Pendahuluan
Anak adalah amanah besar yang dititipkan Allah kepada orang tua. Ia lahir dalam keadaan suci, ibarat kertas kosong yang siap ditulisi apa saja. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, mendidik anak sejak dini bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga tanggung jawab agama. Gagal mendidik anak berarti menjerumuskannya ke dalam kebinasaan dunia dan akhirat, dan dosanya menjadi beban orang tua dan pendidik.
Pendidikan Sejak Masa Bayi
Pendidikan anak dimulai bahkan sejak masa menyusu. Al-Ghazali menekankan pentingnya memilih ibu susu yang salehah dan memakan yang halal. Sebab, pengaruh makanan dan karakter pengasuh akan membekas dalam diri anak sejak usia dini.
Mengawasi Tanda-Tanda Awal Kematangan
Tanda pertama dari perkembangan akal anak adalah rasa malu. Jika seorang anak mulai merasa segan dan malu terhadap hal tertentu, itu pertanda cahaya akalnya mulai bersinar. Pada tahap ini, anak harus mulai diarahkan dan dibimbing, sebab rasa malu adalah pintu masuk kepada akhlak dan kebajikan.
Pembiasaan Adab dan Akhlak
Imam Al-Ghazali menyebut bahwa sifat pertama yang muncul pada anak-anak biasanya adalah rakus terhadap makanan. Maka, pendidikan akhlak dimulai dari meja makan: mengajarkan membaca basmalah, makan dengan tangan kanan, tidak mengambil lebih dahulu, tidak melototi makanan, makan dengan tenang dan bersih, serta menanamkan nilai kesederhanaan dan berbagi.
Demikian pula dalam berpakaian, anak tidak boleh dibiasakan hidup mewah atau memakai pakaian mencolok. Ia harus dididik untuk mencintai kesederhanaan dan menghindari kesan angkuh atau ingin tampil mencolok.
Bahaya Kemewahan dan Teman Buruk
Anak harus dijauhkan dari teman-teman yang terbiasa dengan kemewahan, karena pengaruh buruk mudah sekali menular pada usia dini. Jika anak dibiarkan tumbuh bebas tanpa didikan dan kontrol, ia akan tumbuh menjadi pembohong, pemalas, pendengki, pencela, bahkan penipu. Sebab itu, pendidikan akhlak adalah tameng utama agar anak tidak terseret pada keburukan.
Penguatan melalui Keteladanan dan Pujian
Jika seorang anak menunjukkan perilaku baik, maka harus diberikan penghargaan berupa pujian atau hadiah. Namun jika ia melakukan kesalahan sesekali, maka orang tua perlu bersikap bijak: tidak langsung menegur di depan umum, apalagi mempermalukan. Kesalahan anak perlu disikapi dengan nasihat pribadi yang penuh kasih, agar tidak menumbuhkan sikap berani berbuat buruk secara terang-terangan.
Adab Sehari-hari yang Harus Ditanamkan
Al-Ghazali menggariskan sejumlah adab dasar yang harus ditanamkan sejak kecil:
Tidak tidur di siang hari (karena menumbuhkan rasa malas).
Terbiasa hidup sederhana, tidak manja terhadap tempat tidur, makanan, dan pakaian.
Tidak menyombongkan diri dengan harta orang tua.
Tidak mengambil barang milik orang lain tanpa izin.
Menanamkan bahwa kemuliaan ada pada memberi, bukan mengambil.
Menjauhi cinta dunia, emas, dan perak, karena kecintaan itu lebih berbahaya dari racun.
Menjaga etika sosial: tidak meludah, tidak menguap, tidak banyak bicara di depan orang, dan menjaga sikap tubuh.
Pendidikan Ibadah dan Ketakwaan
Ketika anak mencapai usia tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk), maka ia harus dibiasakan berwudhu, salat, dan bahkan berpuasa sebagian hari di bulan Ramadan. Ia juga harus diperkenalkan dengan nilai halal-haram, bahaya mencuri, berbohong, berkhianat, serta segala batasan agama lainnya.
Bermain sebagai Kebutuhan Jiwa
Imam Al-Ghazali tidak melarang anak bermain, bahkan menganjurkannya. Setelah pulang belajar, anak boleh bermain dengan permainan yang baik. Jika anak terus-menerus dipaksa belajar tanpa waktu bermain, maka hatinya akan mati, kecerdasannya padam, dan ia akan membenci ilmu.
Menanamkan Sikap Hormat dan Taat
Anak harus diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua, baik dari keluarga maupun bukan. Ia tidak boleh bermain-main di hadapan mereka, harus sopan, dan siap membantu. Ketundukan kepada guru dan orang tua adalah bagian dari pendidikan hati dan karakter.
Penutup
Panduan pendidikan anak dari Imam Al-Ghazali bukan sekadar teori, tetapi hasil perenungan mendalam terhadap hakikat manusia. Ia menekankan bahwa pembentukan karakter dan akhlak harus dimulai sejak dini — dari rumah, dari meja makan, dari pakaian yang dipakai, dari kata-kata orang tua. Anak bukan hanya butuh ilmu, tetapi lebih dulu butuh akhlak. Sebab, dari akhlaklah ilmu akan tumbuh menjadi cahaya yang menerangi, bukan menjadi alat kesesatan.
Referensi: Ihya Ulumuddin 3/73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar