1. Mazhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi, niat puasa harus ada di dalam hati, dan makan sahur tidak otomatis dianggap sebagai niat kecuali disertai dengan tekad dalam hati untuk berpuasa.
Ibarat:
> "فلو أَكَلَ أو شَرِبَ سَحَرًا لا يَكفِي عَنها."
(Radd al-Muhtār, Juz 2, Hal. 85)
Artinya:
"Jika seseorang makan atau minum saat sahur, itu tidak cukup dianggap sebagai niat."
2. Mazhab Maliki
Dalam mazhab Maliki, niat puasa wajib (seperti Ramadan) harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar, dan harus dengan kesengajaan. Jika seseorang hanya makan sahur tanpa niat dalam hati, maka puasanya tidak sah.
Ibarat:
> "ولا بد أن تكون النية جازمة ومبيتة من الليل."
(Al-Kāfī fī Fiqh Ahl al-Madīnah, Juz 1, Hal. 282)
Artinya:
"Niat harus tegas dan dilakukan pada malam hari sebelum fajar."
3. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i juga mensyaratkan niat di dalam hati pada malam hari sebelum fajar. Jika seseorang hanya makan sahur tanpa ada niat berpuasa dalam hati, maka puasanya tidak sah.
Ibarat:
> "ولا يصح الصوم إلا بالنية، ولا بد أن تكون جازمة ومبيتة من الليل."
(Al-Majmū‘, Juz 6, Hal. 289)
Artinya:
"Puasa tidak sah kecuali dengan niat, dan harus dilakukan dengan yakin serta sejak malam hari."
4. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali sependapat bahwa niat harus ada sejak malam hari, tetapi jika seseorang makan sahur dengan kesadaran bahwa ia akan berpuasa, maka itu sudah cukup sebagai niat.
Ibarat:
> "وإن تسحر بنية الصوم أجزأه ذلك."
(Al-Mughni, Juz 3, Hal. 109)
Artinya:
"Jika seseorang makan sahur dengan niat berpuasa, maka itu sudah mencukupi sebagai niat."
Kesimpulan Lintas Mazhab:
Hanafi, Maliki, dan Syafi'i: Sahur tidak cukup dianggap sebagai niat kecuali jika ada kesadaran dan tekad hati untuk berpuasa.
Hanbali: Jika seseorang makan sahur dengan kesadaran bahwa ia akan berpuasa, maka itu sudah dianggap sebagai niat.
Jadi, untuk kehati-hatian, disarankan menghadirkan niat dalam hati saat sahur agar puasa sah di semua mazhab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar