Kamis, 13 Oktober 2022

Biografi Sayyid Sulaiman Betek Mojoagung




Sekitar pertengahan abad ke-16 Masehi tersebutlah seorang pemuda gagah berdarah Arab di tepi barat pulau Jawa, Cirebon. Selama beberapa bulan ia berlayar dari kampung halamannya di negara Yaman.

Saat itu memang sedang gencar-gencarnya orang-orang Arab berimigrasi ke tanah Jawa. Dan salah satunya adalah kakek Mbah Sayid Sulaiman, tokoh yang disebut di awal tulisan ini.

Orang-orang Arab ini datang dengan maksud bermacam-macam. Ada yang berdakwah untuk menyebarkan agama Islam, ada pula yang berniaga seraya berdakwah.

Pemuda itu bernama Abdurrahman. Ia adalah seorang Sayyid keturunan Rasulullah yang bergelar Basyaiban. Basyaiban adalah gelar warga habib keturunan Sayyid Abu Bakar Syaiban, seorang ulama terkemuka di Tarim, Hadramaut, yang terkenal alim dan sakti.

Sayid Abu Bakar mendapat julukan Syaiban (yang beruban) karena ada kisah unik dibalik julukannya itu. Suatu ketika, Sayid Abu Bakar yang saat itu masih tergolong muda menghilang.

Sejak itu ia tidak muncul-muncul. Konon, ia uzlah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Baru setelah sekitar tiga puluh tahun, Sayid Abu Bakar muncul di Tarim. Ia tetap tampak muda. Tapi aneh, rambutnya putih, tak selembar pun yang hitam. Ia seperti berambut salju. Sejak itulah orang-orang menjulukinya Syaiban (yang beruban).

Abdurrahman masih tergolong cicit dari Sayyid Abu Bakar Basyaiban. Ia putra sulung Sayyid Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Basyaiban. Lahir pada abad 16 Masehi di Tarim, Yaman bagian selatan, perkampungan sejuk di Hadramaut yang masyhur sebagai gudang para wali.

Dalam masa perantauannya ke Nusantara, tepatnya di Pulau Jawa, Sayid Abdurrahman memilih bertempat tinggal di Cirebon, Jawa Barat. Beberapa waktu kemudian, ia mempersunting putri Maulana Sultan Hasanuddin (?-1570 M). Putri bangsawan itu juga masih keturunan Rasulullah.

Ia bernama Syarifah Khadijah, cucu Raden Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dari pasangan dua keturunan Rasulullah ini, lahir tiga orang putra: Sayid Sulaiman, Sayyid Abdurrahim (terkenal dengan sebutan Mbah Arif Segoropuro Pasuruan), dan Sayid Abdul Karim.

Mewarisi ketekunan leluhurnya dalam berdakwah, keluarga ini berjuang keras menyebarkan Islam di Jawa, tak jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, di Cirebon.

Pengaruh dan ketekunan mereka dalam berdakwah membuat penjajah Belanda khawatir. Maka ketika menginjak dewasa, Sayyid Sulaiman dibuang oleh mereka.

Putra sulung Sayyid Abdurrahman ini, kemudian tinggal di Krapyak, Pekalongan, Jawa Tengah. Di Pekalongan, beliau menikah dan mempunyai beberapa orang putra. Empat di antaranya laki-laki, yaitu Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir, dan Ali Akbar.

Dari Pekalongan Sayid Sulaiman berkelana lagi. Kali ini, Solo (Surakarta) menjadi tempat tujuan. Selama tinggal di Solo beliau terkenal sakti. Kesaktiannya yang sudah masyhur itu mengundang rasa iri seorang Raja dari Mataram. Sang Raja ingin membuktikan kesaktian Sayid. Maka diundanglah Sayid ke keraton.

Saat itu di istana sedang berlangsung pesta pernikahan putri bungsu sang Raja.Sayid Sulaiman dipanggil menghadap. Untuk memeriahkan pesta pernikahan putri bungsunya ini, Raja meminta agar Sayid memperagakan pertunjukan yang tak pernah diperagakan oleh siapapun.

“Sulaiman, anda ini orang sakti. Kalau benar-benar sakti, saya minta tolong buatkan pertunjukan yang tidak umum, yang belum pernah disaksikan oleh orang-orang sini,” pinta Raja Mataram kepada Sayyid dengan nada menghina.

Mendengar permintaan Raja yang sinis itu, Sayyid meminta pada Raja untuk meletakkan bambu di alas meja, sembari berpesan untuk ditunggu. Sayyid Sulaiman lalu pergi ke arah timur. Masyarakat sekitar keraton menunggu kedatangan Sayyid demikian lama, namun Sayyid belum juga datang.

Raja Mataram hilang kesabaran. la marah. la membanting bambu di alas meja itu hingga hancur berkeping-keping. Sesuatu yang ajaib terjadi, kepingan bambu-bambu itu menjelma menjadi hewan yang bermacam-macam. Raja Mataram tersentak melihat keajaiban ini, barulah ia mengakui kesaktian Sayyid Sulaiman.

Raja Mataram kemudian menitahkan beberapa prajuritnya untuk mencari Sayid Sulaiman. Sedang hewan-hewan jelmaan bambu itu terus dipelihara.

Hewan-hewan itu ditampung dalam sebuah kebun binatang yang kemudian diberi nama “Sriwedari”. Artinya, “Sri” adalah tempat, sedangkan “Wedari” adalah “wedar sabdane Sayid Sulaiman”. Kebun binatang itu tetap terpelihara. T

ak lama berselang, Sriwedari menjadi sebuah taman dan obyek wisata terkenal peninggalan Mataram. Namun pada tahun 1978, binatang-binatang di Sriwedari dipindah ke kebun binatang Satwataru.

Nyantri di Ampel

Setelah meninggalkan Solo, Mbah Sayid Sulaiman pergi dari Solo ke Surabaya. Untuk sampai ke Surabaya, beliau harus melalui hutan belantara. Tujuan beliau menuju ke Ampel, Surabaya, adalah untuk nyantri kepada Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Kabar keberadaan Sayid Sulaiman akhirnya sampai ke telinga Raja Mataram. Ia mengirim utusan ke Surabaya untuk memanggilnya. Di antara utusan itu ada Sayyid Abdurrahim, adik kandung Sayid Sulaiman sendiri.

Sesampainya di Ampel, ia sangat terharu bertemu kembali dengan kakaknya tercinta. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk tidak kembali lagi ke Mataram. Ia ingin belajar kepada Sunan Ampel bersama sang kakak.

Pada suatu malam, saat murid-murid Sunan Ampel sudah tertidur pulas, tiba-tiba terdapat dua kilatan sinar menerpa dua orang murid Sunan Ampel yang sedang tidur. Sinar itu berwarna kuning keemasan.

Sunan Ampel yang saat itu sedang tidak tidur, menghampiri tempat jatuhnya sinar tadi. Karena keadaan yang gelap, beliau tidak dapat melihat dengan jelas wajah kedua santrinya yang diterpa sinar keemasan ini. Beliau memutuskan untuk mengikat sarung kedua santrinya itu. Usai salat Subuh, Sunan Ampel bertanya kepada para santrinya,

“Siapa yang sarungnya tadi malam terikat?”

Mbah Sayid Sulaiman dan Mbah Abdurrahim mengacungkan tangan. Lalu, Sunan Ampel berkata,

“Mulai sekarang, santriku jangan panggil Sulaiman, jangan panggil Abdurrahim tok, tapi panggillah Mas Sulaiman dan Mas Abdurrahim!”Panggilan ini menjadi cikal-bakal sebutan “Mas” (semacam “Gus”) oleh santri untuk memanggil keturunan para Masyayikh.

Riwayat belajarnya Sayid Sulaiman kepada Sunan Ampel ini sebenarnya masih sangat disangsikan. Soalnya, terdapat selisih tahun yang terlalu jauh antara masa hidup Sayyid Sulaiman dan Sunan Ampel.

Sunan Ampel hidup pada 1401-1481 M (abad 14 M), sedangkan Sayid Sulaiman diperkirakan hidup pada abad 17 M, jadi selisih tiga abad (300 tahun) dengan Sunan Ampel.

Kemungkinan besar, Sayid Sulaiman belajar di Ampel ini tidak pada Sunan Ampel sendiri, tetapi pada generasi-generasi penerus beliau. Kemungkinan juga cerita di atas terjadi ketika mereka nyantri kepada Habib Sholeh (Mbah Semendi).

Keramat di Pasuruan

Setelah nyantri di Ampel, kakak beradik ini pergi ke Pasuruan untuk nyantri pada Mbah Sholeh Semendi di Segoropuro. (Belakangan diketahui ternyata Mbah Sholeh adalah paman mereka sendiri, saudaranya ibu mereka, Syarifah Khodijah).

Setibanya di Pasuruan, setelah mengungkapkan keinginan untuk menuntut ilmu, mereka diajak mandi di sungai Winongan oleh Mbah Sholeh Semendi. Ketika mereka sedang asyik mandi bersama, tiba-tiba Mbah Semendi hilang, tak lama kemudian, muncul lagi. Kejadian ini terulang sampai dua kali.

Mbah Sulaiman berfirasat bahwa Mbah Sholeh Semendi bermaksud mencoba kesaktiannya bersama adiknya berdua. Mereka berunding, jika nanti Mbah Soleh sedang mandi, teklek (bakiak/sandal kayu zaman dahulu) miliknya dipegang bersama-sama agar Mbah Sholeh tidak bisa menghilang.

Maka mereka memegang teklek Mbah Sholeh itu dengan menyerahkan segala kemampuan. Demikian pula Mbah Sholeh. Tapi Mbah Sholeh Semendi tidak bisa menghilang. Akhirnya ia tahu bahwa ia tidak bisa menghilang sebab tekleknya dipegang oleh Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim,

“Eh, eh, jangan begitu. Lepaskan sandal saya!” pinta Mbah Sholeh.

Setelah kejadian itu, Mbah Sholeh mengakui akan kesaktian dua bersaudara itu.

Banyak kisah-kisah luar biasa yang terjadi antara Sayid Sulaiman dan Mbah Sholeh. Di antaranya, pada suatu hari, Mbah Sholeh hendak bepergian. Sebelum pergi, beliau berpesan kepada semua santrinya agar halaman dibersihkan selama kepergiannya.

Maka saat beliau berangkat pergi, semua santri Mbah Sholeh melaksanakan kerja bakti, Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrohim turut serta bersama mereka. Lagi-lagi Sayid Sulaiman membuat keajaiban. Ia mencabuti pohon-pohon besar hingga bersih total.

Setiba dari bepergiannya, Mbah Sholeh kaget melihat pohon-pohon besar yang dicabuti sampai bersih. Setelah tahu bahwa yang mencabuti adalah Sayid Sulaiman, Mbah Sholeh memerintahkan agar pohon-pohon itu dikembalikan seperti semula.

Subhanallah, dengan izin Allah, pohon-pohon tersebut dapat dikembalikan lagi oleh Mbah Sayid. Sejak kejadian itu, berita tentang kesaktian Mbah Sayid Sulaiman tersiar dari mulut ke mulut di seluruh penjuru Pasuruan.

Setelah mondok di Mbah Sholeh, Sayid Sulaiman tinggal di Kanigoro, Pasuruan. Sehingga beliau mendapat julukan Pangeran Kanigoro.

Saat itu, beliau sempat menjadi penasehat Untung Surapati. Untung Surapati adalah tokoh terkemuka Pasuruan. Ia tercatat sebagai pahlawan yang berjasa mengusir penjajahBelanda dari Nusantara di Pasuruan.

Berita tentang kesaktian Sayid Sulaiman juga terdengar oleh Raja Keraton Pasuruan. Raja Pasuruan ini tidak percaya tentang kesaktiannya.

Ia sering kali melecehkan kesaktian Mbah Sayid. Sampai suatu ketika Putri Keraton yang sedang berjalan-jalan keliling kota hilang. Kusir dan kereta kuda yang dipakai oleh sang Putri juga ikut raib. Sang Raja menjadi sedih bermuram durja.

