Kamis, 11 Februari 2021

Agar Cinta Selalu Bersemi

 





            Ketika awal-awal memasuki bahtera rumah tangga, istri tercinta bak bidadari turun dari surga. Mulai tatapan matanya, kerlingan manjanya, wangi katsutri badannya, membuat hidup melayang sampai ke kayangan. Semua indah tiada tara. Bagaikan dunia ini hanya milik berdua. Akan tetapi, setelah hari demi hari dilalui bersama, detik merajuk menit, lalu membingkai jam, kesempurnaanya mulai berkurang. Yang semula senyumnya bak artis India, kini mulai tampak menua. Yang dulunya suaranya merdu bak penyanyi Korea, kini gatal didengar telinga.

            Problema semacam ini banyak menimpa kehidupan berumah tangga. Bosan, sudah pasti mengiringi kebersamaan yang dibina dalam waktu bertahun-tahun. Terlebih, seiring perjalanan waktu, sedikit demi sedikit keburukan dan aib pasangan mulai terbuka, menambah retak harmoni cinta. Apalagi, jika teman hidup kurang pandai merawat diri, memancing mata melirik lain hati. Makanya, penting sekali bagi kedua pasangan untuk saling membina tali ikatan yang dibangun atas dasar cinta suci. Dan untuk menjaga cinta agar terus bersemi, kaum Hawa patut meneladani Sang Ratu Sejati, Sayidan Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq.

            Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sayidah Aisyah, dikisahkan bahwa para shahabat memilih momen yang tepat ketika hendak mengirim hadiah kepada Rasulullah. Momen terbaik itu adalah ketika Rasulullah berada di rumah Sayidah Aisyah. Sebab, saat berada di rumah Aisyah suasana hati Rasulullah selalu bahagia, dan kebahagiaan itu akan kian bertambah dengan hadiah dari para Shahabat. Sehingga, tujuan para shahabat untuk membahagiakan Rasulullah akan berhasil. Bukankah ketika suasana hati sedang berbunga-bunga, semuanya akan terasa indah bahagia.

            Saking besarnya cinta Rasulullah kepada Sayidah Aisyah, ketika sakit parah dan ajal hendak menjemput, Rasulullah bertanya-tanya; dimanakah besok saya akan tinggal? Bersama siapa besok saya bermalam? Mengisyaratkan keinginan besar Beliau agar tiba giliran Sayidah Aisyah. Lihatlah betapa besar cinta Rasulullah kepada Sayidah Aisyah, bahkan menjelang ajal sekalipun, cinta Baginda kian deras tak terbendung, sampai-sampai ingin wafat dalam rangkulan kekasih tercinta, Sayidah Aisyah. Bukannya kian hari kian pudar, cinta Rasulullah semakin hari malah semakin bersemi. Berikut beberapa sikap Sayidah Aisyah kepada Rasulullah hingga bikin cinta Baginda terus bersemi.

Memahami Karakter Suami

            Semua perempuan pasti ingin membahagiakan pasangannya. Begitu pula dengan Sayidah Aisyah. Sayangnya, tidak semua cara yang dilakukan ditangkap dengan baik oleh belahan jiwa. Bahkan tak jarang, maksud hati mengulum senyum, malah muram durja diterima.

            Suatu hari, Sayidah Aisyah bermaksud memberi kejutan kepada Baginda. Aisyah merapikan dan merias ulang kamar tidurnya. Beliau membeli bantal empuk yang nyaman di kepala. Tak lupa aroma wangi menggairahkan dituang di semua sudut kamar. Saat Baginda hendak masuk, beliau terdiam di depan pintu. Bukannya bahagia, raut wajah Baginda yang biasanya berseri-seri, justru berubah drastis merah padam. Aisyah membaca dengan baik ekspresi itu, beliau langsung sadar ada yang tidak beres. Sebab, kalau Baginda sudah seperti itu, biasanya selalu ada yang salah. Tanpa mereka-reka lebih panjang, Aisyah langsung memohon ampunan.

            “Wahai Rasulullah aku bertaubah kepada Allah dan kepadamu atas dosa yang telah aku lakukan,” ucap Aisyah, padahal Beliau belum tahu apa letak kesalahannya. “Apa yang engkau pikirkan dengan bantal ini?,” tanya Baginda. “Saya membelinya khusus untuk engkau dan agar engkai gunakan.” Lalu Rasulullah menjelaskan kesalahan Aisyah. “Sesungguhnya orang yang memiliki gambar-gambar seperti ini akan disiksa di hari kiamat kelak. Dikatakan kepada mereka,”Hidupkan apa yang telah engkau ciptakan!” Sesungguhnya rumah yang ada gambar semacam ini tidak akan dimasuki malaikat.”

