Rabu, 30 November 2016

MENJADI SUFI BERDUIT: URGENSI HARTA DALAM PANDANGAN TASAWUF






Andai dalam Islam tidak ada celah yang dapat aku tutupi dengan kekayaanku, maka aku tidak akan mengumpulkan kekayaan itu.” Kalimat yang diucapkan oleh Utsman bin Affan ini memiliki makna tersendiri bagi pola pikir tasawuf dalam menyikapi harta benda.
                Sufi berduit menjadi salah satu corak dari sekian banyak tipikal para sufi. Sejarawan tasawuf semacam al-Tsusiy mengategorikan Utsman bin Affan sebagai sufi yang sudah mencapai maqam al-Shiddiqin karena prinsip yang beliau pegang dalam menyikapi kekayaannya yang melimpah.
                Empat Khalifah, semuanya adalah figur sufi. Dan, masing-masing membawa tipikal kesufian yang berbeda. Utsman bin ‘Affan memiliki ciri khas yang paling unik dibanding dengan tiga khalifah lainnya. Beliau adalah sufi yang sepintas tidak sufi, tapi ternyata sangat sufi: khusyuk membaca al-Quran dan bergeming menghadapi ancaman maut, menjadi jutawan tapi menghabiskan waktunya untuk beribadah.
                Dalam pola tasawuf Sayidina Utsman-sebagaimana tergambar dalam ucapan beliau di atas-kekayaan begitu penting bagi kelangsungan hidup agama ini. Secara histori, ucapan beliau dibuktikan dalam Perang Tabuk, ketika orang-orang membutuhkan data untuk berperang melawan Romawi. “Ternyata dinar menjadi kekuatan, di samping semangat juang mereka.”
                Salah satu tokoh sufi yang memiliki pandangan sama dengan Utsman bin ‘Affan adakah Sufyan al-Tsauri. Dalam pandangan Sufyan kekayaan adalah senjata orang-orang mukmin (Silah al-Mu’min). Melarat justru menjadi bencana. Sufyan pernah berkata: “Aku ingin kaum santri memiliki kekayaan yang cukup. Sebab, bencana dan omongan orang akan cepat menyambar mereka jika melarat dan berada dalam status sosial rendah.” Jadi, menurut beliau “harta” justru menjadi semacam syiar agar para pencari ilmu dihargai orang, bukan malah diomongi orang.
                Pandangan “harta sebagai senjata” ini senada dengan semangat Utsman bin ‘Affan yang menjadi kaya bukan karena kepentingan pribadinya, tapi untuk pengabdian terhadap agama dan kepetingan umum umat islam. “Kekayaan adalah penutup celah dalam Islam,” tegas beliau.
                Sufyan betul-betul meyakini bahwa kekayaan merupakan suatu yang sangat penting. Para sufi yang menyukai cara hidup melarat, salah satu motivasinya adalah menghindari tumpukan hisab di akhirat. Sebab, setiap butir kekayaan akan dihisab oleh Allah. Tapi, dalam pandangan Sufyan saat ini faktor materi menjadi begitu urgen. Bagi dia lebih baik dihisab dari pada terjebak dalam lingkaran al-Mu’min al-Dha’if gara-gara hidup papa.
                Pandangan Sufyan ini berangkat dari keprihatinannya terhadap fenomena kaum sufi waktu itu. Sekian banyak sufi justru hidup menunggu sedekah, menjadi beban orang lain, menjual citra sufi di depan pintu para saudagar dan bangsawan. Ia berkata: “Mati dengan meninggalkan sepuluh ribu dinar yang kelak menjadi tanggungan hisab lebih aku sukai dari pada aku membutuhkan orang lain. Dulu, kekayaan memang tidak disukai. Tapi, saat ini kekayaan adalah perisai yang dapat melidungi orang-orang mukmin dari menengadahkan tangan kepada para penguasa dan orang-orang kaya.”
Atas dasar kenyataan ini, Sufyan dan segala kekokohannya di dunia sufi, justru memompa mereka untuk bekerja (kasb). Bekerja sama sekali tidak mengurangi tawakal jika tawakal itu dipahami secara benar. ‘Abdullah bin Mubarak berkata: “Bekerja tidak membuatmu terhalang untuk bersikap pasrah dan tawakal, asal keduanya tidak kau lemparkan saat bekerja.” Bahkan, tokoh sufi sekaliber Mansur bin Ammar justru bekerja dengan mengajar dan berceramah. Meskipun apa yang dilakukan oleh Mansur ini memancing reaksi agak keras dari Bisy bin Harits al-Hafi, tokoh sufi lain di Baghdad.
Tasawuf tidak melarang orang bekerja dan kaya. “Tawakal adalah gerak hati Rasulullah, sedangkan bekerja adalah sunnah Rasul,” kata Ibnu Salim. Tokoh-tokoh sufi seperti al-Syibly memilih untuk bekerja. Hanya saja, tasawuf memberikan batas-batas etika yang ketat bagi mereka yang hendak terjun menekuni sebuah profesi atau pekerjaan tertentu. Sejarawan tasawuf, al-Thusiy, merekam etika bekerja itu dari berbagai pernyataan tokoh-tokoh sufi. Di antaranya: ia tidak boleh menjadikan pekerjaan sebagai tonggak bersandar dan jangan sampai malupakan Tuhan pada setiap langkah dalam pekerjaannya.
Memang, dalam jenjang penempaan sufi ada yang disebut dengan maqam faqr (fakir). Hakikat maqam ini tidak seperti kesan yang digunakan itu. dengan maqam ini bukan berarti seorang sufi tidak boleh memiliki apapun, tapi tidak boleh dimiliki apapun. Beginilah orang-orang shiddiqin dalam menyikapi aset materi yang mereka miliki. Ketika masuk ke dalam pintu kekayaan sebetulnya mereka keluar, ketika bersama sebetulnya berpisah.
Salah satu ciri seorang telah mencapai maqam al-Shiddiqin ini adalah ketahanannya menghadapi ujian nikmat (al-bast). Nikmat sejahtera merupakan ujian terberat yang sangat sulit dilalui oleh seorang yang menempuh jalan sufi. Ketika diuji dengan kesengsaraan, seseorang akan cenderung mengingat Tuhan. Namun, jika diuji dengan kemewahan, maka ia cenderung melupakan Tuhan. Dalam al-Quran berulang kali Allah menyebut karakter labil manusia yang menyembah Allah dengan ikhlas justru saat ia berada dalam kesulitan. Dalam etika sufi disebutkan bahwa tidak ada yang tahan terhadap ujian sejahtera (al-saah) kecuali para nabi dan shiddiqin.
Tokoh-tokoh sufi yang memilih hidup kaya adalah karena mereka sudah tahan menghadapi ujian sejahtera ini. Datang dan perginya kekayaan sama-sama tidak memiliki pengaruh apapun terhadap konsentrasi ibadah dan tawakal mereka. Dan, di sisi lain kekayaan itu memiliki nilai plus dalam perkembangan agama. Maka, ada sufi yang menjatuhkan pilihan untuk menjadi sufi berduit.