Diadakanlah sayembara: Bagi yang menemukan sang Putri, akan mendapat hadiah yang amat besar. Tapi malang, tidak ada satu orang pun yang berhasil menemukan sang Putri. Sang Putri seperti lenyap ditelan bumi. Hati Raja semakin bersedih dan putus asa.

Akhirnya, ia meminta bantuan kepada Sayyid Sulaiman yang sebelumnya sering dihina. Di hadapan Sang Raja, Mbah Sulaiman memasukkan tangannya ke dalam saku. Tak berapa lama kemudian, beliau melemparkan sesuatu dari dalam sakunya ke halaman. Luar biasa!

Dengan izin Allah, sang Putri muncul bersama kereta dan kursinya di halaman Keraton. Konon, ia dibawa lari jin ke alam ghaib.

Melihat putrinya kembali, hati Raja berbunga-bunga. Ia gembira alang-kepalang dan meminta agar Sayid Sulaiman menikahi putrinya itu sebagai tanda ucapan terima kasih atas jasanya. Namun Mbah Sayid menolak. Beliau memilih kembali ke Kanigoro.

Tak lama kemudian, Sayyid Sulaiman diambil menantu oleh gurunya yang notabene pamannya sendiri, Mbah Sholeh Semendi. Semula, beliau menolak, tetapi akhirnya beliau menerima permintaan gurunya itu.

Beliau menikahi putri Mbah Sholeh yang kedua. Sedangkan adiknya, Mbah Abdurrahim, mempersunting putri Mbah Sholeh yang pertama, kakaknya istri Mbah Sulaiman. Mbah Abdurrahim tinggal di Segoropuro, Pasuruan, sampai meninggal dunia.

Orang-orang mengenalnya dengan panggilan Mbah Arif Segoropuro. Sedangkan Mbah Abdul Karim, adik Sayid Sulaiman yang kedua, wafat di Surabaya dan dimakamkan di komplek pemakaman Sunan Ampel.

Selain beristri putri Mbah Sholeh, Sayid Sulaiman juga mempunyai istri dari Malang. Dari istrinya dari Malang ini beliau mempunyai putra bernama Hazam.

Kembali ke Cirebon

Setelah hari pernikahan, Mbah Sulaiman kembali ke Cirebon, Jawa Barat, tempat di mana ia lahir dan menghabiskan masa kanak-kanaknya bersama ayah dan ibu tercinta. T

api pada saat itu, suasana di Banten dan Cirebon sedang ricuh disebabkan terjadinya pertikaian antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya sendiri, Sultan Haji, yang terjadi berkisar pada tahun 1681-1683.

Maka sejak tahun 1681, Sultan Ageng Tirtayasa aktif melakukan penyerangan terhadap putranya ini. Pemicu pertikaian yang berlangsung sampai tiga tahun ini adalah pemihakan Sultan Haji pada Belanda.

Melihat hal ini, Mbah Sulaiman memutuskan untuk kembali lagi ke Pasuruan. Beliau kembali menetap di Kanigoro, sebuah dusun di desa Gambir Kuning. Di Gambir Kuning beliau mendirikan dua buah masjid unik.Bahan bangunannya seperti kayu usuk, blandar, ring, dan lain-lain hanya diambilkan dari kayu satu pohon terbesar di hutan Kejayan. Pohon besar itu adalah pemberian dari kepala hutan Kerajaan Untung Suropati Pasuruan.

Karena ukuran pohon itu sangat besar, di sediakanlah 40 ekor sapi untuk menariknya ke lokasi pembangunan masjid, tapi sapi-sapi itu tidak kuat membawanya. Tapi aneh, keesokan harinya kayu-kayu itu sudah ada di lokasi pembangunan. Konon, yang mengangkat kayu itu adalah Sayid Sulaiman sendiri.

Sampai sekarang masjid ini masih tetap ada. Namun, karena lokasinya yang sempit, masjid itu dipindah agak ke selatan oleh Syekh Rafi’i, cicit Mbah Sulaiman dari cucunya, Ummi Kultsum bin Hazam bin Sulaiman, pada bulan Rabiul Awal 1243 H, hampir dua abad yang lalu.

Masjid dengan gaya arsitektur kuno itu, kini telah berusia lebih dari 400 tahun. Sampai kini, bahan-bahan masjid peninggalan Mbah Sulaiman itu masih asli, kecuali lantai dan tiang bagian dalam.

Pergi ke Keraton Mataram

Kabar kekeramatan Mbah Sayid di Pasuruan terdengar kembali ke Keraton Mataram (Solo). Raja Mataram mengutus salah seorang adipatinya untuk memanggil Mbah Sayid di Pasuruan.

Setibanya di Pasuruan, adipati tersebut mengajak Mbah Sayid untuk memenuhi panggilan Raja. Mbah Sayid bermaksud memenuhi panggilan ini.

Bersama tiga orang santrinya, Mbah Djailani (Tulangan Sidoarjo), Ahmad Surahim bin Untung Suropati, dan Sayyid Hazam, putranya sendiri, beliau berangkat ke Solo. Di Keraton, Raja Mataram mengumpulkan pembesar-pembesar kerajaan.

Ia menyiapkan jamuan besar-besaran yang betul-betul mewah. Namun ada yang terasa janggal di hati Mbah Sayyid. Ada tiga keris pusaka yang diletakkan di alas cobek yang ada sambalnya ketika mereka sedang makan bersama-sama.

Mbah Sulaiman heran melihat keris di depannya itu. Beliau berbisik kepada santrinya, “Nak, kalian lupa tidak memakan sayur kacang ini. Ayo dimakan, masing-masing satu!),” perintah Mbah Sulaiman.

“Oh, iya Mbah,” jawab mereka serempak.

Tiga buah keris itu pun habis dimakan seperti halnya makan sayur kacang-kacangan. Semua yang hadir terhenyak.

“Kalau muridnya saja seperti ini, apalagi gurunya,” gumam mereka kagum.

Setelah acara makan-makan selesai, Raja Mataram Solo berembuk dengan pembesar-pembesarnya untuk mengangkat Mbah Sulaiman menjadi hakim.

Namun saat kesepakatan ini disampaikan pada Sayid, beliau menolak, dengan alasan akan meminta pertimbangan dan restu kepada istri dan masyarakatnya yang ada di Pasuruan. Tentu saja, mereka yang di Pasuruan tidak menyetujui. Mereka tidak mau kehilangan tokoh yang disegani ini.Wafatnya Sayyid Sulaiman

Setiba di Pasuruan, setelah dari Solo untuk mengabarkan penolakan rakyat Pasuruan pada sang Raja, Sayyid Sulaiman pamit kepada istrinya yang sedang hamil tua untuk pergi ke Ampel, Surabaya.

Lalu meneruskan perjalanannya ke Jombang. Namun di tengah perjalanan, tepatnya di kampung Betek, Mojoagung, Jombang, beliau jatuh sakit, kemudian wafat dan dimakamkan di sana. Tidak diketahui dengan pasti tahun kewafatannya.

Istri Mbah Sulaiman yang sedang hamil tua itu terus menunggu kedatangan sang suami. Yang ditunggu-tunggu ternyata tidak kunjung datang. la memutuskan untuk mencari Mbah Sulaiman. Dari Pasuruan ke Sidoarjo, Surabaya, lalu ke Malang.

Akhirnya ia melahirkan di Desa Mendit, dekat pemandian. Namun bayinya langsung meninggal dunia dan dimakamkan di Kampung Woksuru.

Istri Mbah Sulaiman ini tetap tidak putus asa. la terus mencari Sayid ke arah selatan, menuju Desa Sawojajar, Malang bagian timur. Tapi malang tak dapat ditolak, ia meninggal dunia sesampainya di desa Grebek.

Menurut versi lain, ketika pergi ke Solo untuk memenuhi panggilan Raja, Mbah Sulaiman tidak sampai ke Solo. Beliau jatuh sakit di tengah perjalanan, tepatnya di kampung Betek, Mojoagung. Selama masa sakitnya, beliau dirawat oleh seorang kiyai bernama Mbah Alif, sampai beliau memenuhi panggilan Tuhan.

Selama berada di Mojoagung dalam rawatan Mbah Alif, Mbah Sayyid Sulaiman berdoa kepada Tuhan, Kalau pertemuannya dengan Raja Solo dianggap baik dan bermanfaat, maka beliau memohon agar dipertemukan.

Tetapi jika tidak, maka beliau minta lebih baik wafat di tempat itu. Akhirnya, permintaan yang kedua dikabulkan oleh Allah. Beliau tidak sampai bertemu dengan Raja Mataram, dan wafat di Mojoagung.

Adipati yang disuruh menjemput Mbah Sayid, mengirim surat kepada Raja Solo, bahwa dirinya tidak akan kembali ke Solo dan memilih menetap di Mojoagung untuk menjaga makam Mbah Sayid. Sang adipati tetap tinggal di Mojoagung hingga meninggal dunia dan dimakamkan di sana pula.

Turunkan Pewaris Perjuangannya

Hasil jerih payah Mbah Sayid dalam segala usahanya membawa berkah amat besar bagi kehidupan beragama kaum muslimin sampai sekarang.

Perjuangannya mendirikan pesantren, melawan dan bergelut dengan tantangan, telah menorehkan napak tilas terciptanya apa yang kini kerap disebut dengan kentalnya moralitas agamis dan budaya pesantren.

Beliau berjasa mendirikan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, juga menurunkan pewaris-pewaris perjuangannya.

Para pewaris perjuangannya termasuk para ulama pemangku pesantren-pesantren besar, mulai dari Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Sidoresmo dan Pondok Pesantren Al-Muhibbin Surabaya, sampai Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.

Dari istri pertamanya di Krapyak Pekalongan, Sayyid Sulaiman dikaruniai empat orang putra. Yaitu Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir (makamnya ada di Geluran,Sepanjang, Sidoarjo), dan Ali Akbar.

Keturunan Sayyid Sulaiman dari jalur Abdul Wahhab, banyak yang tinggal di Magelang dan Pekalongan.

Sedangkan keturunan beliau dari jalur Muhammad Baqir berada di Krapyak Pekalongan. Abdul Wahhab dikenali sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Portugis dan Belanda. Begitu pula Hasan. Sayyid yang masyhur dengan sebutan “Pangeran Agung” ini juga sosok pejuang pembebasan tanah Jawa dari cengkeraman Kompeni Belanda.Melalui jalur Sayid Ali Akbar, banyak terlahir ulama-ulama pemangku pesantren di Jawa Timur. Sebut saja, Sidogiri, Demangan Bangkalan, dan Sidoresmo Surabaya. Sampai kini, makam Sayid Ali Akbar tidak diketahui. Konon, karena kegigihannya menentang penjajah, ia selalu diburu oleh Kompeni Belanda.

Suatu ketika, Belanda berhasil menangkap Ali Akbar dan akan dibuang ke Belanda dengan menggunakan kapal. Tapi di tengah pelayaran Sayid Ali Akbar hilang. Anehnya, ia muncul lagi di Sidoresmo. Untuk kedua kalinya beliau ditangkap tentara Kompeni dan dibawa ke Belanda.

Tapi seperti semula, beliau menghilang di tengah pelayaran dan kembali ke Sidoresmo.

Kemudian, untuk ketiga kalinya beliau ditangkap dan dibawa ke Belanda. Tidak seperti penangkapan sebelumnya, Ali Akbar tidak kembali ke Sidoresmo. Ia terus menghilang. Konon, beliau lari ke Tarim, Hadramaut, kampung para wali di mana kakeknya, Abdurrahman Basyaiban, dilahirkan.

Sayid Ali Akbar meninggalkan enam putra yang kelak menjadi penerus jejak kakeknya, Mbah Sayid Sulaiman. Mereka adalah:

Sayid Imam Ghazali (makamnya di Tawunan Pasuruan)
Sayyid Ibrahim (makamnya di Kota Pasuruan)
Sayyid Badruddin (makamnya di sebelah Tugu Pahlawan Surabaya)
Sayyid Iskandar (makamnya di Bungkul Surabaya)
Sayid Abdullah (makamnya di Bangkalan Madura) dan
Sayyid Ali Asghar (makamnya di Sidoresmo).
(belakangan diketahui, bahwa menurut catatan nasab keluarga Sidogiri dan Bangkalan, Sayid Abdullah adalah putra Sayid Sulaiman, bukan cucu Sayid Sulaiman dari Sayyid Ali Akbar).

