Ketika awal-awal memasuki bahtera rumah tangga, istri
tercinta bak bidadari turun dari surga. Mulai tatapan matanya, kerlingan
manjanya, wangi katsutri badannya, membuat hidup melayang sampai ke kayangan.
Semua indah tiada tara. Bagaikan dunia ini hanya milik berdua. Akan tetapi,
setelah hari demi hari dilalui bersama, detik merajuk menit, lalu membingkai
jam, kesempurnaanya mulai berkurang. Yang semula senyumnya bak artis India,
kini mulai tampak menua. Yang dulunya suaranya merdu bak penyanyi Korea, kini gatal
didengar telinga.
Problema semacam ini banyak menimpa kehidupan berumah
tangga. Bosan, sudah pasti mengiringi kebersamaan yang dibina dalam waktu
bertahun-tahun. Terlebih, seiring perjalanan waktu, sedikit demi sedikit
keburukan dan aib pasangan mulai terbuka, menambah retak harmoni cinta. Apalagi,
jika teman hidup kurang pandai merawat diri, memancing mata melirik lain hati.
Makanya, penting sekali bagi kedua pasangan untuk saling membina tali ikatan
yang dibangun atas dasar cinta suci. Dan untuk menjaga cinta agar terus
bersemi, kaum Hawa patut meneladani Sang Ratu Sejati, Sayidan Aisyah binti Abu
Bakar ash-Shiddiq.
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
dari Sayidah Aisyah, dikisahkan bahwa para shahabat memilih momen yang tepat
ketika hendak mengirim hadiah kepada Rasulullah. Momen terbaik itu adalah ketika
Rasulullah berada di rumah Sayidah Aisyah. Sebab, saat berada di rumah Aisyah
suasana hati Rasulullah selalu bahagia, dan kebahagiaan itu akan kian bertambah
dengan hadiah dari para Shahabat. Sehingga, tujuan para shahabat untuk
membahagiakan Rasulullah akan berhasil. Bukankah ketika suasana hati sedang
berbunga-bunga, semuanya akan terasa indah bahagia.
Saking besarnya cinta Rasulullah kepada Sayidah Aisyah,
ketika sakit parah dan ajal hendak menjemput, Rasulullah bertanya-tanya; dimanakah
besok saya akan tinggal? Bersama siapa besok saya bermalam? Mengisyaratkan
keinginan besar Beliau agar tiba giliran Sayidah Aisyah. Lihatlah betapa besar
cinta Rasulullah kepada Sayidah Aisyah, bahkan menjelang ajal sekalipun, cinta
Baginda kian deras tak terbendung, sampai-sampai ingin wafat dalam rangkulan kekasih
tercinta, Sayidah Aisyah. Bukannya kian hari kian pudar, cinta Rasulullah semakin
hari malah semakin bersemi. Berikut beberapa sikap Sayidah Aisyah kepada
Rasulullah hingga bikin cinta Baginda terus bersemi.
Memahami Karakter Suami
Semua perempuan pasti ingin membahagiakan pasangannya. Begitu
pula dengan Sayidah Aisyah. Sayangnya, tidak semua cara yang dilakukan
ditangkap dengan baik oleh belahan jiwa. Bahkan tak jarang, maksud hati mengulum
senyum, malah muram durja diterima.
Suatu hari, Sayidah Aisyah bermaksud memberi kejutan
kepada Baginda. Aisyah merapikan dan merias ulang kamar tidurnya. Beliau membeli
bantal empuk yang nyaman di kepala. Tak lupa aroma wangi menggairahkan dituang di
semua sudut kamar. Saat Baginda hendak masuk, beliau terdiam di depan pintu. Bukannya
bahagia, raut wajah Baginda yang biasanya berseri-seri, justru berubah drastis merah
padam. Aisyah membaca dengan baik ekspresi itu, beliau langsung sadar ada yang tidak
beres. Sebab, kalau Baginda sudah seperti itu, biasanya selalu ada yang salah. Tanpa
mereka-reka lebih panjang, Aisyah langsung memohon ampunan.
“Wahai Rasulullah aku bertaubah kepada Allah dan kepadamu
atas dosa yang telah aku lakukan,” ucap Aisyah, padahal Beliau belum tahu apa letak
kesalahannya. “Apa yang engkau pikirkan dengan bantal ini?,” tanya Baginda.
“Saya membelinya khusus untuk engkau dan agar engkai gunakan.” Lalu Rasulullah
menjelaskan kesalahan Aisyah. “Sesungguhnya orang yang memiliki gambar-gambar
seperti ini akan disiksa di hari kiamat kelak. Dikatakan kepada
mereka,”Hidupkan apa yang telah engkau ciptakan!” Sesungguhnya rumah yang ada
gambar semacam ini tidak akan dimasuki malaikat.”
Sayidah Aisyah bersikap sangat dewasa menanggapi ekspresi
Rasulullah terhadap kejutan yang disiapkannya. Padahal, untuk menyiapkan
kejutan itu beliau sampai mengeluarkan biaya. Sama sekali Aisyah tidak membuka
egonya untuk membalas sikap Baginda. Sangat sulit bisa seperti Sayidah Aisyah. Pengertian
semacam ini bermuara dari pemahaman utuh soal karakter pasangan, serta berpikir
positif tentang pasangan. Seandainya Sayidah Aisyah tidak mengerti karakter
Baginda dan tidak bisa membaca ekspresinya dengan cepat, niscaya Beliau akan
salah paham atas sikap Baginda. Dan salah paham inilah yang kerap terjadi akibat
kurangnya pengertian antara kedua belah pihak yang akhirnya berimbas pada
pudarnya cinta.
Setia dalam Suka dan
Duka
Roda kehidupan yang selalu berputar sudah pasti membuat kehidupan
naik-turun. Suka-duka silih berganti menghampiri. Urusan ekonomi juga demikian.
Adakalanya suami dilimpahi kemudahan untuk memenuhi tanggung jawab nafkah
kepada istri. Dan adakalanya pula sedang diuji, sulit mendapat sesuap nasi.
Seorang istri dituntut setia dalam suka dan duka. Ketika dimudahkan rezeki mengingatkan
untuk bersyukur, dan saat diuji mengingatkan untuk bersabar.
Kehidupan Rasulullah penuh dengan cobaan. Dalam segi keuangan,
dapur Baginda kerap tidak mengepulkan asap untuk beberapa pekan. Dikisahkan dari
Sayidah Aisyah sendiri. Beliau berkata kepada Shahabat Urwah, keponakannya
sendiri, “Kita menunggu hilal (bulan) silih berganti sampai tiga kali dalam dua
bulan, dan (selama itu pula dapur) rumah-rumah Baginda Rasulullah tidak
mengepulkan api.” “Wahai bibiku! Dengan apa kalian bertahan hidup?,” tanya
Shahabat Urwan penasaran. “Dengan kurma dan air. Dan kadang-kadang tetangga
Rasulullah dari Shahabat Anshar mengirimi Baginda susu, kamipun minum susu dari
mereka.”
Betapa sabar Sayidah Aisyah menemani hari demi hari
kehidupan sulit Baginda. Beliau tidak pernah mengeluh, justru selalu menerima
apa adanya. Tidak pernah menuntut ini itu, bahkan selalu lapang dengan kondisi
suaminya. Tentu istri yang bisa bersikap seperti ini akan membuat cinta
suaminya tambah lengket setiap hari.
Mesra dan Manja
Cinta yang bersemayam dalam hati tidak boleh dibiarkan layu
dan mati. Ia harus selalu disiram dengan kata-kata mesra dan tindakan-tindakan
manja. Seorang suami akan sangat sedang bila istrinya bersikap manja. Demikian
pula bila sang istri memancingnya agar mengeluarkan kata-kata mesra.
Sayidah Aisyah pernah berkata kepada Baginda, “Wahai
Rasulullah! Seandainya engkau turun ke sebuah jurang. Di sana ada dua pohon. Satunya
sudah dimakan (daunnya) sementara yang lain belum tersentuh orang. Kemanakah akan
engkau bawa untamu?” Maksud perkataan Sayidah Aisyah ini adalah memancing
Rasulullah untuk mengatakan kalau Aisyah adalah istri yang paling dicintai
Rasulullah. Pohon yang daunnya sudah dimakan orang mengisyaratkan istri Baginda
yang lain yang sudah berstatus janda, sementara pohon yang belum tersentuh
orang adalah dirinya yang masih perawan. Semakin sering istri bersikap manja
dan memancing suaminya berkata mesra, akan semakin lengket pula cinta suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar