Minggu, 14 Agustus 2022

Rahasia Kekuatan Islam di Mata Misionaris





PARA misionaris Kristen mengakui, bahwa umat Islam adalah umat yang paling susah ditaklukkan oleh para misinaris Kristen. Bahkan, misionaris terkenal, Hendrik Kaemer, menggambarkan, para misionaris Kristen harus “mengais-ngaiskan” jemarinya ke tanah, hingga berdarah-darah, itu pun hasilnya masih minimal.
Akhir abad ke-19,  Masyarakat Misi Belanda (Dutch Mission Society) yang berdiri tahun 1847, mulai memprioritaskan kerja misionaris ke Indonesia. Sebab, masyarakat Indonesia yang sangat bersahabat, terbukti sulit “ditembus” misi Kristen.

Faktor “Islam” dituding sebagai penyebab kesulitan masuknya misi Injil ke Indonesia. Hendrik Kraemer, seorang misionaris yang ditugaskan Masyarakat Bibel Belanda (Dutch Bible Society) untuk bekerja di Indonesia tahun 1921, menggambarkan kesulitan mengkristenkan kaum Muslim, melalui ungkapannya:

_“Islam sebagai masalah misi: tidak ada agama yang untuk (mengkonversi)-nya misi harus membanting tulang dengan hasil yang minimal, dan untuk menghadapinya,  misi harus mengais-ngaiskan jemarinya hingga berdarah dan terluka, selain Islam. (Dia lanjutkan lagi) yang menjadi teka-teki dari Islam adalah: meskipun sebagai agama kandungannya sangat dangkal dan miskin, Islam melampaui semua agama  di dunia dalam hal kekuasaan yang dimiliki, yang dengan itu agama tersebut mencengkeram erat semua yang memeluknya.”_ _(Alwi Shihab, Membendung Arus, 1998:38)._

Memang, bagi umat Islam, pemurtadan dipandang sebagai usaha serius penyerangan aqidah Islam. Orang yang keluar dari Islam disebut murtad dari agama Allah. Amalnya sia-sia. Amal-amal orang kafir laksana fatamorgana. (QS 24:39).
Kaum Muslim memahami, upaya-upaya penyesatan atau pemurtadan terhadap kaum Muslim bukanlah hal aneh. Disebutkan dalam al-Quran, yang artinya: “Dan mereka akan selalu memerangi kamu, sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), jika mereka sanggup.” (QS: Al-Baqarah [2]:217).

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahannam orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” (QS: Al-Anfal [8]:36).

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Prof. Hamka menulis dalam Tafsir al-Azhar (Juzu’ IX), tentang berbagai cara kaum kafir untuk merusak dan melamahkan keimanan dan akhlak umat Islam. Tujuannya tak lain,  agar umat Islam mudah dimurtadkan dari agama Islam.

Uraian Buya Hamka dalam Tafsirnya:

_“Perhatikanlah betapa di zaman sekarang, orang-orang menghambur-hamburkan uang berjuta-juta dolar tiap tahun, bahkan tiap bulan, untuk menghalang-halangi jalan Allah yang telah dipegang teguh oleh kaum Muslimin. Perhatikanlah betapa zending dan misi Kristen dari negara-negara Barat memberi belanja penyebaran agama Kristen ke tanah-tanah dan negeri-negeri Islam. Diantara penyebaran Kristen dan penjajahan Barat terdapat kerjasama yang erat guna melemahkan keyakinan umat Islam kepada agamanya. Sehingga ada yang berkata bahwa, meskipun orang Islam itu tidak langsung menukar agamanya, sekurang-kurangnya bila mereka tidak mengenal agamanya lagi, sudahlah suatu keuntungan besar bagi mereka. Jika bapa-bapanya dan ibu-ibunya masih saja berkuat memegang iman kepada Allah dan Rasul, moga-moga dengan sistem pendidikan secara baru, jalan fikiran si anak hendaknya berubah sama sekali dengan jalan fikiran kedua orang tuanya. Demikian juga propaganda anti-agama, mencemohkan agama, dan menghapuskan kepercayaan sama sekali kepada adanya Allah, itu pun dikerjakan pula oleh orang kafir dengan mengeluarkan belanja yang besar. Yang menjadi sasaran tiada lain dari pada negeri-negeri Islam. Disamping itu ada lagi usaha merusakkan moral pemuda di negeri-negeri Islam, dengan menyebarluaskan majalah-majalah, buku-buku yang menimbulkan rangsangan nafsu dan syahwat, gambar-gambar porno, film-film cabul perusak jiwa pemuda yang baru bangkit pancaroba. Sasarannya tidak lain melainkan pemuda-pemuda di negeri Islam juga.”_