Minggu, 06 November 2016

Pernyataan Resmi KH Maimun Soal Ahok dan Demo 4 November







Pernyataan ALFAQIR Ahmad Wafi Maimoen Zubair, putra Mbah MAIMOEN ZUBAIR, Sarang Rembang, tentang isu-isu yang beredar tentang Beliau terkait masalah ahok:


1. Beliau (KH. MaimoenZubair) tidak pernah mendukung Ahok sama sekali. Beliau mengatakan bahwasannya ahok kafir, seandainya sangat hebat pun tetap tidak akan masuk surga.

2. Beliau memperingatkan bahwasanya Belitung itu asalnya berpenduduk suku cina yang menganut agama Islam akan tetapi banyak yang murtad dan ini merupakan keteledoran umat Islam.

3. Terkait gerakan 4 November Beliau tidak melarang untuk ikut akan tetapi Beliau tidak menganjurkannya karena khawatir ada penyusup dan membuat kekacauan di negeri Indonesia yang tercinta ini. Beliau juga sangat memperhatikan dan mengikuti perkembangan beritanya siang malam serta senantiasa mendoakan untuk kebaikan Islam wal muslimiin dan negeri ini.

Dalam satu kesempatan, Selasa siang, 1 November, Beliau ditanya terkait penistaan Ayat 51 oleh ahok:

Ahok pripun Mbah (Ahok bagaimana Mbah)?

"Jarno ae" (biarkan saja)
Boten nopo-nopo ge Mbah (tidak apa-apa ya Mbah)?
"Yo opo-opo, yo masalah, kok ora opo-opo iku piye" (Ya apa-apa, ya masalah, kok nggak apa-apa itu bagamana!)
  
Dan dengan ini kami meminta kepada pihak-pihak terkait untuk tidak memfitnah bahwasanya Abah kami senang dengan ahok atau setuju dengan kepemimpinannya.

Kami juga meminta orang-orang yang berangkat untuk membela Islam untuk mawas diri dan berhati-hati.
Dan bagi yang tidak ikut berangkat untuk ikut mendoakan supaya umat Islam diberikan kemenangan oleh

Allah subhaanahu wa ta'aalaa.

Untuk Informasi selengkapnya: lihat link ini

Membela al-Quran: perbedaan menggunakan kata "pakai" dengan tanpa kata "pakai"






Ketika hiruk pikuk demontrasi 4 November digelar, pernyataan mengejutkan datang dari Bapak Kapolri bahwa beda arti menggunakan kata "pakai" dengan tanpa pada pidato Ahok. Ini sangat meresahkan di tengah penantian panjang 2 pekan penegakan hukum.

Kita coba menyikapi perbedaan tersebut:
Ketika menggunakan kata "pakai" maka sasaran perkataan Ahok adalah ulama. Ulama telah membohongi umat menggunakan surat al Maidah 51. Dengan demikian:

Umat Islam: Objek pembohongan
Ulama: Subjek / pelaku pembohongan
Al Quran: Alat pembohongan.

Akan nampak berbeda ketika tidak menggunakan kata "pakai" yang berarti surat al Maidah sebagai subjek kebohongan. Berarti al Quran telah membohongi umat Islam.

Sekilas memang nampak berbeda, tapi pada esensinya sama, melecehkan Islam. Menggunakan kata "pakai" berarti melecehkan Ulama dengan menuduh telah membohongi umat Islam. Ahok telah memprovokasi umat Islam agar tidak mengikuti pendapat ulama meski berdasarkan ayat al Quran.

Harus dipahami, kedudukan ulama dalam Islam demikian tinggi. Tanpa ulama al Quran akan sulit dipahami. Ulama lah pewaris Nabi umat Islam, sementara Ahok menyebutnya sebagai pembohong. Ulama adalah simbol Islam yang sangat penting bagi umat Islam yang berarti adalah bagian dari Islam.

Hal yang kemudian menyakitkan, apa yang dikatakan Ahok itu bukan candaan di warung kopi dan jangongan di meja skak. Ahok berbicara sebagai Gubernur DKI lengkap dengan seragam dinasnya kemudian memprovokasi umat di luar agamanya. Hal ini tentu menyakitkan hati umat Islam.

Kemudian, menjadikan al Quran sebagai alat kebohongan ulama, sejatinya juga melecehkan al Quran. Al Quran sebagai kitab suci umat Islam, dinilainya sebagai bahan untuk membohongi umat. Sementara al Quran sebagai kitab pedoman umat Islam. Sangat menyakitkan jika al Quran dituduh sebagai sumber pembohongan. Ini juga yang dikatakan oleh orang kafir pada masa Nabi, bahwa al Quran sebagai kalam sihir dan sebagai alat kebohongan Nabi dalam dakwah. Apakah Kafir Qurays hanya melecehkan Nabi? Tidak, tapi sekaligus al Quran sebagai media dakwah Nabi yang disampaikan atas dasar wahyu.

Dan, sekali lagi, ini justru keluar dari Gubernur yang keyakinannya sama sekali berbeda dengan umat Islam dalam memandang al Quran. Sakitnya mengingatkan pada sejarah penghinaan kafir Quraisy pada Nabi saat itu.

Tulisan ini memang tidak memiliki kekuatan hukum, karena keluar dari rakyat kecil. Ini tulisan sebagai bentuk kegelisahan, di tengah penegakan hukum yang demikian lemah dengan konspirasi kepentingan politik yang selama ini ada kesan selalu memojokkan umat Islam. Gempuran fitnah bahwa Islam tidak toleran demikian masiv menusuk relung kerukunan umat beragama di negeri ini. Dalam kasus Ahok ini, kadang bertanya siapa yang tidak toleran?

So, umat Islam kadang putus asa di tengah mayoritasnya yang selalu dikucilkan. Di tengah hak konstitusional demikian mandul. Akan tetapi, umat Islam masih punya ulama yang sabar meredam kemarahan. Semoga Allah menyadarkan kita semua, bagaimana sebaiknya dilakukan untuk kemaslahatan Indonesia.

Oleh: Ust Masyhur Koe

Rabu, 02 November 2016

TERJEMAHAN NASEHAT HABIB UMAR BIN HAFIDZ TENTANG DEMO DAN MEMILIH PEMIMPIN (RESMI)





وجدنا تساؤلات عند كثير من أهل أندونسيا هل نخرج في مظاهرة أو لا نخرج ؟
Telah sampai kepada kami banyak pertanyaan dari masyarakat Indonesia, “Apakah kami sebaiknya turut serta berdemonstrasi ataukah tidak ?”

والأصل أن كل ما لم يدخل تحت نهي الشرع ولم يخالف القانون القائم من خروج ومن عدم خروج يجب أن ينضبط الكل بضوابط الشرع المصون وبما يستند إلى النظام القائم في البلد بحيث لا يؤدي ذا ولا ذا لاختراق صفوف المسلمين و التحريش بينهم.
“Pada dasarnya segala sesuatu yang tidak dilarang oleh syariat dan tidak melanggar peraturan pemerintah yang berlaku, - dalam urusan berdemonstrasi maupun tidak - pada semua hal tersebut haruslah mengikuti ketentuan syariat dan aturan pemerintah yang berlaku di negara tersebut. Demikian sehingga tidak menimbulkan dampak negatif kepada agama maupun negara yang menimbulkan perpecahan serta permusuhan diantara sesama umat Islam.“

فكل ما كفله قانون البلد من حرية الناس عن تعبيرهم فليُعَبَّر عن ذلك بالطريقة السِلْمية التي لا تؤدي إلى هلاك البلد و فساده
“Dalam masalah ini, apapun yang telah dijamin oleh undang-undang negar terkait kebebasan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka hendaknya dilakukan dengan cara yang damai yang tidak menimbulkan kehancuran dan kerusakan di negeri itu.”

فيجب أن يتفق المسلمون على وجوب تعظيم شعائر الله وآيات الله وهم في دينٍ علَّمهم أن لا يسبُّوا أصنام الكفار حتى لا يسب الكفارُ الإلهَ الحق
“Maka, umat Islam wajib bersepakat untuk mengagungkan syiar-syiar Allah dan ayat-ayat-Nya. Dan umat Islam berada dalam sebuah agama yg mengajarkan agar tidak mencaci sesembahan orang kafir agar orang kafir tidak membalas dengan mencaci Allah Yang Maha Benar.”

ولا يجوز لمن خرج في مظاهرات أن يعتدي على أحد صغيرا كان أو كبيرا أو يُهدّم شيئا ليس له تهديمه كما لا يجوز أن يسب من لم يخرج، ومن لم يخرج لا يجوز له أن يسب الذي خرج. ولْيعلم أنه متفق معهم في الأصل. وهذا التفكير كيف يعبرون ؟ لهم فيه نظرات واجتهادات
“Mereka yang memutuskan ikut berdemonstrasi tidak boleh melakukan penganiayaan terhadap orang lain. Baik anak kecil maupun orang dewasa. Atau merusak sesuatu yang tidak boleh dirusak. Sebagaimana tidak diperkenankan juga untuk mencaci orang-orang yang tidak ikut berdemonstrasi.“

“Adapun orang-orang yang tidak berdemonstrasi juga tidak diperbolehkan mencaci orang yang berdemonstrasi.”

“Dan hendaklah kedua belah pihak menyadari bahwa mereka mempunyai prinsip dan landasan yang sama. Hanya saja cara mengungkapkannya berbeda. Karena memiliki pandangan dan pertimbangan yang berbeda.”

كما أنه لا حق في حكومة تَكْفَل حريات الناس أن تضربهم بغير حق أو أن تعتدي عليهم فلا حق لهم كذلك أن يعتدوا على بعضهم البعض ولا على الحكومة ( ان الله لا يحب المعتدين ) ( ولا عدوان إلا على الظالمين)
“Sebagaimana juga tidak diperbolehkan bagi pemerintah untuk mengekang kebebasan rakyatnya dalam mengekspresikan aspirasi mereka dengan menggunakan kekerasan tanpa alasan yang benar. Atau menyakiti orang yang berdemonstrasi tersebut.”

“Begitu pula tidak diperbolehkan bagi mereka yang berdemonstrasi untuk saling menyakiti diantara mereka. Ataupun menghujat pihak pemerintah. Sebagaimana firman Alloh SWT ; (“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” QS. 2 : 19). ("Dan tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang orang yang zalim” QS. 2 : 193).

ونقول للذي خرج ثم تسبب في إظهار البغضاء والشحناء وسب أحدا من الذين لم يخرجوا واتهمهم في دينهم على غير بينة، ليتك لم تخرج وحفظت المسلمين من هذا الشر الذي تسببت فيه
“Dan kami sampaikan kepada mereka yang keluar berdemonstrasi, apabila demontrasi tersebut menimbulkan kebencian dan permusuhan diantara sesama umat Islam, serta memunculkan cacian terhadap orang yang tidak berdemonstrasi dan berprasangka buruk terhadap agama mereka tanpa bukti nyata, maka lebih baik bagi kalian untuk tidak keluar berdemonstrasi demi menjaga kebaikan kaum Muslimin sehingga tidak menimbulkan keburukan dan penistaan.

ونقول لمن لم يخرج ثم أخذ يسب الخارجين وتسبب في فرقة وشتات أو مضاربة، ليتك خرجت ولم تَسُبَّ أحدا ولم تُسَبِّب هذه المشكلة
“Kami sampaikan kepada mereka yang tidak turut berdemonstrasi apabila mereka mencaci orang-orang yang berdemonstrasi sehingga menimbulkan permusuhan, perpecahan dan pertengkaran (diantara kaum Muslimin), maka lebih baik bagi kalian untuk turut berdemonstrasi tanpa mencaci orang lain dan tidak menimbulkan dampak buruk.”

ونقول لمن خرج ومضى في طريق السلم ولم يبعث شقاقا ولا اعتداءا لك اجتهادك و نيتك أمرها إلى الله تبارك و تعالى
Dan kami sampaikan kepada mereka yang turut berdemonstrasi dengan cara yang santun dan damai serta tidak menimbulkan permusuhan dan penistaan, “Bagimu ijtihadmu dan niatmu, dan semua itu kembalinya kepada Allah SWT.”

ونقول للذي لم يخرج ولم يتسبب في سب ولا شتم ولا إحداث شق بين المسلمين أصبتَ وأنت أقرب إلى السلامة فلا تترك حسن الدعاء والتضرع في صلاح البلاد والعباد وإذا جاء دورك في انتخاب أو غيره فاحذر أن تنتخب إلا من يتقي الله وإن صوتك أمانة
Kami sampaikan pula kepada mereka yang tidak turut berdemonstrasi dan tidak menjadi sebab timbulnya cacian, celaan dan perpecahan antara umat muslim, “Perbuatanmu sudah benar dan engkau lebih dekat dengan keselamatan. Jangan lupa berdoa dengan penuh harap dan bersimpuh dihadapan Allah memohon kebaikan bagi umat dan negeri ini. “
“Dan apabila telah datang giliranmu untuk memilih pemimpin, hendaklah engkau tidak memilih pemimpin kecuali orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Sebab hak pilihmu adalah amanat. “

فإن بدا لك في المرشحين من تعلم أنه يتقي الله تبارك وتعالى فدونك وهو. وإن التبس الأمر عليك فارجع إلى من تثق به من أهل علم الخشية والخوف من الله الذين لا غرض لهم في الدنيا لتنظر أهون الشرين أو من هو أقرب إلى مصلحة الناس فإن التبس الأمر عليك فاعتزل الكل.
هذا الذي فهمناه من هدي هذا المصطفى وهدي الصحابة والتابعين

