Sabtu, 23 Juli 2022

Syekh Waliyullah Ahmad ad-Dahlawi: Mujaddid dari India keturunan Khulafaur Rasyidin




Nama lengkap
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Aḥmad bin Maḥmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 4 Syawal 1114 H atau 21 Februari 1703 M . di Phulat , sebuah kota kecil di dekat Delhi. Beliau lahir pada masa Akhir dinasti Kesultanan Maghul atau empat tahun sebelum Sultan Aurangzeb Sultan  Maghul yang ke  wafat

Masih keturunan Khulafaur Rasyidin
Dalam banyak karangan beliau menyatakan Kalau beliau adalah masih keturunan Sayidina Umar dari jalur ayah dan merupakan keturunan yang ke 33 walaupun sebagian kalangan yang menyangsikannya Sehingga dalam nisbatnya selain al-dahlawi, dibelakang namanya sering dilengkapi dengan al-Umari, dan al-Faruqi dan kalau dilihat dari garis keturunan ibunya menyambung kepada Ali ibn Thalib.
Beliau hidup di lingkungan terhormat dan perhatian terhadap ilmu pengetahuan, tercatat sejak abad ke 6 hijriyah kakek buyut beliau Syamsuddin sudah memegang jabatan Mufti dan ini terus turun sampai pada ayah beliau Abdurrahim yang menjadi teman dekat Sultan Aurangzeb penguasa Kesultanan Maghul sekaligus salah satu penyusun kitab Fatawa al-Hindiyah.
Beliau mulai mengeyam pendidikan sekolah sejak berusia 5 tahun, pada usia 7 tahun beliau sudah selesai menghafal al-Quran secara sempurna pada usia 10 tahun beliau menamatkan pendidikan dasarnya, pada usia 15 beliau sudah dibaiat oleh sang ayah menjadi pengikut tariqah an-Naqsyabandiyah dan pada tahun yang sama beliau menikah
Perjalanan ke tanah haram
Pemikiran
     Ketika ia dewasa ia menyaksikan kemunduran yang dialami oleh umat Islam India dalam berbagai hal dan berada pada titik kritis kemundurannya. Hal ini sangat berbeda sekali dengan ketika ia dilahirkan, dimana kerajaan moghul Islam sedang dalam puncak kebesarannya.
    Dalam keadaan demikian ia terpanggil hatinya untuk mengubah tatanan sosial dan politik di India zaman itu. Sebagai seorang yang realistik, ia berusaha memberikan diagnose terhadap perbagai penyakit yang merasuki politik maupun semangat keagamaan masyarakat Islam, dan menganjurkan cara pengobatan untuk kesembuhannya dari jurang kehancuran.
     Menurutnya, salah satu sebab kemunduran umat Islam salah satunya adalah masuknya adat-istiadat dan ajaran-ajaran bukan islam ke dalam keyakinan umat islam (bid’ah). Umat Islam di India menurutnya banyak dipengaruhi oleh adat-istiadat dan ajaran Hindu. Karena itu keyakinan ajaran umat islam harus dibersihkan dari hal-hal asing tersebut. Mereka mesti dibawa kembali kepada ajaran-ajaran islam yang sebenarnya bersumber yang asli yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dan untuk mengetahui ajaran-ajaran islam sejati, orang harus kembali kepada 2 sumber tersebut bukan kepada buku-buku tafsir, fiqih, ilmu kalam dan sebagainya.
     Dan penyebab kemunduran umat yang lainnya adalah taqlid atau mengikut dan patuh pada penafsiran dan pendapat-pendapat ulama-ulama masa lampau. Ia mensarankan agar masyarakat Islam bersifat dinamis. Penafsiran yang sesuai untuk suatu zamannya belum tentu sesuai dengan zaman sesudahnya. Oleh karena itu ia menentang taqlid dan sangat menganjurkan untuk berijtihad. Ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits, melalui ijtihad harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena itu dalam rangka pemikiran ajaran islam yang murni dan yang telah kemasukan adat istiadat, ia membedakan antara Islam yang universal dan Islam yang mempunyai corak lokal. Islam universal mengandung ajaran-ajaran dasar yang kongkrit, sedang islam lokal mempunyai corak yang ditentukan oleh kondisi tempat yang bersangkutan, dan yang harus dikembangkan menurutnya adalah Islam yang universal.
