Ketika hiruk pikuk demontrasi 4 November digelar, pernyataan
mengejutkan datang dari Bapak Kapolri bahwa beda arti menggunakan kata
"pakai" dengan tanpa pada pidato Ahok. Ini sangat meresahkan di
tengah penantian panjang 2 pekan penegakan hukum.
Kita coba menyikapi perbedaan tersebut:
Ketika menggunakan kata "pakai" maka sasaran
perkataan Ahok adalah ulama. Ulama telah membohongi umat menggunakan surat al
Maidah 51. Dengan demikian:
Umat Islam: Objek pembohongan
Ulama: Subjek / pelaku pembohongan
Al Quran: Alat pembohongan.
Akan nampak berbeda ketika tidak menggunakan kata
"pakai" yang berarti surat al Maidah sebagai subjek kebohongan.
Berarti al Quran telah membohongi umat Islam.
Sekilas memang nampak berbeda, tapi pada esensinya sama,
melecehkan Islam. Menggunakan kata "pakai" berarti melecehkan Ulama
dengan menuduh telah membohongi umat Islam. Ahok telah memprovokasi umat Islam
agar tidak mengikuti pendapat ulama meski berdasarkan ayat al Quran.
Harus dipahami, kedudukan ulama dalam Islam demikian tinggi.
Tanpa ulama al Quran akan sulit dipahami. Ulama lah pewaris Nabi umat Islam,
sementara Ahok menyebutnya sebagai pembohong. Ulama adalah simbol Islam yang
sangat penting bagi umat Islam yang berarti adalah bagian dari Islam.
Hal yang kemudian menyakitkan, apa yang dikatakan Ahok itu
bukan candaan di warung kopi dan jangongan di meja skak. Ahok berbicara sebagai
Gubernur DKI lengkap dengan seragam dinasnya kemudian memprovokasi umat di luar
agamanya. Hal ini tentu menyakitkan hati umat Islam.
Kemudian, menjadikan al Quran sebagai alat kebohongan ulama,
sejatinya juga melecehkan al Quran. Al Quran sebagai kitab suci umat Islam,
dinilainya sebagai bahan untuk membohongi umat. Sementara al Quran sebagai
kitab pedoman umat Islam. Sangat menyakitkan jika al Quran dituduh sebagai
sumber pembohongan. Ini juga yang dikatakan oleh orang kafir pada masa Nabi,
bahwa al Quran sebagai kalam sihir dan sebagai alat kebohongan Nabi dalam
dakwah. Apakah Kafir Qurays hanya melecehkan Nabi? Tidak, tapi sekaligus al
Quran sebagai media dakwah Nabi yang disampaikan atas dasar wahyu.
Dan, sekali lagi, ini justru keluar dari Gubernur yang
keyakinannya sama sekali berbeda dengan umat Islam dalam memandang al Quran.
Sakitnya mengingatkan pada sejarah penghinaan kafir Quraisy pada Nabi saat itu.
Tulisan ini memang tidak memiliki kekuatan hukum, karena
keluar dari rakyat kecil. Ini tulisan sebagai bentuk kegelisahan, di tengah
penegakan hukum yang demikian lemah dengan konspirasi kepentingan politik yang
selama ini ada kesan selalu memojokkan umat Islam. Gempuran fitnah bahwa Islam
tidak toleran demikian masiv menusuk relung kerukunan umat beragama di negeri
ini. Dalam kasus Ahok ini, kadang bertanya siapa yang tidak toleran?
So, umat Islam kadang putus asa di tengah mayoritasnya yang
selalu dikucilkan. Di tengah hak konstitusional demikian mandul. Akan tetapi,
umat Islam masih punya ulama yang sabar meredam kemarahan. Semoga Allah
menyadarkan kita semua, bagaimana sebaiknya dilakukan untuk kemaslahatan
Indonesia.
Oleh: Ust Masyhur Koe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar