Senin, 08 Maret 2021

Marj-Dabiq: Permulaan Perang Saudara Usmani-Mamluk

 



Pendahuluan

Pertempuran Marj Dābiq adalah pertempuran antara tantara Usmani Turki dengan tantara Mamluk Mesir yang terjadi di Desa Dābiq, 44 Kilometer utara Aleppo, Suriah. Marj Dābiq dalam bahasa Arab berarti Padang Rumput Dābiq (The meadow of Dābiq).

Pertempuran ini adalah bagian awal dari peperangan antara Khilafah Turki Utsmani melawan Kesultanan Mamluk sepanjang tahun 922-923 H./1516-1517 yang berakhir dengan kemenangan pada Turki Utsmani. Akibat kekalahan Mamluk di Marj-Dabiq adalah lepasnya seluruh wilayah Syam dari tangan Dinasti Mamluk.

Usmani pura-pura lemah

Sultan Al-Asyraf Qansuh al-Ghawri menyiapkan pasukannya pada permulaan tahun 922 H. untuk memasuki perbatasan Turki Utsmani di sebelah timur Anatolia, dan persiapan Sultan sangat maksimal kali ini. Ketika ia hendak berangkat, datanglah utusan Dinasti Usmani yang membawa berita bahwa Dinasti Usmani akan menunjuk wakil dari Mesir sebagai penguasa wilayah perbatasan antara Turki Utsmani dan Mamluk. Sultan al-Asyraf menginginkan bahwa perbatasan, khususnya propinsi Dulkadir dalam wilayah Turki Utsmani, tunduk pada perintahnya atas nama Mamluk yang berkuasa di Mesir. Diantara janji yang juga dibawa oleh utusan Sultan Selim I adalah membuka perbatasan untuk perlintasan perdagangan dan bahkan menyerahkan sebagian wilayah taklukan bekas Krajaan Safawi kepada Sultan al-Asyraf.

Pada hari Ahad 16 Rabi’uts Tsani 922 Hijriah (18 Mei 1516), Sultan al-Asyraf berangkat dari Kairo bersama pasukan yang banyak termasuk 20 ribu Kavileri;. Al-Asyraf menugaskan Tuman Bey II sebagai pemimpin di Kairo selama ia memimpin ekspedisi tersebut; keberangkatan yang mewah dengan pertunjukan yang meriah melepas keberangkatan pasukan al-Asyraf. Ikut bersama pasukan ini tidak kurang dari 15 amir, kesatuan kawal kesultanan 5.000 kavaleri Mamluk, dan satuan milisi Beduin (Badw, Badui) lainnya yanh bergabung di sepanjang perjalanan di Syam.

Khilafah ‘Abbasiyah di Kairo

Pada rombongan terkawal paling belakang terdapat Khalifah al-Mutawakkil III dari Daulah ‘Abbasiyah. Daulah ‘Abbasiyah berdiri di Kairo setelah Baghdad dihancurkan oleh Mongol pada tahun 1258. Kesultanan Mamluk menerima dan melindungi institusi kekhalifahan pada tahun 1261 ketika Sultan Baybars I al-Bunduqdārī secara resmi mengangkat Khalifah al-Mustanshir sebagai pelanjut Daulah ‘Abbasiyah di Kairo.

Dalam rombongan belakang ini terdapat juga Ahmed yang merupakan keponakan Selim I yang memiliki hak atas kekhilafahan Turki Utsmani. Al-Asyraf membawa serta Ahmed dengan tujuan dapat menarik simpati para pemimpin dari pihak lawannya. Al-Asyraf melaju pelan sehingga baru sampai ke Damakus pada tanggal 9 Juni. Ia pun diterima di kota ini dengan karpet terbentang serta perayaan besar lagi mewah yang disediakan oleh Amir Sibay, gubernur Mamluk untuk Damaskus. Setelah itu ia terus bergerak menuju kota Hims dan Hammah dengan penerimaan yang sama mewahnya hingga persiapan menuju Aleppo (Halab).

Diantara yang menyebabkan lambannya pasukan Mamluk yang dahulu terkenal gesit adalah bahwa setiap pasukan membawa perlengkapam dan persenjataan dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh besarnya pembagian bonus dana perang yang diberikan oleh al-Asyraf kepada setiap pasukan elit kavalerinya berupa; 100 dinar, 4 bulan gaji ke depan, serta dana pembelian unta.

Sementara itu tiba pula utusan dari pihak Turki Utsmani dengan membawa hadiah yang mahal kepada al-Asyraf maupun al-Mutawakkil III serta para pemuka lainnya. Disampaikan oleh utusan bahwa Sultan Selim I memelas untuk diberikan gula khas Mesir serta kue dan gula-gula lainnya. Di kemudian hari ternyata ditemukan bahwa aksi diplomasi ini ditujukan agara al-Asyraf dan para pemimpin Mamluk menganggap remeh Sultan Selim I yang justru sedang bersiap tempur tanpa disadarinya.

Utusan dari al-Asyraf datang ke tenda Selim I dengan membawa hadiah ala kadarnya sebagai balasan merendahkan utusan sebelumnya. Sultan Selim I mengerti pesan simbolik pelecehan itu dan menangkap utusan serta mengembalikannya setelah dicukur hingga gundul dan ditunggangkan di atas keledai. Balasan ini mengangetkan al-Aysraf yang mengira Sultan Selim I akan tunduk dan patuh pada perintahnya begitu saja.

Gejala Pengkhianatan pada Barisan Mamluk

Di kota Aleppo, gubernur Mamluk yang dijabat oleh Khair Bey menerima rombongan al-Asyraf dengan kemewahan yang sama dengan kota-kota sebelumnya untuk menyembunyikan perjanjian rahasianya dengan Sultan Selim I. Penduduk Aleppo sebenarnya tidak menyukai al-Asyraf karena kekejamannya terhadap Aleppo di masa silam.

Kurang hangatnya penerimaan penduduk Aleppo sangat kontras dibandingkan dengan jamuan Kair Bey sehingga para penasihat al-Asyraf memberi masukan agar ia siaga. Al-Asyraf merasa tidam nyaman di Aleppo kemudian mengambil lagi janji setia para komandan dengan membagikan hadiah kepada mereka; sebagian yang tidak atau kurang mendapatkan bagian mulai merasa tersisihkan. Pertimbangan untuk menangkap Khair Beg Malbai karena tingkah-lakunya yang mencurigakan sudah disampaikan kepada al-Asyraf namun perintah itu digagalkan oleh Amir Janberdi Al-Ghazali.

 

Pertempuran

Pada hari Rabu 21 Rajab 922 Hijriah (20 Agustus 1516) pasukan Mamluk sudah sampai di padang rumput Marj-Dabiq sekitar 1 hari perjalanan dari Aleppo. Al-Asyraf yang tiba lebih dahulu di tempat ini tidak segera menyusun barisan tempurnya sehingga kehadiran pasukan Turki Utsmani yang datang belakangan masih dapat memilih lokasi yang menguntungkannya.

 

Pertempuran dimulai dengan serbuan kavaleri Mamluk yang legendaris itu, sayap kanan dipimpin Amir Sibay dari Damaskus dan sayap kiri dipimpin Amir Khair Beg Malbai. Serangan keras ini berhasil memukul mundur sayap kiri Turki Utsmani setelah dibantu oleh infanteri Panglima Amir Su’dun, bahkan dalam catatan resmi diperoleh keterangan bahwa Selim I sudah mempertimbangkan untuk mundur. Namun, barisan meriam lapangan Turkk Utsmani berhasil menewaskan panglima Amir Su’dun dan gubernur Amir Sibay dalam serangan balasan. Pada kondisi genting ini, sebenarnya Mamluk masih dapat meneruskan terjangan jika barisan kavaleri sayap kirinya terus mendesak maju. Hanya saja, Amir Kahir Beg Malbai menarik pasukannya sesuai komitment rahasianya dengan Selim I pada situasi tersebut sehingga sisa kavaleri dan infanteri Mamluk kini justru terkepung. Hampir semuanya terbunuh dengan tembakan jitu Janisari yang kini dilengkapi dengan senapan api Musket yang canggih untuk zamannya. Kavaleri Mamluk yang legendaris itu tercabik-cabik oleh peluru meriam lapangan yang ditembakkan secara terkoordinir dari berbagai arah.

Sisa pasukan Mamluk di garis belakang mundur secara panik karena sinyal komando mundur ditiupkan oleh Amir Khair Beg Malbai ketika barisan masih mencoba bertahan. Sia-sialah uoaya menyusun ulang barisan karena kini semua pasukan sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Masalah semakin bertambah karena kota Aleppo atas perintah Amir Kahir Beg Malbai menutup pintu gerbangnya. Sultan al-Asyraf Qansuh al-Ghawri terbunuh ketika ia mengalami stroke selagi menunggangi kudanya dan jatuh.

Khalifah al-Mutawakkil III memilih untuk menyerah dan berpindah pihak berikut beberapa amir yang sedari awal tidak merasa diperhatikan oleh Sultan al-Asyraf.

 

Hasil akhir

Yavuz Sultan Selim I masuk dan diterima oleh penduduk Aleppo sebagai sang pembebas dari kekejaman mendiang al-Asyraf. Sultan Selim I menerima dengan hangat Khalifah al-Mutawakkil III namun ia menmarahi para ‘ulama yang menurut Selim I tidak berhasil menasihati sang sultan yang bertindak semena-mena di wilayah Syam serta tidak memerangi syi’ah di Kerajaan Safawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya  Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,i...