     Sebab lainnya adalah sistem pemerintahan dinasti kerajaan (otokratis). Karena ada perubahan sistem pemerintahan Islam dari system kekhalifahan yang bersifat demokratis menjadi sistem kerajaan yang bersifat otokratis. Dalam sejarah raja-raja pada umumnya mempunyai kekuasaan absolut. Besarnya pajak yang harus dibayar petani, buruh, pedagang ditentukan sendiri. Pajak yang tinggi harus dibayar rakyat, menurutnya membawa pula pada kelemahan umat. Selanjutnya hasil pajak yang tinggi dipergunakan bukan untuk kepentingan umat tetapi untuk membelanjai hidup mewah dari kaum bangsawan yang tidak mempunyai pekerjaan apa-apa. Pemungutan dan pembelanjaan uang yang tidak adil ini menimbulkan perasaan tidak senang rakyat sehingga ketertiban dan keamanan terganggu. Untuk mengantisipasi hal-hal negatif tersebut, ia berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang terdapat di zaman khalifah yang empat (khalifaurrasyiddin) perlu dihidupkan kembali.
    Syah Waliyullah juga berusaha mendamaikan perpecahan yang terjadi dikalangan umat islam, yang diakibatkan oleh pertentangan oleh aliran dan mazhab. Menurutnya hal ini merupakan sebab lain bagi lemahnya umat Islam. Pada zamannya memang terjadi pertentangan yang sangat tajam antara Sunni dengan Syi’ah, Mu’tazilah dengan Asy’ariyah dan Maturidiyah, dilain pihak Kaum Sufi dan kaum Syari’ah dan diantara pengikut Mazhab yang 4-pun demikian. Oleh sebab itu ia berusaha untuk mengadakan suasana damai antara golongan-golongan tersebut. Syi’ah oleh kalangan sunni yang mayoritas dipandang telah keluar dari Islam, pendapat ini dilawan oleh Syah Waliyullah dengan menegaskan bahwa kaum Syi’ah sama halnya dengan kaum Sunni, masih tetap Islam. Ajaran-ajaran yang mereka anut tidak membuat mereka keluar dari Islam.
    Dalam bidang tasauf ia berupaya menyelaraskan konsepsi Ibn Arabi tentang wihdah al wujud (kesatuan wujud) dengan konsepsi Syaikh Ahmad Sirhindi (w.1624 M) tentang wahdah al syuhud (kesatuan penyaksian).   
    Dalam bidang hadist, ia adalah pelopor kebangkitan hadits di wilayah India, dimana waktu itu studi hadits di Timur Tengah mengalami kemandegan. Dalam bidang hadits ini, ia membuat syarah kitab Al Muwaththa karya Imam Malik dalam dua bahasa (bahasa Arab dan Persia), yaitu Al Mushaffa dan Al Maswa. Pembaharuan dalam pemikiran dan juga studi hadits ini ini dilanjutkan oleh anak dan cucu-cucunya.
Karya-karya Beliau.
Karya-karya yang telah diukir oleh Ulama multidisipliner ini sangat banyak. Zafrul Islam Khan menyebutkan bahwa kitab karangan Shah Waliyullah al-Dihlawi berjumlah 100 buah yang mencakup berbagai varian ilmu, mulai al-Qur’an, hadis, tarikh, fikih, usul fikih, tasawwuf, filsafat, dan politik. Hasil karya tersebut ditulis dalam bahasa Arab maupun persia dan kebanyakan dibuat setelah rihlah ilmiyah selama 14 bulan di Hijaz, termasuk Ḥujjah Allah al-Bāliġah yang memuat metodologi pemahaman hadis al-Dihlawī. J.M.S. Baljon menyebutkan ada dua karya al-Dihlawi yang dikarang sebelum keberangkatannya ke Hijaz. Dua karya tersebut adalah al-Qasida al-Lamiya (lirik puisi, bahasa arab) dan al-Qawl al-Jamil fi Bayan Sawa’ al-Sabil.
Beliau merupakan ulama yang produktif dan ahli dalam berbagai fan. Berikut nama-nama kitab berdasarkan disiplin ilmunya.
Dalam bidang Ulum al-Qur`an: 1) Fathu ar-Rahman fi tarjamah al-Quran dengan bahasa prancis, 2) Az-Zahrawin fi tafsir surah al-Baqarah wa al-Imran. 3) Al-fauzul Kabir fi ushul at-TafsirMenerangkan lima dasar al-quran dan ta’wil huruf muqatha’ah.Ta`wil al-ahadits. Berbicara tentang kisah para nabi dan menerangkan dasar diutusnya bersama kehidupan sebelum kenabian bersama kabilah kaumnya, dan juga memaparkan hikmah ilahiyah di zaman mereka.
5.      Al-fath al-Khabir. Sama dengan bagian kelima dari kitab al-fauzul Kabir fi ushul at-Tafsir dengan menitik beratkan kepada gharib al-Qur`an dan tafsirnya yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Abbas R.A.
6.      Qawanin at-Tarjamah. Menjelaskan metode terjemah al-Quran serta solusi problematika didalamnya.
  Dalam bidang Hadits wa Ulumihi:
1.      Al-Musthafa syarh al-Muwatha`
2.      Al-Maswa syarh al-Muwatha` ditulis dengan bahasa arab dengan disertai perbedaan madzhab dan penjelasan lafadz-lafadz yang gharib
3.      Syarh tarajim abwab al-bukhari
4.      An-nawadir min ahadits sayyid al-awail wa al-akhirin
5.      Arbain. Kumpulan empat puluh hadits yang diriwayatkan dari gurunya abi thahir dengan sanad yang muttashil kepada ali bin abi thalib, R.A.
6.      Ad-dar ats-tsamin fi mubasyarat an-nabi al-amien
7.      Al-irsyad ila muhimmat al-isnad
8.      Risalah basyithah fi al-asanid. Ditulis dengan bahasa prancis.
  Dalam bidang ushul ad-Din:
1.      Hujjatullah al-Balighah. Kitab yang membahas ilmu asrar asy-syariah dan hukumnya.
2.      Izalah al-khafa` an khilafah al-khulafa`. Dalam bahasa arab.
3.      Husn al-Aqidah.
4.      Al-Inshaf fi bayan asbab al-Ikhtilaf.
5.      Aqd al-Jayyid fi ahkam al-ijtihad wa at-Taqlid.
6.      Al-budur al-Bazighah.
7.      Al-muqaddimat as-sunniyah fi intishar al-Firqah sunniyah.
  Bidang Ilmu Hakikat dan Behaviourisme:
1.      Al-maktub al-Madani.
2.      Althaf al-Quds fi abayan lathaif an-Nafs.
3.      Al-Qawl al-Jamil fi Bayan sawa`i as-Sabil.
4.      Al-Intibah fi Salasil Awliya`Illah.
5.      Hama’at.
6.      Lama’at.
7.      Satha’at.
8.      Hawami’. Syarah Hizb al-Bahr.
9.      Syifa` al-Qulub.
10.  Khair al-Katsir.
11.  At-Tafhimat. Al-Ilahiyah.
12.  Fuyud al-haramain.
  Bidang sejarah dan sastra:
1.      Surur al-Mahzun. Dalam bahasa prancis. Ringkasa kitab Nur al-Uyun fi talkhis sir al-amien wa al-Ma`mun.
2.      Anfas al-Arifin. Kitab yang berisi biografi sesepuh beliau dan pembesar keluarganya.
3.      Insan al-ain fi Masyayikh al-Haramain.
4.      Diwan asy-syi’ri al-Arabi.[5]

Karya-karya yang telah diukir oleh Ulama multidisipliner ini sangat banyak. Zafrul Islam Khan menyebutkan bahwa kitab karangan Shah Waliyullah al-Dihlawi berjumlah 100 buah yang mencakup berbagai varian ilmu, mulai al-Qur’an, hadis, tarikh, fikih, usul fikih, tasawwuf, filsafat, dan politik. Hasil karya tersebut ditulis dalam bahasa Arab maupun persia dan kebanyakan dibuat setelah rihlah ilmiyah selama 14 bulan di Hijaz, termasuk Ḥujjah Allah al-Bāliġah yang memuat metodologi pemahaman hadis al-Dihlawī. J.M.S. Baljon menyebutkan ada dua karya al-Dihlawi yang dikarang sebelum keberangkatannya ke Hijaz. Dua karya tersebut adalah al-Qasida al-Lamiya (lirik puisi, bahasa arab) dan al-Qawl al-Jamil fi Bayan Sawa’ al-Sabil
Sudah lebih seminggu saya ingin menulis biografi syekh Waliyullah ad-Dahlawi tapi baru ketulis sekarang, berawal dari searcing di google tentang beliau bulan kemarin saya sedikit mengetahui tentang beliau namun setelah saya membaca di buku karangan beliau yang di terjemahkan dari bahasa prancis kedalam bahasa arab oleh Salman al-Husaini an-Nadwa ada banyak info biografi beliau yang salah mulai dari tanggal lahir dan wafatnya juga nama asli beliau. Berikut biografi singkat Syekh Waliyullah ad-Dahlawi.
Hari rabu 14 syawal tahun 1114 H. ad-Dahlawi kecil dilahirkan dengan nama Qutubuddin ahmad bin Abdurrahim bin Wajihuddin al-Umriy ad-Dahlawi. Sang ayah, Abdurrahim, merupakan ulama terkemuka di dahliy (nama tempat) yang menguasai ilmu dhahir dan batin serta mempunyai derajat yang tinggi dalam thoriqoh sufi. Meninggal dunia pada siang hari tahun 1176 H. di kota delhi hari sabtu bulan Muharram.
Ad-Dahlawi kecil mulai belajar secara teratur kepada ayahnya sendiri. Ketika mencapai usia sepuluh tahun beliau mempelajari syarhul al-kafiyah karya al-Jami serta mempelajari tafsir baidhawi hingga berusia suapuluh lima tahun,dan banyak kitab-kitab lainnya dalam bidang hadits,fiqh, ushul fiqh, akhlaq, mantiq, ilmu kalam, tasawwuf, hikmah, ma’ani, kedokteran, dan lain-lain. Semuanya beliau pelajari dari ayahnya kecuali hadits beliau mengambil riwayat dari imam hadits dizamannya muhammad afdhal as-Sialkuti.
Pada tahun 1143 beliau pergi ke haramain untuk menunaikan ibadah haji bersama paman dari ibunya syeh Ubaidilah al-Barhuwi, sepupunya muhammad ‘Asyiq serta sahabat yang lainnya. Ad-Dhalawi berada di haramain selama dua tahun dan menjadi murid dari syeh Abi Thahir Muhammad bin Ibrahim dimadinah munawwarah, ad-Dahlawi berlajar kepadanya, sampai hatam, Shahih bukhari dengan cara qiraah dan sima’i. Beberapa dari shahih muslim, jami’ turmudi, sunan abi daud sunan ibn majah, muwatta` imam Malik, musnad imam Ahmad, ar-risalanya imam Syafi’i, jamiil kabir. Dan hanya mendengarkan (sima’i) dari syeh abi Thahir Muhammad kitab musnad al-Hafid ad-Darimidari mulai awal sampai akhir dalam sepuluh kali pertemuan didalam masjid nabawi disamping mihrab usmani mengahadap makam nabi.

Ad-Dahlawi merupakan pelajar yang cerdas dan ulet sehingga tak ayal syehnya di madinah mengatakan bahwa “dia (ad-Dahlawi) mengambil sanad dari lafadz dan saya hanya menbenarkan maknanya” bermodal kepintarannya semasa belajar lahirlah bermacam-macam karya dari tangan beliau yang menunjukkan betapa luas ilmu yang dikuasainya. Berikut nama-nama kitab berdasarkan disiplin ilmunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya

Anak akan belajar dari kehidupan orang tuanya  Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,i...