Pendahuluan
Pertempuran Marj
Dābiq adalah pertempuran antara tantara Usmani Turki dengan tantara Mamluk Mesir
yang terjadi di Desa Dābiq, 44 Kilometer utara Aleppo, Suriah. Marj Dābiq dalam
bahasa Arab berarti Padang Rumput Dābiq (The meadow of Dābiq).
Pertempuran ini
adalah bagian awal dari peperangan antara Khilafah Turki Utsmani melawan
Kesultanan Mamluk sepanjang tahun 922-923 H./1516-1517 yang berakhir dengan
kemenangan pada Turki Utsmani. Akibat kekalahan Mamluk di Marj-Dabiq adalah
lepasnya seluruh wilayah Syam dari tangan Dinasti Mamluk.
Usmani pura-pura lemah
Sultan Al-Asyraf
Qansuh al-Ghawri menyiapkan pasukannya pada permulaan tahun 922 H. untuk
memasuki perbatasan Turki Utsmani di sebelah timur Anatolia, dan persiapan
Sultan sangat maksimal kali ini. Ketika ia hendak berangkat, datanglah utusan Dinasti
Usmani yang membawa berita bahwa Dinasti Usmani akan menunjuk wakil dari Mesir
sebagai penguasa wilayah perbatasan antara Turki Utsmani dan Mamluk. Sultan
al-Asyraf menginginkan bahwa perbatasan, khususnya propinsi Dulkadir dalam
wilayah Turki Utsmani, tunduk pada perintahnya atas nama Mamluk yang berkuasa
di Mesir. Diantara janji yang juga dibawa oleh utusan Sultan Selim I adalah
membuka perbatasan untuk perlintasan perdagangan dan bahkan menyerahkan
sebagian wilayah taklukan bekas Krajaan Safawi kepada Sultan al-Asyraf.
Pada hari Ahad 16 Rabi’uts Tsani 922
Hijriah (18 Mei 1516), Sultan al-Asyraf berangkat dari Kairo bersama pasukan
yang banyak termasuk 20 ribu Kavileri;. Al-Asyraf menugaskan Tuman Bey II
sebagai pemimpin di Kairo selama ia memimpin ekspedisi tersebut; keberangkatan
yang mewah dengan pertunjukan yang meriah melepas keberangkatan pasukan
al-Asyraf. Ikut bersama pasukan ini tidak kurang dari 15 amir, kesatuan kawal
kesultanan 5.000 kavaleri Mamluk, dan satuan milisi Beduin (Badw, Badui)
lainnya yanh bergabung di sepanjang perjalanan di Syam.
Khilafah ‘Abbasiyah di Kairo
Pada rombongan terkawal paling belakang
terdapat Khalifah al-Mutawakkil III dari Daulah ‘Abbasiyah. Daulah ‘Abbasiyah
berdiri di Kairo setelah Baghdad dihancurkan oleh Mongol pada tahun 1258.
Kesultanan Mamluk menerima dan melindungi institusi kekhalifahan pada tahun
1261 ketika Sultan Baybars I al-Bunduqdārī secara resmi mengangkat Khalifah
al-Mustanshir sebagai pelanjut Daulah ‘Abbasiyah di Kairo.
Dalam rombongan belakang ini terdapat juga
Ahmed yang merupakan keponakan Selim I yang memiliki hak atas kekhilafahan
Turki Utsmani. Al-Asyraf membawa serta Ahmed dengan tujuan dapat menarik
simpati para pemimpin dari pihak lawannya. Al-Asyraf melaju pelan sehingga baru
sampai ke Damakus pada tanggal 9 Juni. Ia pun diterima di kota ini dengan karpet
terbentang serta perayaan besar lagi mewah yang disediakan oleh Amir Sibay,
gubernur Mamluk untuk Damaskus. Setelah itu ia terus bergerak menuju kota Hims
dan Hammah dengan penerimaan yang sama mewahnya hingga persiapan menuju Aleppo
(Halab).
Diantara yang menyebabkan lambannya pasukan
Mamluk yang dahulu terkenal gesit adalah bahwa setiap pasukan membawa
perlengkapam dan persenjataan dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini disebabkan
oleh besarnya pembagian bonus dana perang yang diberikan oleh al-Asyraf kepada
setiap pasukan elit kavalerinya berupa; 100 dinar, 4 bulan gaji ke depan, serta
dana pembelian unta.
Sementara itu tiba pula utusan dari pihak
Turki Utsmani dengan membawa hadiah yang mahal kepada al-Asyraf maupun
al-Mutawakkil III serta para pemuka lainnya. Disampaikan oleh utusan bahwa
Sultan Selim I memelas untuk diberikan gula khas Mesir serta kue dan gula-gula
lainnya. Di kemudian hari ternyata ditemukan bahwa aksi diplomasi ini ditujukan
agara al-Asyraf dan para pemimpin Mamluk menganggap remeh Sultan Selim I yang
justru sedang bersiap tempur tanpa disadarinya.