Dari Sayyid Abdullah, terlahir pewaris-pewaris perjuangan Sayyid Sulaiman yang memangku pesantren seperti Sidogiri dan Demangan Bangkalan, yang masing-masing telah memiliki ribuan santri.

Sedangkan keturunan Mbah Sayid Sulaiman dari Ali Asghar di Surabaya telah ‘menguasai’ dua desa, Sidoresmo dan Sidosermo. Sekarang, di dua desa ini terdapat sekitar 28 pondok pesantren. Semuanya diasuh oleh keturunan Sayid Sulaiman.

Sayyid Ali Asghar juga menurunkan ulama-ulama pemangku pesantren di Tambak Osowilangon, Surabaya.

Sedangkan dari isterinya yang kedua, putri Mbah Sholeh Semendi, Sayyid Sulaiman mempunyai beberapa putra. Di antaranya kiai Ahmad, Lebak, Winongan, Pasuruan. Dari isterinya yang ketiga di Malang, beliau mempunyai putra Sayyid Hazam. Tetapi menurut riwayat lain, Hazam adalah putra Mbah Sulaiman dari istri yang kedua, putri Mbah Sholeh Semendi.Pembabat Sidogiri

Konon, Mbah Sayid Sulaiman membabat Sidogiri atas titah dari Sunan Giri. Beliau harus berjuang habis-habisan untuk membabat Sidogiri. Tidak sekadar bekerja keras menebang pohon-pohon Sidogiri yang masih berwujud rimba, tapi juga harus bertarung melawan bangsa Jin, sebab Sidogiri yang saat itu masih sangat angker dan menyeramkan, menjadi sarang makhluk halus dan markas para dedemit (jin).

Sayang, beliau keburu mangkat saat melakukan perjalanan ke Jombang, sebelum perjuangannya yang penuh pengorbanan ini berhasil dengan sempurna. Setelah wafatnya Sayyid Sulaiman, tidak ditemukan data yang kuat mengenai pelanjut perjuangan beliau dalam pembabat Sidogiri. Jejak sejarahnya hilang dan baru tercatat sejak periode Kiai Aminullah.

Ada dua versi mengenai tahun berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri. Dalam satu versi, Sidogiri didirikan pada tahun 1745. Dalam catatan lain Pondok Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1712.

Tahun 1712 adalah tahun paling dekat dengan masa hidup Sayid Sulaiman. Sebab seperti disebutkan sebelumnya, beliau membabat Sidogiri pada usia senjanya. Belum sempurna pembabatan Sidogiri, Sayid Sulaiman keburu meninggal.

Sedang beliau hidup pada masa Untung Suropati yang meninggal tahun 1705. Sedangkan tahun 1745 diperkirakan masa hidup Kiai Aminullah. Jadi, kemungkinan besar, usia Pondok Pesantren Sidogiri 268 tahun pada tahun ini (2013) adalah terhitung sejak periode Kiai Aminullah ini.

Kiai Aminullah adalah seorang santri yang berasal dari Bawean. Menurut satu riwayat, beliau menikah dengan Nyai Masturah binti Rofi’i bin Umi Kultsum binti Hazam bin Sayid Sulaiman. Bersama Nyai Masturah, Kiai Aminullah menetap di Sidogiri.

Namun menurut riwayat yang masyhur di kalangan keluarga Sidogiri berdasarkan catatan silsilah, Kiai Aminullah menikah dengan Nyai Indah binti Sayid Sulaiman. Menurut riwayat ini, Kiai Aminullah adalah menantu langsung Sayid Sulaiman.

Kiai Aminullah sendiri adalah figur abid (ahli ibadah) yang senang berkhidmah. Bahkan, sehabis sholat Tahajud, beliau istiqamah mengisi jeding masjid-masjid di sekitar Sidogiri. Hal ini terus beliau lakukan sampai empat tahun.

Sumber: https://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/08/16/biografi-sayyid-sulaiman-betek-mojoagung-jombang/#more-147

Selasa, 11 Oktober 2022

Mahalnya Sebuah Hidayah


Kisah menarik tentang seorang non muslim yang hafal ALQURAN, kitab RIYADHUS SHOLIHIN dan 50 kali mengkhatamkan kitab IHYA 'ULUMUDDIN

Kisah Nyata ini pernah dituturkan oleh Habib Quraisy bin Qosim Baharun Cirebon, dari Kisah Perjalanannya tahun 1996 silam,
saar itu sebuah pesawat melintasi daratan benua Afrika, penumpang pesawat duduk tenang dikursi empuk sambil menikmati sesuatu yang nyaman baginya, sambil menunggu pesawat itu landing pada Bandara tujuan selanjutnya

Diantara penumpang pesawat itu adalah Habib Quraisy serta Seorang Ibu Tua berjilbab disebelahnya, usia Ibu Tua itu berkisar 65 atau 70 tahun
didalam perjalanan, Ibu Tua itu menyapa Habib Quraisy dan menanyakan tujuannya, dengan Berbahasa Arab yang Fasih 
Ibu Tua :
Kemana Anda akan pergi ? 

Habib Quraisy :
Saya akan transit ke Yordania, kemudian melanjutkan Perjalanan ke Yaman

Ibu Tua :
Dari mana asal Anda?

Habib Quraisy :
Saya berasal dari Indonesia

Mengetahui Habib Quraisy orang Indonesia, Ibu Tua itu lalu mengganti bahasanya dengan Bahasa Indonesia, Padahal dari Perbincangannya, Habib mengetahui bahwa Ibu Tua itu adalah kelahiran Jerman dan Warga Negara Jerman
Pada gilirannya, Ibu Tua itu lantas berbahasa Indonesia yang amat fasih lalu bertanya lagi 
Ibu Tua : Adik di Indonesia dimana?
Habib Quraisy :
Saya dari Jawa

Tak ubahnya seperti mengetahui sesuatu, Ibu Tua itu lalu mengubah dialognya dengan menggunakan Bahasa Jawa yang dialeknya sangat halus dan hampir² Habib Quraisy tidak paham, Habib mengatakan pada Ibu itu :
Luar biasa, Ibu begitu banyak menguasai Bahasa, sampai Bahasa Indonesia dan Jawa, padahal Anda orang Barat

Ibu Tua itu hanya tersenyum bijak sambil berkata :
Saya Alhamdulillah menguasai 11 Bahasa dan 20 Bahasa Daerah

Kemudian Perbincangan Habib Quraisy bersama Ibu Tua itu mengarah kepada hal² yang berkaitan dengan Agama, Wanita Tua itu mulai mengupas Pembahasan Al Qur’an dengan indah dan mahirnya, Habib pun penasaran atas kehebatannya menjelaskan Al Qur’an dan bertanya 

Habib Quraisy :
Apakah Ibu hafal Al Qur’an?

Ibu Tua :
Ya, Saya telah hafal Al Qur’an dan Saya rasa tidak cukup hanya menghafal Al Qur'an, sehingga Saya berusaha menghapal Tafsir Jalalain, dan Saya pun hafal

Tidak sampai disitu saja, Ibu Tua itu melanjutkan :
“Namun Al Qur’an harus bergandengan dengan Hadits,
Sehingga Saya kemudian berupaya lagi menghafal Hadits tentang Hukum, sehingga Saya hafal Kitab Hadits Bulughul Marom diluar kepala, kemudian Saya masih belum merasa cukup, karena didalam Islam bukan hanya ada Halal dan Haram, tetapi harus ada Fadloilul Amal, maka Saya pilih Kitab Riyadhus Sholihin untuk Saya hafal dan Sayapun hafal” 
Kata Ibu itu menuturkan Pendalamannya tentang Islam kepada Habib Quraisy

Dan Ibu itu kembali bertutur :
“Disisi agama ada namanya Tasawuf, maka Saya cenderung pada Tasawuf, sehingga Saya memilih Kitab Ihya Ulumuddin dan sampai saat ini Saya sudah 50 kali mengkhatamkan membacanya,
saking seringnya Saya membaca Ihya Ulumuddin, sampai² Bab Ajaibul Qulub Saya hafal diluar Kepala”

Habib Quraisy terperangah melihat Kehebatan dan luar biasanya Ibu Tua itu, tapi karena tidak mau percaya begitu saja, Habib pun akhirnya mencoba mengetes Kebenaran perkataan si Ibu Tua, apakah benar dia telah hafal Al Qur’an? Apakah benar Dia menguasai Tafsir Jalalain, tentang Asbabun Nuzul, dan Qaul Ibnu Abbas?

Setelah melalui beberapa pertanya an, ternyata memang benar Ibu itu hafal Al Qur’an, bahkan dia mampu menjawab Tafsirnya dengan Mahir, saat Habib mengangkat Permasalahan Ihya Mawat yang ada didalam Kitab Bulughul Marom, Ibu Tua itu pun menjabarkannya cukup jelas

Saat Habib membahas tentang Hadits Riyadhus Sholihin, maka Ibu Tua itu menyebutkan sesuai apa yang disebutkan dalam Kitab Dalailul Falihin, sebagai Syarah Kitab Hadits tersebut dan dia menjelaskan masalah Hati, Psikologi berbasis Kitab Ihya Ulumuddin pada Pasal Ajaibul Qulub

Kembali Habib dibuat heran akan Kehebatan Ibu Tua itu dan menggeleng²kan Kepala,
menurutnya, sejauh ini, selain Gurunya, Habib belum pernah menemukan Orang sekaliber Ibu Tua yang duduk di sampingnya

Pesawat mendarat landing di Airport, saat pesawat itu sudah benar² berhenti, para penumpang semuanya menyiapkan diri, termasuk Barang Bawaannya menuruni Pesawat, begitu juga Ibu itu mengambil Tasnya yang ada dikabin, karena sudah merasa akrab, Habib mencoba membantu mengambilkan tas itu dan menurunkan 3 Tas kelantai Pesawat

Subhanallah..

Ketika Ibu itu menunduk untuk mengambil tasnya, ternyata keluar dari balik jilbabnya seutas Kalung Salib, seperti Petir menyambar disiang bolong, Habib Quraisy menunduk dengan lemah, Ibu itu hanya tersenyum dan mengatakan :
Akan Saya jelaskan kepadamu nanti dihotel

Seperti Perkataannya, Habib akan transit dulu selama 1 hari 1 malam, juga Ibu Tua itu, maka diruang Receptioner dia tunjukkan nomer kamarnya kepada Habib, kemudian berjanji untuk bertemu di lobi hotel, Mereka akhirnya bertemu, Kepada Habib Quraisy Ibu itu mengatakan :
Saya bukan Orang Kristen, mengapa Saya keluar dari Kristen?
karena Saya menganggap Kristen itu hanya Dongeng belaka dan kalung ini bukan berarti Saya Kristen, tetapi kalung ini adalah Pemberian Almarhumah Ibu Saya

 Ibu Tua itu pun mengatakan, bahwa dia telah mempelajari beberapa Agama, Kristen, Hindu, juga Islam,
dia juga sempat mengungkapkan Ketertarikannya mengenai Keagungan yang ada di balik Wahyu Allah dan Hadits Nabi

Habib lalu bertanya :
Ibu apa Agamanya sekarang?

Ibu Tua : 
Saya tidak beragama

Habib Quraisy :
Seandainya Ibu masuk Agama Islam, begitu membaca Syahadat, Ibu akan langsung mendapat titel Ustazah, karena demikian luas Ilmu yang Ibu miliki

Ibu Tua : 
Mungkin karena Saya belum mendapat Hidayah dari Allah

Habib Quraisy sempat meneteskan Air Mata bersyukur kepada Allah swt, bagaimana Orang seperti ibu itu yang sudah hafal Al Qur’an dan lain sebagainya, belum Allah izinkan untuk beriman kepada Nya,
sementara Kita, tanpa usaha apapun, telah dipilih oleh Allah untuk menjadi Seorang Muslim

Demikian Kisah Ajaib ini,
mudah²an yang membaca dan yang turut merilis Kisah ini dapat mengambil I'tibar, betapa bersyukurnya Kita telah dianugerahkan Iman, mudah²an Iman dan Islam Kita semakin bertambah Kuat sampai Ajal menjemput, sehingga Kita termasuk Orang yang Husnul Khotimah

Catatan Tambahan:

Tulisan Mahalnya Hidayah, yang dituturkan Habib Quraisy bin Qosim Baharun, Mungkin Ibu Tua yang dimaksud Namanya adalah :
"ANNE MARIE SCHIMMEL" Seorang Ahli Terkemuka dalam Literature Islam & Mistisisme (Tasawuf)
Sebagai Professor yang mengajar di 3 Universitas Terkenal di 3 Negara berbeda, yang dikenal memiliki ingatan Fotografis, Wafat tahun 2003 pada Usia 80 Tahun, entah bagaimana tentang Keimanannya pada akhir Umurnya,
Wallahu A'lam

"ANNE MARIE SCHIMMEL"

Filosof, Budayawan, dan Penulis kenamaan Jerman, ketika mengomentari Doa² Islam, khususnya "SHAHIFAH SAJJADIYAH" (Kumpulan Munajat Imam Ali Zainal Abidin asSajjad, Cicit Nabi Muhammad) Annemarie mengutarakan :
“Saya selalu membaca Doa², Hadits, dan Sejarah Islam dari Bahasa Arab, dan tidak pernah merujuk keterjemahan apapun, Saya pernah menerjemahkan dan menerbitkan sebagian 'Shahifah Sajjadiyah' ke dalam Bahasa Jerman"

Sekitar 70 tahun lalu, ketika sedang menerjemahkan salah satu Doa, Ibunda Annemarie sedang terbaring di Rumah Sakit
"Saya menemaninya,  setelah ibuku tertidur, Saya duduk dipojok lamar, dan menulis ulang terjemahan yang telah Saya lakukan, kamar ibuku memiliki 2 Ranjang, diranjang yang lain, terbaring seorang wanita penganut Kristen Katholik yang sangat fanatik

Ketika melihat Saya sedang menerjemahkan Doa² Islam, dia serta merta memprotes Saya : 
"Memangnya kita memiliki kekurangan Doa di Agama Kristen, dan Kitab Bible sehingga Kamu memilih Doa² Islam?" 

 Setelah buku itu dicetak, Saya mengirimkan 1 Naskah kepada Wanita itu, walhal, sekitar sebulan setelah itu, wanita itu menelpon Saya dan berkata :
“Saya sangat berterimah kasih atas hadiah buku itu, setiap hari Saya membaca buku itu sebagai ganti dari Doa² (yang biasa) saya (baca)
Imam Ali Zainal Abidin bisa membuat Solusi bagi Mayoritas Masyarakat Barat”

Dan yang sangat menarik, diatas nisan Annemarie Schimmel tertulis Qoul Imam Ali bin Abi Thalib RA (Kakek Ali Zainal Abidin) dengan Khot Nasta’liq yang sangat indah :

ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻧﻴﺎﻡ ﻓﺈﺫﺍ ﻣﺎﺗﻮﺍ ﺍﻧﺘﺒﻬﻮﺍ

“Seluruh manusia tertidur pulas, 
Ketika Ajal tiba, Mereka baru sadar”

*Dikutip dari Facebook Habib Ali Assegaf

MasyaAllah terharu sedih juga bersyukur Alhamdulillah kita termasuk orang yang mendapat hidayahnya Allah

Senin, 10 Oktober 2022

Kerendahan Hati Imam Syafi’i dan Sufyan Ats-Tsauri

 


Dikisahkan suatu hari terjadi diskusi unik antara Imam Syafi’i dan Imam Sufyan Ats-Tsauri tentang kulit bangkai dan kesuciannya dengan samak. Pada mulanya Asy-Syafi’i berpandangan bahwa kulit bangkai tidak bisa suci dengan disamak berlandaskan hadis Nabi yang ditujukan pada kabilah Juhainah: “Sesungguhnya aku telah memberi rukhsah pada kalian tentang kulit bangkai, jika suratku telah sampai maka janganlah kalian mengambil manfaat pada kulit bangkai dengan disamak atau dibalut” [HR: Abu Daud & Ahmad]

Namun Imam Sufyan Ats-Tsauri berpendapat kulit bangkai bisa suci dengan disamak berlandaskan hadis: “Tidaklah kalian mengambil kulitnya kemudian kalian samak, lalu ambillah manfaatnya” [HR: Bukhari & Muslim]

Setelah keduanya mendengar dalil masing-masing, keduanya mengubah pendapatnya, Asy-Syafi’i mengatakan kulit bangkai bisa suci dengan disamak, sedangkan Sufyan Ats-Tsauri berpendapat sebaliknya.

 

Syarh Yaqut an-Nafis 90

Lihat Juga: Kisah Ibnu Sirin

Muhammad Bin Sirin, Penjara dan Hutang

 


Ibnu Sirin adalah salah satu pembesar tokoh tabiin, selain kealimannya beliau juga terkenal karena pakar dalam tafsir mimpi juga termasuk orang yang warak. 

Namun perjalanan hidup tidak selalu indah, termasuk cerita kehidupan beliau, di akhir hayat beliau menjalani hari-harinya dengan mendekam di penjara, dikarenakan hutang yang tak bisa dilunasi (pailit).

Ketika Anas bin Malik sakit keras, beliau berwasiat agar yang memandikan jenazahnya kelak adalah Muhammad bin Sirin, sekaligus yang menyalatinya. Namun saat itu Ibnu Sirin masih berada di dalam tahanan.

Saat Sahabat Anas benar-benar wafat, orang-orang mendatangi Gubernur dan menceritakan tentang wasiat itu setelah mendapat izin dari penguasa setempat, mereka kemudian mendatangi Ibnu Sirin di penjara, mereka meminta agar Ibnu Sirin bisa melaksanakan wasiat Sahabat Malik Bin Anas. Namun beliau enggan dan berkata, “Aku tidak akan keluar kecuali jika kalian mengizinkanku keluar kepada orang yang punya piutang, bukankah aku ditahan karena belum mampu membayar utangnya?”

Alhasil Ibnu Sirin bisa keluar penjara setelah mereka meminta izin pada orang yang punya piutang. Setelah selesai memandikan, mengafani, dan menyalatkan jenazah Sahabat Anas, beliau langsung kembali lagi ke penjara tanpa sedikit pun mengambil kesempatan untuk mampir menemui keluarganya.

Syariatullah al-Khalidah 163

Siti Aisyah dan Makam Khalifah Umar

 


Sayidatina Aisyah mempunyai sifat malu yang tinggi, dikisahkan bahwa saat Rasulullah dan Abu Bakar Wafat, makam beliau berdua berada di kamar Sayidatina Aisyah. Karena Rasulullah dan Shahabat Abu Bakar adalah suami dan ayah Sayidatina Aisyah, jadi beliau sering keluar masuk kamar dengan memakai baju rumahan dan tidak memakai hijab, namun saat Shahabat Umar wafat dan dimakamkan disebelah Rasulullah, Sayidatina Aisyah tidak pernah masuk kamar melainkan dengan memakai pakaian tertutup, hal ini dilakukan karena malu terhadap Shahabat Umar. Begitulah akhlak Ummul Mukminin, menjaga aurat terhadap orang lain sekalipun sudah wafat.

Al-Akhlak Lil Banat 2/16

Minggu, 09 Oktober 2022

Ibnu Aqil dan Orang Was-Was

 


Ibnu Aqil al-Hanbali suatu ketika bertemu dengan seorang laki-laki yang was-was (ragu-ragu dalam beribadah), laki-laki itu bercerita: “Setiap kali aku membasuh anggota wudhu, perasaanku berkata: ‘Aku belum membasuh anggota tubuhku’, dan setiap kali aku takbir shalat perasaanku berkata: ‘Aku belum takbir”. Ibnu Aqil berkata: “Kalau begitu kamu tidak perlu melaksanakan shalat, karena shalat tidak lagi wajib bagimu”. Mendengar jawaban Ibnu Aqil yang aneh, orang-orang sekitar protes: “Bagaimana bisa anda berfatwa seperti itu?” Beliau menjawab: “Karena Rasulullah bersabda: ‘Telah diangkat kewajiban dari orang yang gila sampai dia sembuh’. Jika ada orang melakukan takbir kemudian berkata: ‘Saya belum takbir’, maka dia adalah orang gila”.

I’anatu ath-Thalibin 1/65

Malik bin Dinar dan si tukang ceramah


 


Suatu hari Malik bin Dinar duduk membagikan uang pada orang yang mengikut majlis pengajiannya.

Tiba-tiba ada seorang datang kepada Malik bin Dinar, sambil marah dia menceramahi Malik bin Dinar agar menghentikan kegiatannya: “Kamu bersedekah mengutamakan kelompok pengajianmu saja, tujuanmu agar jamaah pengajianmu tambah besar kan?”

“Aku tidak bermaksud begitu” jawab Malik bin Dinar

“Demi Allah kamu memang bermaksud begiitu” sanggah si penceramah

Malik bin Dinar secara spontan berdoa, “Ya Allah, orang ini telah membuat kami sibuk sehingga kami tidak bisa berzikir pada-MU, maka buatlah kami merasa tenang dari gangguan orang ini, bagaimapun caranya”

Maka orang tadi pingsan kemudian meninggal.

 

Bustanul Wa’idzin halaman 132

Sabtu, 08 Oktober 2022

Imam Abu Hanifah kalah dengan anak kecil dan wanita

 

 


Abu Hanifah bercerita bahwa dirinya pernah dikalahkan oleh anak kecil dan perempuan.

Beliau berkata: “Pada suatu ketika ada seorang anak kecil berlari cepat, kemudian aku berkata padanya: ‘Awas hati-hati terjatuh..!’

Si bocah itu menjawab: ‘Kalau aku tergelincir, maka yang jatuh dan sakit adalah diriku sendiri. Namun bila engkau yang tergelincir, maka seluruh orang akan ikut tergelincir’.

Di lain kesempatan aku pernah bertemu seorang perempuan sedang meminta tolong agar mengambilkan dirham yang jatuh. Setelah dirham tersebut aku ambil, perempuan tadi berkata: ‘Tolong jaga dirham itu, karena itu adalah barang temuan’.

 

Hikayat Ash-Shufiyah hal 77


Balasan Setimpal Bagi Orang Yang Suka Penasaran

 


Ada seorang murid yang meminta pada gurunya agar diajarkan tentang Ismullah al-Mua'adzzam. Sebelum mengabulkan permintaannya, sang guru terlebih dahulu memberikan sebuah wadah tertutup untuk dibawakan kepada seorang ulama.

Si murid melaksanakan apa yang telah diperintahkan sang guru. Di tengah-tengah perjalanan si murid penasaran pada isi wadah yang ia dibawa, karena sepi  tidak ada seorangpun dia memberanikan diri untuk untuk membuka wadah tersebut.

Setelah dibuka ternyata wadah tersebut berisikan seekor tikus, dengan penuh emosi dia kembali menghadap gurunya. Belum sempat dia bertanya, sang guru sudah ada di hadapan si murid dan menanggapinya dengan senyuman

Sang guru berkata “Wahai pengkhianat…! Kamu menjaga wadah saja tidak bisa amanah, apalagi menjaga rahasia tentang Ismillah al-Muadzam”

Jumat, 07 Oktober 2022

Balasan bagi anak durhaka

 


Diceritakan ada seorang pemuda yang berani memukul ayahnya di tempat terbuka, maka penduduk sekitar geram pada perbuatan pemuda tersebut.

“Kenapa kamu memukul ayahmu?” Tanya mereka.

Sang pemuda itu diam kemudian berlalu.

“Biarkan saja dia” kata sang ayah, “Aku dulu pernah memukul ayahku di tempat ini, ternyata anakku melakukan hal sama padaku di tempat yang sama” tambahnya, “Mungkin ini balasan setimpal bagiku”.

 

Tanbihul Ghafilin halaman 131

Kekaguman Gus Baha' Pada Abuya Sayyid Muhammad

Gus Baha ngaji Kitab Syariatullah Alkholidah karya Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki.  1. Gus Baha mengakui Kitab karya Sayyid Muhammad Al...