siksa neraka dan siksa kubur,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 64).

Salafus Sholeh rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”

Rasulullah, tidak menjumpai pagi melainkan bergegas dalam beraktivitas. Seperti yang Allaah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan:

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang.”
📖 (QS. Ali Imron [3]: 121).

Semoga kita semua mendapatkan keberkahan diwaktu pagi....

*اللهم امين يارب العالمين*
*اللهم صلي على سيدنا محمد وعلى آله سيدنا محمدﷺ*

Minggu, 22 Juni 2025

17 Amalan yang bisa menghapus Dosa Di masa Lalu

*Dosa Di masa Lalu Dan Yang Akan Datang Bisa Diampuni Dengan 17 Amalan Ini*

17 amalan tersebut diterangkan dalam kitab Nihayatuz Zain Halaman 146, Daru Ihya' :

1. Haji Mabrur.

2. Wudhu’ dengan menyempurnakannya.

3. Menghidupkan malam Lailatul qadar dengan ibadah.

4. Menghidupkan bulan Ramadhan dengan ibadah.

5. Berpuasa bulan Ramadhan.

6. Berpuasa hari Arafah.

7. Membarengi imam pada saat mengucapkan Aamin (Dalam shalat jamaah).

8. Membaca dua ayat terakhir surat Al Hasyr (yaitu ayat 22 sampai 24).

9. Menuntun orang buta berjalan sebanyak 40 langkah.

10. Mengucapkan kalimat ini ketika mendengar mu'adzin melantunkan azan :

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً

11. Berpergian untuk membantu menunaikan kebutuhan orang Islam.

12. Shalat Dhuha.

13. Mengucapkan dzikir ketika memakai pakaian : 

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ كَسَانِي هذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

14. Mengucapkan dzikir ketika selesai makan:

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِي هذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

15. Melakukan perjalanan Haji atau Umrah dari Baitul Maqdis dengan tidak tergesa-gesa.

16. Membaca surat Al Fatihah, Al Ikhlash, Al Falaq dan An Nas sesudah selesai shalat jum’at masing-masing 7 kali.

17. Berjabatan tangan dengan orang lslam yang tidak fasiq diiringi dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan keluarganya.

نهاية الزين: 

فائدة : سبعة عشر من الاعمال يكفر كل واحد منها الذنوب المتقدمة والمتاحرة ، وهى : الحج المبرور، والوضوء مع الاسباغ، وقيام ليلة القدر، وقيام شهر رمضان، وصيامه، وصوم يوم عرفة، ومقارنة الامام فى التأمين، وقراءة اواخر سورة الحشر من قول تعالى : هو الذى لا اله الا هو ... الى اخر السورة، وقود الاعمى اربعين خطوة، وأن يقول عند سماع المؤذن أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا, والسعي فى قضاء حاجة المسلم، وصلاة الضحى، وان يقول عند لبس الثوب "الحمد لله الذى كساني هذا ورزقنيه من غيرحول ولا قوة، وان يقول بعد الاكل "الحمد لله الذى اطعمنى هذا الطعام, والمجىء من بيت المقدس مهلا بحج او عمرة، وقراءة الفاتحة وقل هو الله احد والمعوذتين كل واحدة سبعا بعد صلاة الجمعة، ومصافحة المسلم غير الفاسق مع ذكر الصلاة على النبى صلى الله عليه وآله.

Jumat, 20 Juni 2025

Fa Innaka Taqdhi di baca pelan dalam Qunut?

Pertanyaan: Bagaimana cara membaca tsana' yakni 
فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ
Apa dikeraskan atau dipelankan? 

Jawab:
Imam tetap membaca keras semua bacaanya (namun tak sekeras seperti membaca Fatihah) 
Sedangkan makmum tidak usah membaca amin karena Tsana' bukanlah tempatnya amin

Maka makmum bisa mendengarkan, atau berdoa sendiri secara perlahan (dan ini yang lebih utama) 

فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

 📔 `PERTANYAAN :`

Disaat imam baca qunut subuh, ketika sampai pada stana (sanjungan), Menurut pendapat yang kuat dibaca dalam bentuk sirr atau jaharr ? 

📔 `JAWABAN :`

imam tetap menjahrkan, bahkan di seluruh part qunut.

makmum mendengarkan atau ikut perlahan (tapi ga mengaminkan di part tsana)

📔 `IBARAT KITAB:`

(وأمن) 
جهرا (مأموم) سمع قنوت إمامه للدعاء منه.
ومن الدعاء: الصلاة على النبي (ص)، فيؤمن لها على الاوجه.
أما الثناء وهو: فإنك تقضي - إلى آخره - فيقوله سرا.
أما مأموم لم يسمعه أو سمع صوتا لا يفهمه فيقنت سرا.
[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,1/189]

بشرى الكريم (ﻭ) ﻳﺴﻦ (اﻟﺠﻬﺮ ﺑﻪ) ﺃﻱ: ﺑﻤﺎ ﻣﺮ ﻣﻦ اﻟﻘﻨﻮﺕ ﻭﻟﻮ اﻟﺜﻨﺎء ﻭاﻟﺼﻼﺓ ﻭاﻟﺴﻼﻡ (ﻟﻹﻣﺎﻡ) ﻓﻲ اﻟﺠﻬﺮﻳﺔ ﻭاﻟﺴﺮﻳﺔ ﻛﻤﻘﻀﻴﺔ ﻧﻬﺎﺭا، ﻟﻴﺴﻤﻊ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻓﻴﺆﻣﻦ؛ ﻟﻻﺗﺒﺎﻉ، ﻟﻜﻦ ﺩﻭﻥ ﺟﻬﺮ اﻟﻘﺮاءﺓ، ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﺜﺮ اﻟﻤﺄﻣﻮﻣﻮﻥ .. ﻓﻴﺮﻓﻊ ﻗﺪﺭ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻌﻬﻢ.

Asnal Matholib

(ﻭﻓﻲ اﻟﺠﻤﻴﻊ) ﺃﻱ ﺟﻤﻴﻊ ﺫﻭاﺕ اﻟﻘﻨﻮﺕ ﺣﺘﻰ اﻟﺴﺮﻳﺔ (ﻳﺠﻬﺮ ﺑﻪ اﻹﻣﺎﻡ) ﻟﻻﺗﺒﺎﻉ ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ. ﻗﺎﻝ اﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭﻟﻴﻜﻦ ﺟﻬﺮﻩ ﺑﻪ ﺩﻭﻥ ﺟﻬﺮﻩ ﺑﺎﻟﻘﺮاءﺓ (ﻻ اﻟﻤﻨﻔﺮﺩ) ﻓﻼ ﻳﺠﻬﺮ ﺑﻪ (ﻭﻳﺆﻣﻦ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ) ﻟﻠﺪﻋﺎء ﻛﻤﺎ «ﻛﺎﻧﺖ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻳﺆﻣﻨﻮﻥ ﺧﻠﻒ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ -» ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺣﺴﻦ، ﺃﻭ ﺻﺤﻴﺢ ﻭﻳﺠﻬﺮ ﺑﻪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺗﺄﻣﻴﻦ اﻟﻘﺮاءﺓ (ﻭﻓﻲ اﻟﺜﻨﺎء ﻳﺸﺎﺭﻙ) اﻹﻣﺎﻡ (ﺳﺮا، ﺃﻭ ﻳﺴﺘﻤﻊ) ﻟﻪ؛ ﻷﻧﻪ ﺛﻨﺎء ﻭﺫﻛﺮ ﻻ ﻳﻠﻴﻖ ﺑﻪ اﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﻤﺠﻤﻮﻉ

(ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﻓﻲ اﻟﺜﻨﺎء ﻳﺸﺎﺭﻙ ﺇﻟﺦ) ﺇﺫا ﻗﻠﻨﺎ ﺇﻥ اﻟﺜﻨﺎء ﻳﺸﺎﺭﻛﻪ ﻓﻴﻪ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻓﻔﻲ ﺟﻬﺮ اﻹﻣﺎﻡ ﺑﻪ ﻧﻈﺮ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﻳﺴﺮ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻤﺎ ﻳﺸﺘﺮﻛﺎﻥ ﻓﻴﻪ ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ اﻟﺠﻬﺮ ﻛﻤﺎ ﺇﺫا ﺳﺄﻝ اﻟﺮﺣﻤﺔ، ﺃﻭ اﺳﺘﻌﺎﺫ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ ﻭﻧﺤﻮﻫﺎ ﻓﺈﻥ اﻹﻣﺎﻡ ﻳﺠﻬﺮ ﺑﻪ ﻭﻳﻮاﻓﻘﻪ ﻓﻴﻪ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻭﻻ ﻳﺆﻣﻦ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ اﻟﻤﻬﺬﺏ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ اﻟﺠﻬﺮ ﺃﺷﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﺗﺼﺤﻴﺤﻪ ﻭﻛﺘﺐ ﺃﻳﻀﺎ ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻹﺣﻴﺎء ﺇﺫا ﻗﻨﺖ اﻹﻣﺎﻡ ﻭاﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻘﻀﻲ ﻭﻻ ﻳﻘﻀﻰ ﻋﻠﻴﻚ ﻓﻘﺎﻝ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﺻﺪﻗﺖ ﻭﻳﺮﻭﻥ ﻻ ﺗﺒﻄﻞ ﺻﻼﺗﻪ.

. [القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ١٧٩/١] `(وَ) الصَّحِيحُ (أَنَّ الْإِمَامَ يَجْهَرُ بِهِ) لِلِاتِّبَاعِ فِي ظَاهِرِ حَدِيثِ الْحَاكِمِ الْمُتَقَدِّمِ`، وَالثَّانِي لَا كَسَائِرِ الْأَدْعِيَةِ أَمَّا الْمُنْفَرِدُ فَيُسِرُّ بِهِ جَزْمًا

القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ١٧٩/١] قَوْلُهُ: (وَأَنَّ الْإِمَامَ يَجْهَرُ بِهِ) أَيْ فِي الْجَهْرِيَّةِ وَالسِّرِّيَّةِ وَلَوْ قَضَاءً كَصُبْحٍ أَوْ وَتْرٍ نَهَارًا بِأَنْ طَلَعَتْ الشَّمْسُ وَهُوَ فِيهِ أَوْ قَبْلَهُ، وَشَمَلَ الْقُنُوتُ الدُّعَاءَ وَالثَّنَاءَ وَلِلنَّازِلَةِ وَغَيْرِهِ وَهُوَ كَذَلِكَ، وَكَذَا يُسَنُّ لِلْإِمَامِ أَنْ يَجْهَرَ بِكُلِّ دُعَاءٍ دَعَا بِهِ فِي الصَّلَاةِ كَسُؤَالِ رَحْمَةٍ وَاسْتِعَاذَةٍ مِنْ عَذَابٍ، وَأَنْ يُوَافِقَهُ الْمَأْمُومُ فِيهِ. قَوْلُهُ: (أَمَّا الْمُنْفَرِدُ فَيُسِرُّ بِهِ) وَفِي شَرْحِ شَيْخِنَا الرَّمْلِيِّ تَبَعًا لِإِفْتَاءِ وَالِدِهِ وَأَنَّهُ يَجْهَرُ بِهِ فِي النَّازِلَةِ، وَلَمْ يَرْتَضِهِ شَيْخُنَا الزِّيَادِيُّ.

القليوبي، حاشيتا قليوبي وعميرة، ١٧٩/١] قَوْلُ الْمَتْنِ: `(وَإِنَّ الْإِمَامَ يَجْهَرُ بِهِ) أَيْ حَتَّى بِالثَّنَاءِ، وَلَوْ قُلْنَا إنَّ الْمَأْمُومَ يُوَافِقُهُ فِيهِ هَذَا قَضِيَّةُ إطْلَاقِهِ.` وَقَالَ الْإِسْنَوِيُّ: يَحْتَمِلُ أَنْ يُسِرَّ بِهِ، وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَجْهَرَ بِهِ كَمَا لَوْ سَأَلَ الْإِمَامَ الرَّحْمَةَ أَوْ اسْتَعَاذَ مِنْ النَّارِ، فَإِنَّهُ يَجْهَرُ وَيُوَافِقُهُ فِيهِ الْمَأْمُومُ كَمَا قَالَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ اهـ. *وَاَلَّذِي ذَكَرَهُ مِنْ أَنَّ الْإِمَامَ يَجْهَرُ بِالدُّعَاءِ مَسْأَلَةٌ مُهِمَّةٌ لَا يَفْعَلُهَا أَئِمَّةُ هَذَا الزَّمَانِ.*