“Apabila tampak bagimu bahwa diantara para kandidat ada orang yang bertakwa kepada Allah maka pilihlah dia.”
“Namun apabila engkau ragu, maka mintalah pendapat kepada orang yang engkau percayai dari orang-orang yang berilmu dan punya rasa takut kepada Allah, yang tidak memiliki sedikitpun kepentingan duniawi, agar ia bisa menunjukkan kepada kalian mana perkara yang lebih ringan diantara dua hal yang buruk tersebut, atau siapa yang lebih bermanfaat untuk kepentingan manusia. Namun jika masih samar bagimu hal itu maka tinggalkanlah semuanya.”
“Inilah yang kami fahami dari ajaran Rasulullah, sahabat dan para tabi’in."
ولا ينتظر منا أحد من الحكومات ولا من الأحزاب ولا غيرهم من بقية الشعب أن ندعو إليهم فإن علينا العهد أن لا ندعو إلا إلى الله.
“Dan kepada pemerintah, partai maupun rakyat manapun, janganlah kalian
menunggu dari kami untuk mengajak umat kepada kalian. Karena kami telah memiliki komitmen untuk tidak mengajak manusia kecuali kepada Allah semata. “

ونخاف أن يسود الوجه إذا خرجت كلمة نريد بها رضاء حكومة أو أحزاب أو شعب دون رضى الرب جل جلاله نخاف أن يسود بها الوجه يوم القيامة.
“Kami takut bahwa wajah kami akan dihitamkan apabila keluar ucapan dari kami yang bertujuan untuk mencari ridho pemerintah, partai atau golongan manapun dan bukan ridho Allah. Sekali lagi, kami takut akan dihitamkan wajah kami kelak di hari kiamat.”

وهذا سبيل قدوتنا ونبينا {قل هذه سبيلي أدعو إلى الله}. فندعو إلى الله جميع الأحزاب والحكومات والشعوب. بل نقول للموجودين من غير المسلمين، حكموا العقل والفطرة ولا يؤثِر أحدكم مصلحة شخص على مصلحة عموم البلاد. فإنه إذا تصرف هكذا في وقت فلا بد أن يأتيه وقت ينقلب الأمر عليه وينعكس الحال فمهما رغبت في الدنيا وطمعت في كسبها فلا تجعلها سببا لإيذاء الآخرين وإيقاع الضر بالعموم.
Dan inilah jalan panutan kami, Nabi kami Muhammad SAW. (“Katakanlah inilah jalanku, aku mengajak manusia kepada Allah.” QS. 12 : 108)
“Kami mengajak semua partai dan semua pemerintahan dan rakyat hanya kepada Allah. “

Bahkan kami sampaikan kepada orang-orang yang non muslim : “Gunakan akal dan fitrah kalian, dan janganlah kalian mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa dan negara. Karena sesungguhnya bila kamu bertindak demikian maka akan datang suatu masa dimana keadaan akan berbalik. Dan kondisi akan terbalik. Seandainyapun kamu sangat menginginkan dunia, dan tamak dalam meraihnya, maka jangan sampai menyebabkan orang lain tersakiti dan menimbulkan dampak negatif pada masyarakat banyak.”

ونقول أنت عائش في بلد الأغلبية فيه مسلمون من قرون ولك الشرف أن تعيش بين المسلمين عقلت أو لم تعقل فراجع نفسك في الحساب.
وأما إذا أردت مغالبة الكثرة وذلة أهل الإيمان بالله فلا بد أن يذلك الذي آمنوا به في الدنيا قبل الآخرة.

“Kami sampaikan bahwasannya kalian (non muslim) hidup di negeri yang mayoritas muslim semenjak berabad lalu. Dan ini adalah suatu kehormatan bagi kalian hidup di antara mereka, baik kalian sadari maupun tidak. Maka hendaklah kalian melakukan introspeksi diri.”

“Dan apabila kalian orang-orang kafir berusaha mengalahkan yang mayoritas, yaitu Islam, dan merendahkan orang-orang yang beriman, maka kalian pasti akan dihinakan oleh Allah di dunia ini sebelum di akhirat.”

وهذه مهمة أهل الدين أن يدعو الكل إلى رب العالمين. وليس العلماء بضائع تشترى بقليل ولا كثير.

Dan ini adalah tugas tokoh agama untuk mengajak semua kalangan kepada Allah semata, dan Ulama bukanlah barang dagangan yang bisa dibeli dengan harga murah ataupun mahal.

وجاء بعض السلاطين تائبا من سلطنته إلى الإمام الحسين ابن الشيخ أبي بكر بن سالم يقول ضع من تشاء في السلطنة وأنا تبت إلى الله لأغنم باقي عمري. فقال لو كانت السلطنة والإمارة وسلطة الدنيا تصلح للدواب ما ارتضيتها لدابَّتي.

Dahulu sebagian pejabat pemerintahan datang kepada Imam Husein Bin Syekh Abi Bakar bin Salim dalam keadaan bertaubat seraya berkata : "Angkatlah siapapun orang yang engkau inginkan untuk memegang jabatan ini. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah agar aku mendapatkan anugerah dalam sisa umurku." Beliau menjawab : "Apabila pemerintahan dan jabatan di dunia layak untuk diemban oleh hewan, niscaya aku tidak ridho diemban oleh hewan yang aku miliki."

من حمل خلافة الوحي وخلافة نور النبوة أيغترُّ بهذا الحكم الظاهري ؟
فاغنموا بركة المجلس ووجهة قلوبكم إلى من جمعكم حتى لا ينصرف أحدكم إلا وهو يريد وجهه.

“Apakah manusia pengemban amanah wahyu dan amanah cahaya kenabian akan tertipu oleh jabatan duniawi semacam ini ?”
Maka manfaatkanlah oleh kalian keberkahan majelis ini dan tujukkanlah hati kalian kepada Dzat yang telah mengumpulkan kalian, sehingga tidaklah seseorang dari kalian pulang kecuali hanya mengharapkan ridha Allah SWT.”

توجهنا إليك متذللين بين يديك جنب إندونسيا وأهلها الفتن والبلايا واجعل النصر فيها للحق والهدى وسنة المصطفى وانشر بأهلها الدين في مشارق الأرض ومغاربها وادفع عنا شر أهل الهوى واجعل هوانا تبعا لما جاء به نبيك.

“Dan kami menghadap kepada-Mu, Ya Allah, dalam keadaan merendahkan diri kami untuk urusan negeri Indonesia ini dan penduduknya, dari fitnah-fitnah dan musibah.”

“Berikanlah kepada mereka kemenangan dalam menjunjung kebenaran, petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW dan sebarkanlah agama Islam kepada semua penduduk negeri baik di timur maupun di barat, dan jauhkanlah kami dari keburukan orang-orang yang penuh hawa nafsu. Jadikan hawa nafsu kami mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi-Mu.”

ومن أراد أن ينقل كلامنا في هذا الموضوع فلينقله بكامله. فإن أهل الهوى يلعبون بكلام العلماء وبكلام الله ويحذفون هذا ويأتون بهذا. ليصوروهم بالصورة التي يريدونها في تحقيق أغراضهم.

“Barang siapa yang ingin menukil (mengutip) pernyataan kami tentang hal ini , hendaknya ia menukilnya dengan lengkap.”
“Sebab orang-orang yang dikuasai hawa nafsu senantiasa memelintir ucapan para Ulama - bahkan (memelintir) firman Allah - dengan menghapus sebagian dan menambah sebagian yang lain. Tidak lain untuk menciptakan gambaran sesuai keinginan mereka demi mewujudkan tujuan mereka.”

ونقول للجميع لا تنتظروا منا أن ندعو إليكم ولكن انتظروا منا أن ندعوكم إلى الله وندعوا الله لكم وكلنا عبيده فقراء إليه وإليه مرجعنا
(إن الينا إيابهم ثم إن علينا حسابهم)

“Kami sampaikan kepada semua, janganlah menunggu dari kami untuk mengajak umat kepada kalian. Akan tetapi, nantikanlah kami untuk mengajak kalian semua kepada Allah.”
“Dan kami mendoakan kalian semua. Kita semua adalah hamba Allah, sangat butuh kepada-Nya, dan hanya kepada Allah kita kembali.”
(“Sesungguhnya hanya kepada Kami mereka kembali, kemudian Kami yang akan menghisab mereka.” QS. 88 : 26)

Diterjemahkan dan edarkan resmi oleh Majelis Al-Wafa' bi 'Ahdillah ( Perkumpulan Alumni Santri Darul Musthofa)

Oleh : Al Habib Muhammad Husein Al Habsyi
Sumber: Piss Ktb

Adab-adab berdoa

Adab-adab berdoa  Doa berarti memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala terhadap sesuatu yang bersifat baik. Seperti berdoa m...