Utusan dari al-Asyraf datang ke tenda Selim
I dengan membawa hadiah ala kadarnya sebagai balasan merendahkan utusan
sebelumnya. Sultan Selim I mengerti pesan simbolik pelecehan itu dan menangkap
utusan serta mengembalikannya setelah dicukur hingga gundul dan ditunggangkan
di atas keledai. Balasan ini mengangetkan al-Aysraf yang mengira Sultan Selim I
akan tunduk dan patuh pada perintahnya begitu saja.
Gejala Pengkhianatan pada Barisan Mamluk
Di kota Aleppo, gubernur Mamluk yang
dijabat oleh Khair Bey menerima rombongan al-Asyraf dengan kemewahan yang sama
dengan kota-kota sebelumnya untuk menyembunyikan perjanjian rahasianya dengan
Sultan Selim I. Penduduk Aleppo sebenarnya tidak menyukai al-Asyraf karena
kekejamannya terhadap Aleppo di masa silam.
Kurang hangatnya penerimaan penduduk Aleppo
sangat kontras dibandingkan dengan jamuan Kair Bey sehingga para penasihat
al-Asyraf memberi masukan agar ia siaga. Al-Asyraf merasa tidam nyaman di Aleppo
kemudian mengambil lagi janji setia para komandan dengan membagikan hadiah
kepada mereka; sebagian yang tidak atau kurang mendapatkan bagian mulai merasa
tersisihkan. Pertimbangan untuk menangkap Khair Beg Malbai karena
tingkah-lakunya yang mencurigakan sudah disampaikan kepada al-Asyraf namun
perintah itu digagalkan oleh Amir Janberdi Al-Ghazali.
Pertempuran
Pada hari Rabu
21 Rajab 922 Hijriah (20 Agustus 1516) pasukan Mamluk sudah sampai di padang
rumput Marj-Dabiq sekitar 1 hari perjalanan dari Aleppo. Al-Asyraf yang tiba
lebih dahulu di tempat ini tidak segera menyusun barisan tempurnya sehingga
kehadiran pasukan Turki Utsmani yang datang belakangan masih dapat memilih
lokasi yang menguntungkannya.
Pertempuran dimulai dengan serbuan kavaleri
Mamluk yang legendaris itu, sayap kanan dipimpin Amir Sibay dari Damaskus dan
sayap kiri dipimpin Amir Khair Beg Malbai. Serangan keras ini berhasil memukul
mundur sayap kiri Turki Utsmani setelah dibantu oleh infanteri Panglima Amir
Su’dun, bahkan dalam catatan resmi diperoleh keterangan bahwa Selim I sudah
mempertimbangkan untuk mundur. Namun, barisan meriam lapangan Turkk Utsmani
berhasil menewaskan panglima Amir Su’dun dan gubernur Amir Sibay dalam serangan
balasan. Pada kondisi genting ini, sebenarnya Mamluk masih dapat meneruskan
terjangan jika barisan kavaleri sayap kirinya terus mendesak maju. Hanya saja,
Amir Kahir Beg Malbai menarik pasukannya sesuai komitment rahasianya dengan
Selim I pada situasi tersebut sehingga sisa kavaleri dan infanteri Mamluk kini
justru terkepung. Hampir semuanya terbunuh dengan tembakan jitu Janisari yang
kini dilengkapi dengan senapan api Musket yang canggih untuk zamannya. Kavaleri
Mamluk yang legendaris itu tercabik-cabik oleh peluru meriam lapangan yang
ditembakkan secara terkoordinir dari berbagai arah.
Sisa pasukan Mamluk di garis belakang
mundur secara panik karena sinyal komando mundur ditiupkan oleh Amir Khair Beg
Malbai ketika barisan masih mencoba bertahan. Sia-sialah uoaya menyusun ulang
barisan karena kini semua pasukan sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing.
Masalah semakin bertambah karena kota Aleppo atas perintah Amir Kahir Beg
Malbai menutup pintu gerbangnya. Sultan al-Asyraf Qansuh al-Ghawri terbunuh
ketika ia mengalami stroke selagi menunggangi kudanya dan jatuh.
Khalifah al-Mutawakkil III memilih untuk
menyerah dan berpindah pihak berikut beberapa amir yang sedari awal tidak
merasa diperhatikan oleh Sultan al-Asyraf.
Hasil akhir
Yavuz Sultan
Selim I masuk dan diterima oleh penduduk Aleppo sebagai sang pembebas dari
kekejaman mendiang al-Asyraf. Sultan Selim I menerima dengan hangat Khalifah
al-Mutawakkil III namun ia menmarahi para ‘ulama yang menurut Selim I tidak
berhasil menasihati sang sultan yang bertindak semena-mena di wilayah Syam
serta tidak memerangi syi’ah di Kerajaan Safawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar