Senin, 06 Oktober 2025

Mahasiswa, Dosen & Kitab Kuning

"WAJIB" PANDAI KITAB KUNING

Dosen-dosen ilmu-ilmu agama semestinya memang harus menguasai kecakapan membaca Kitab Kuning. Sangat miris misalnya pengajar tafsir tidak bisa baca kitab kuning? Bahkan membawa mudharat. Apapula yang dapat dikatakan lagi bila pengajar ilmu hadits tak bisa kitab kuning? Begitu juga fiqih? Apalagi pengajar Ushul Fiqih, sudah menjadi kewajiban ia pandai membaca kitab kuning. Pandai kitab kuning maksudnya ialah cakap dalam bahasa Arab, mencakup nahwu, sharaf, sharaf, balaghah, dilalah, uslub, dll. Dan ini tidak boleh setengah-setengah agar tidak menyesatkan murid ketika mengajar/ mengambil keputusan.

Apakah seorang yang bisa bercakap-cakap dengan bahasa Arab berarti pandai membaca kitab? Belum tentu. Kecakapan berbicara (takallum) tidak berbanding lurus dengan kecakapan membaca dan memahami. Kalau ada orang hebat takallum, saya tidak takjub, biasa. Saya lebih takjub dengan seorang yang pintar membaca kitab kuning, walaupun tidak pandai bercakap-cakap dengan bahasa Arab secara lancar. Kecakapan berbicara bisa diperdapat dengan otodidak. Tapi kecakapan membaca kitab kuning hampir MUSTAHIL diperoleh tanpa guru (dan saya sampai sekarang belum percaya kalau ada metode baca kitab kuning dalam waktu singkat). Ulama-ulama kita dulu mengajarkan cakap untuk membaca kitab kuning. Sedangkan, yang saya lihat hari ini, bahasa Arab diajar sebatas pandai berbicara. 

Mengenai pentingnya kitab kuning, saya teringat dengan alm. Prof. Amir Syarifuddin, tokoh dari Thawalib (dan tercatat sebagai ulama Muhammadiyah), yang sangat pintar mensurahkan Kanzul Raghibin. Saya tulis ceritanya dalam FB beberapa tahun silam;

"Guru saya, almarhum Drs. Ahmad Zaini bercerita. Sewaktu menjadi rektor IAIN Imam Bonjol, Prof. Amir Syarifuddin mengadakan semacam halaqah membaca kitab Kanzur Raghibinnya Imam Mahalli, karya penting fiqih dalam Mazhab Syafi'i yang dianggap sulit dipahami (kitab ini, versi cetakan lama dibarengi dengan Hasyiyah Qalyubi dan Amirah, setebal 4 jilid). Halaqah itu sebenarnya adalah test bagi dosen-dosen, terutama dosen syari'ah. Banyak yang tidak mampu membaca kitab Mahalli ini dengan lancar, tutur guru saya. Dan menariknya Prof. Amir Syarifuddin sangat menguasai kitab Kanzul Raghibin, meskipun beliau tamatan Thawalib (perlu diketahui bahwa kitab Kanzul Raghibin ialah kurikulum penting di madrasah madrasah PERTI). Saya kemudian sempat membaca biografi Prof. Amir Syarifuddin, bahwa ketika beliau kuliah di Jakarta, beliau sangat bersungguh-sungguh memahami huruf per huruf kitab Kanzul Raghibin, agar supaya tidak ketinggalan dengan teman-teman seangkatan yang sudah terlebih dahulu memahami. Untuk sekarang, saya tidak pernah lagi mendengar ada kampus yang membuat halaqah-halaqah "kitab berat" ini bagi dosen-dosennya, khususnya di Sumbar."

********

Dosen ilmu agama, terutama fiqih, ushul, tafsir hadits, yang tidak cakap Kitab Kuning, kira-kira hasil didikannya/mahasiswanya bagaimana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang Dimaksud Dengan Nabi Ummi

Apa yang dimaksud Ummi jika dinisbatkan kepada nabi?  Umi adalah tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis قال عبد الله بن عباس رضي الله عنه...