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج (وَ) أَنَّهُ (يَقُولُ الثَّنَاءَ) سِرًّا وَهُوَ مِنْ فَإِنَّك تَقْضِي إلَى آخِرِهِ، أَوْ يَسْتَمِعُ لَهُ لِأَنَّهُ ثَنَاءٌ وَذِكْرٌ لَا يَلِيقُ بِهِ التَّأْمِينُ وَالْمُشَارَكَةُ أَوْلَى كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ، وَالثَّانِي يُؤَمِّنُ فِيهِ أَيْضًا، وَإِذَا قُلْنَا بِمُشَارَكَتِهِ فِيهِ فَفِي جَهْرِ الْإِمَامِ بِهِ نَظَرٌ، يُحْتَمَلُ أَنْ يُقَالَ: يُسِرُّ بِهِ كَمَا فِي غَيْرِهِ مِمَّا يَشْتَرِكَانِ فِيهِ، وَيُحْتَمَلُ وَهُوَ الْأَوْجَهُ الْجَهْرُ بِهِ كَمَا إذَا سَأَلَ الرَّحْمَةَ أَوْ اسْتَعَاذَ مِنْ النَّارِ وَنَحْوِهَا فَإِنَّ الْإِمَامَ يَجْهَرُ بِهِ وَيُوَافِقُهُ فِيهِ الْمَأْمُومُ وَلَا يُؤَمِّنُ كَمَا قَالَهُ فِي الْمَجْمُوعِ.

حاشية الشبراملسي (قَوْلُهُ: وَيُحْتَمَلُ وَهُوَ الْأَوْجَهُ) `يُتَأَمَّلُ هَذَا مَعَ قَوْلِهِ أَوَّلًا سِرًّا فَإِنَّ ذَلِكَ يَقْتَضِي أَنَّهُ الْمَنْقُولُ،` ثُمَّ رَأَيْت فِي نُسَخٍ بَعْدَ قَوْلِهِ وَالثَّانِي يُؤَمِّنُ فِيهِ أَيْضًا

وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ أَنَّ الإِْمَامَ يَجْهَرُ بِالْقُنُوتِ. وَقَال الْمَاوَرْدِيُّ: وَلْيَكُنْ جَهْرُهُ بِهِ دُونَ الْجَهْرِ بِالْقِرَاءَةِ، فَإِنْ أَسَرَّ الإِْمَامُ بِالدُّعَاءِ حَصَّل سُنَّةَ الْقُنُوتِ وَفَاتَهُ سُنَّةُ الْجَهْرِ. أَمَّا الْمُنْفَرِدُ فَيُسِرُّ بِهِ، وَأَمَّا الْمَأْمُومُ فَيُؤَمِّنُ خَلْفَ الإِْمَامِ جَهْرًا لِلدُّعَاءِ، وَيَقُول الثَّنَاءَ سِرًّا أَوْ يَسْتَمِعُ لإِِمَامِهِ (2) . وَيُوَافِقُ الْحَنَابِلَةُ الشَّافِعِيَّةَ فِي اسْتِحْبَابِ جَهْرِ الإِْمَامِ بِالْقُنُوتِ، وَتَأْمِينِ الْمَأْمُومِ لِلدُّعَاءِ (3) . أَمَّا الْمُنْفَرِدُ فَيَجْهَرُ بِالْقُنُوتِ كَالإِْمَامِ عَلَى الصَّحِيحِ مِنَ الْمَذْهَبِ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ (4) . [مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية الكويتية، ١٨٦/١٦]

Kenapa Muharram Jadi Bulan Pertama Dalam Kalender Hijriyah? Berikut Penjelasannya

Bulan Muharram dijadikan bulan pertama dalam kalender Islam (Hijriyah) bukan karena peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ sebab Nabi ...