            Sayidah Aisyah bersikap sangat dewasa menanggapi ekspresi Rasulullah terhadap kejutan yang disiapkannya. Padahal, untuk menyiapkan kejutan itu beliau sampai mengeluarkan biaya. Sama sekali Aisyah tidak membuka egonya untuk membalas sikap Baginda. Sangat sulit bisa seperti Sayidah Aisyah. Pengertian semacam ini bermuara dari pemahaman utuh soal karakter pasangan, serta berpikir positif tentang pasangan. Seandainya Sayidah Aisyah tidak mengerti karakter Baginda dan tidak bisa membaca ekspresinya dengan cepat, niscaya Beliau akan salah paham atas sikap Baginda. Dan salah paham inilah yang kerap terjadi akibat kurangnya pengertian antara kedua belah pihak yang akhirnya berimbas pada pudarnya cinta.

Setia dalam Suka dan Duka

            Roda kehidupan yang selalu berputar sudah pasti membuat kehidupan naik-turun. Suka-duka silih berganti menghampiri. Urusan ekonomi juga demikian. Adakalanya suami dilimpahi kemudahan untuk memenuhi tanggung jawab nafkah kepada istri. Dan adakalanya pula sedang diuji, sulit mendapat sesuap nasi. Seorang istri dituntut setia dalam suka dan duka. Ketika dimudahkan rezeki mengingatkan untuk bersyukur, dan saat diuji mengingatkan untuk bersabar.

            Kehidupan Rasulullah penuh dengan cobaan. Dalam segi keuangan, dapur Baginda kerap tidak mengepulkan asap untuk beberapa pekan. Dikisahkan dari Sayidah Aisyah sendiri. Beliau berkata kepada Shahabat Urwah, keponakannya sendiri, “Kita menunggu hilal (bulan) silih berganti sampai tiga kali dalam dua bulan, dan (selama itu pula dapur) rumah-rumah Baginda Rasulullah tidak mengepulkan api.” “Wahai bibiku! Dengan apa kalian bertahan hidup?,” tanya Shahabat Urwan penasaran. “Dengan kurma dan air. Dan kadang-kadang tetangga Rasulullah dari Shahabat Anshar mengirimi Baginda susu, kamipun minum susu dari mereka.”

            Betapa sabar Sayidah Aisyah menemani hari demi hari kehidupan sulit Baginda. Beliau tidak pernah mengeluh, justru selalu menerima apa adanya. Tidak pernah menuntut ini itu, bahkan selalu lapang dengan kondisi suaminya. Tentu istri yang bisa bersikap seperti ini akan membuat cinta suaminya tambah lengket setiap hari.

Mesra dan Manja

            Cinta yang bersemayam dalam hati tidak boleh dibiarkan layu dan mati. Ia harus selalu disiram dengan kata-kata mesra dan tindakan-tindakan manja. Seorang suami akan sangat sedang bila istrinya bersikap manja. Demikian pula bila sang istri memancingnya agar mengeluarkan kata-kata mesra.

            Sayidah Aisyah pernah berkata kepada Baginda, “Wahai Rasulullah! Seandainya engkau turun ke sebuah jurang. Di sana ada dua pohon. Satunya sudah dimakan (daunnya) sementara yang lain belum tersentuh orang. Kemanakah akan engkau bawa untamu?” Maksud perkataan Sayidah Aisyah ini adalah memancing Rasulullah untuk mengatakan kalau Aisyah adalah istri yang paling dicintai Rasulullah. Pohon yang daunnya sudah dimakan orang mengisyaratkan istri Baginda yang lain yang sudah berstatus janda, sementara pohon yang belum tersentuh orang adalah dirinya yang masih perawan. Semakin sering istri bersikap manja dan memancing suaminya berkata mesra, akan semakin lengket pula cinta suaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Mendisiplinkan Anak

Menanamkan kedisiplinan pada anak, haruslah dimulai sejak dini. Mengapa? Kembali lagi bahwa anak akan terbiasa bila dibiasakan sejak dini. ...