Kita renungkan lagi peringatan Buya Hamka tersebut:

 _“Meskipun orang Islam itu tidak langsung menukar agamanya, sekurang-kurangnya bila mereka tidak mengenal agamanya lagi, sudahlah suatu keuntungan besar bagi mereka. Jika bapa-bapanya dan ibu-ibunya masih saja berkuat memegang iman kepada Allah dan Rasul, moga-moga dengan sistem pendidikan secara baru, jalan fikiran si anak hendaknya berubah sama sekali dengan jalan fikiran kedua orang tuanya.”_

Inilah yang pernah disampaikan oleh orientalis Belanda, Snouck Hurgronje, bahwa melalui pendidikan dan pengajaran, umat Islam akan dapat dilepaskan dari genggaman Islam (Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren).

Pendidikan! Itu kata kuncinya.  Itulah rahasia kekuatan umat Islam, mengapa mereka susah dimurtadkan. Karena itu, para ulama dan para pejuang Islam, sangat menekankan semangat juang para murid atau santrinya.
Selama lembaga-lembaga pendidikan Islam – rumah, masjid, sekolah, pesantren atau Perguruan Tinggi – masih melahirkan manusia-manusia yang kokoh imannya dan mulia akhlaknya, serta tinggi semangat dakwahnya – maka umat Islam akan senantiasa sulit untuk dimurtadkan.
Karena itu, penjajah paham betul bahwa *untuk melemahkan umat Islam, maka dirusaklah sistem pendidikan umat Islam*. Caranya, *dengan merusak ilmu dan sistemnya.*
Dengan itu, *para alumninya akan menjadi tidak peduli dengan agamanya sendiri, bahkan mungkin ia merasa malu disebut muslim. Hidupnya hanya terfokus pada upaya mencari makan dan kesenangan duniawi; tidak punya kesadaran sebagai ummatud-da’wah.*

Semoga kita sadar, bahwa setan dari jenis manusia dan jin senantiasa berusaha menipu dan menyesatkan umat Islam, dengan menyebarkan ungkapan-ungkapan menawan. Tapi, tujuannya adalah untuk menipu dan menyesatkan manusia. (QS 6:112).

Semoga kita sadar akan potensi kita dan segera berbuat sesuatu untuk menyonsong masa depan gemilang. Aamiin.**

Oleh: Dr Adian Husaini 

Selasa, 02 Agustus 2022

MENGENAL SOSOK DAN PEMIKIRAN AL-HABIB ABU BAKAR AL-ADNI BIN ALI AL-MASYHUR


Hadramaut sejak belasan Abad yang silam dikenal sebagai kawasan yang melahirkan kaum shalihin dan para ulama. Dari sanalah muncul para wali dan dai yang mengenalkan khalayak kepada Tuhan-nya. Dari masa ke masa, Hadramaut selalu dihuni oleh manusia-munusia terpilih yang menjadi penyambung lidah Nubuwah. 

Dewasa ini kita kenal para ulama asal Hadramaut yang sangat luar biasa. Di tanah air kita, nama al-Habib Salim Asy-Syathiri dan al-Habib Umar bin Hafidz tidaklah asing di telinga, lantaran keduanya sering berkunjung ke Indonesia dan mempunyai murid yang tersebar diberbagai pelosok negeri ini. 

Sedangkan di Hadramaut sendiri ada seorang ulama besar yang dikenal oleh publik Yaman sebagai cendikiawan muslim, meski di Indonesia namanya tidak sering terdengar. Beliau adalah al-Habib Abubakar al-Adni bin Ali al-Masyhur, seorang ulama yang mempunyai pemikiran cemerlang di Abad ini, sosok dan kepribadiannya adalah ulama rabbâni yang sesungguhnya.

Al-Habib Abubakar dilahirkan di kota Ahwar pada tahun 1366 H, dari keluarga yang mencintai ilmu dan dakwah, sehingga sejak beliau masih belia kedua orang tuanya telah membuatnya hafal al-Quran. Beliau belajar pada para ulama yang berada di kawasan Hadramaut, seperti Ahwar, Aden, dan sekitarnya.

Sejak berumur empat belas tahun, Habib Abubakar telah dilatih oleh ayahnya untuk berdakwah. Beliau bercerita bahwa di usia yang cukup muda itu sang ayah telah memerintahnya untuk membuat konsep khutbah Jumat, setelah itu dibaca didepan sang ayah sebelum akhirnya disampaikan di mimbar Jumat.

Ketika ada orang bertanya akan pengaruh sosok orang tua kepada Habib Abubakar, beliau menjawab: “Hampir disemua sisi hidupku, aku tidak lepas dari pengaruh orang tuaku. Ayahku adalah sosok yang sangat disiplin pada waktu. Beliau sangat perhatian pada pendidikan keluarga, termasuk pendidikanku dan saudara-saudaraku. Disamping itu beliau adalah pendidik yang mengajarkan arti dan tujuan hidup ini padaku. Dari perilaku beliaulah aku banyak belajar tentang arti hidup ini, disamping kerap kali aku mendengar ceramah-ceramah beliau dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan pada umat. Seringkali aku menyaksikan cucuran air mata beliau ditengah malam, saat beliau membaca al-Quran atau bermunajah kepada Allah.” 

Disamping belajar kepada para ulama secara tradisional, Habib Abubakar juga belajar di sekolah, hingga lulus dari Universitas Aden Jurusan Tarbiyah. Di masa remaja, beliau menyaksikan intimidasi dan tekanan yang dilakukan oleh Pemeritahan Komunis pada rakyat Yaman, terutama kepada para tokoh dan ulama, termasuk pada keluarga beliau sendiri. Hal ini membuat beliau harus keluar (eksodus) dari tanah kelahirannya menuju negara Saudi Arabia. Kejadian itu beliau tulis dalam sebuah karya Sastra, berjudul “al-Khurûj Min Dâiratil-Hamrâ”.

Sesampainya di tanah Hijaz, Habib Abubakar diperintahkan oleh sang ayah untuk menjadi imam shalat disalah satu masjid di Kota Jeddah, sekaligus sebagai penceramah (Khâthib) dan guru. Mula-mula Habib Abubakar ingin melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar, Mesir. Namun orang tua beliau kurang berkenan, bahkan menganjurkan untuk belajar kepada al-Quthub al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.

Rupanya al-Habib Abdul Qadir membuat beliau terlena dalam samudera ilmu dan makrifah, sehingga keinginannya untuk ke Mesir menjadi sirna. Dalam hal ini Habib Abubakar pernah bercerita: “Keinginanku untuk belajar ke Mesir menjadi lenyap, setelah aku berjumpa dengan al-Habib Abdul Qadir. Sebab tujuan dan keinginanku telah aku jumpai di kota ini, sesuatu yang aku temukan pada diri al-Habib Abdul Qadir adalah luasnya Masyhad, ilmu yang memadai, kejernihan akal, dan kesungguhan orentasi, serta akhlak Nubuwah yang sempurna.”

Maka sejak saat itu Habib Abubakar selalu dekat dengan sang guru. Entah berapa puluh kitab yang dibacakan didepan gurunya, hingga akhirnya Habib Abubakar menjadi salah satu murid istimewa al-Habib Abdul Qadir Assegaf. Habib Abubakar sendiri telah menulis riwayat hidup sang guru dengan lengkap dalam sebuah buku khusus. 

Sejak enyahnya kaum Komunis dari Yaman Selatan, dan terjadinya persatuan antara Yaman Selatan dengan Yaman Utara, Habib Abubakar pulang ke Yaman dengan membawa pemikiran cemerlang dalam menciptakan situasi yang kondusif dan damai di negara Yaman. Habib Abubakar termasuk ulama pertama yang getol menyerukan (propaganda) persatuan pemikiran dan jiwa dikalangan masyarakat Yaman setelah negara mereka bersatu.

Disinilah kiprah Habib Abubakar mulai tampak. Beliau membuka puluhan pondok pesantren diberbagai pelosok negeri Yaman, disamping mendirikan pusat-pusat pendidikan yang jumlahnya tidak kurang dari 83 cabang.

Hebatnya, Habib Abubakar mampu menggabungkan sistem pendidikan akademi modern dengan sistem pendidikan tradisional. Sehingga mayoritas murid-murid beliau adalah para sarjana dan cendikiawan yang tersebar di seluruh negeri Yaman saat ini. Perhatian Habib Abubakar pada karya-karya ilmiah yang sangat luar biasa menuntutnya untuk mendidirikan pusat-pusat penelitian dan kajian bagi para pelajar.

Habib Abubakar juga aktif mengadakan seminar dan kajian intensif seputar dakwah dan ilmu keislaman. Begitu juga beliau banyak mendidirikan forum dan klub-klub, atau yang lebih dikenal dengan istilah “Muntadayât” di berbagai daerah di wilayah Yaman. Tentang fakta ini, masyarakat Indonesia mungkin belum banyak yang tahu. 

PEMIKIRAN DAN GAGASAN

Yang istimewa pada sosok al-Habib Abubakar ini adalah gagasan-gagasan cemerlangnya dalam menyelesaikan berbagai problem umat. Yang beliau tuangkan dalam karya-karyanya yang saat ini telah mencapai 150 lebih dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari ilmu Fiqih, Sejarah, Sastra, Fikrah, Dakwah dan Manâhajiyah. 

Bahkan Habib Abubakar telah menghasilkan beberapa karya yang belum pernah ditulis oleh para ulama sebelumnya. Motivasi inilah yang membuat kami (penulis) tertarik menuliskan sosok dan pemikiran al-Habib Abubakar al-Adni al-Masyhur.

Ada beberapa pemikiran menarik yang bersifat global, yang menurut hemat penulis sangat pas untuk dimengerti oleh kaum muslimin Indonesia saat ini. Di antaranya adalah pemikiran Habib Abubakar tentang “Madrasah Abawiyah”, yang mempunyai lawan “Madrasah Anawiyah”. 

Habib Abubakar memang mempunyai (atau lebih tepatnya mencetuskan) istilah-istilah tersendiri dalam berbagai pemikiran baru yang beliau gagaskan. Seperti Fiqih Tahawwulât, Sunnah Mawâqif, Mutsallats al-Madmûj, Manhajul-Wai was-Salâmah, dan berbagai istilah-istilah baru yang menarik lainnya.

TENTANG FIQIH TAHAWWULÂT

Selama ini kaum muslimin mengenal rukun agama hanya ada tiga: yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Tiga hal inilah yang harus diketahui oleh setiap orang Mukallaf. Dan sumber dari tiga dasar agama ini berasal dari hadits Nabi Muhammad, atau yang terkenal dengan “Hadits Jibril”. Yaitu teks hadis ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dengan menyerupai seorang manusia. Malaikat Jibril datang dan bertanya tentang tiga hal, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. 

Selanjutnya Malaikat Jibril bertanya “Kapankah Kiamat?” Yang dijawab oleh Rasulullah dengan jawaban: “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari orang yang bertanya!” Kemudian Malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tanda kiamat, yang kemudian dijawab oleh Rasulullah. Setelah puas dengan jawaban Nabi, Malaikat Jibril pergi. Rasulullah lalu bersabda kepada para shahabat yang menyaksikan semua kejadian itu: “Dia itu adalah Jibril yang sedang mengajarkan agama kalian!” 

Dari hadis itulah ulama mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada tiga. Namun menurut pemahaman baru Habib Abubakar, rukun agama justru ada empat, dengan satu tambahan prinsip yakni “mengetahui tanda-tanda Kiamat”. Rukun keempat ini diistilahkan oleh beliau sebagai kajian baru bernama “Fiqih Tahawwulât”.

Bedanya dengan tiga rukun yang pertama, rukun keempat ini bersifat lebih elastis atau selalu berubah tergantung Marhalah (fase) masanya. Sedangkan tiga prinsip sisanya bersifat baku, yang tidak bisa berubah meski bersinggungan dengan peredaran waktu dan zaman.

Adapun tujuan (faedah) mengetahui fiqih ini ialah untuk mengetahui sikap yang benar dalam menyikapi berbagai fitnah dan huru-hara yang timbul di sepanjang masa, tentu dengan berdasarkan nash Nabawi. Di mana fitnah-fitnah yang menjadi tanda-tanda kiamat akan selalu terjadi dan berulang sepanjang masa, sejak masa Rasulullah hingga puncak terjadinya hari Kiamat kelak. 

Istinbath atau pengambilan postulat Fiqih Tahawwulât ini berdasarkan teks-teks suci al-Quran dan Hadis Rasulullah, dengan menggabungkan antara aspek sejarah peradaban dan realitas masyarakat saat ini. Menurut Habib Abubakar, tidak sedikit para ulama yang selama ini terjebak yang justru menjadi pembantu Iblis dan Dajjal tanpa menyadari akan hal itu. Penyebabnya adalah karena mereka tidak memahami Fiqih Tahawwulât secara baik.

Habib Abubakar juga mencontohkan sikap para Shahabat Rasulullah dan ulama, yang menjustifikasi akan pemahaman mereka terhadap Fiqih Tahawwulât dimaksud. Seperti sikap yang diaplikasikan Imam Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi fitnah pemberontak dan Khawarij. Shahabat Abdullah Ibnu Abbas dan Abu Hurairah, menurut Habib Abubakar termasuk salah satu dari kalangan shahabat yang memahami betul akan epistemologi kajian Fiqih Tahawwulât ini.

Sedangkan dari kalangan ulama, Habib Abubakar mencontohkan sikap al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa, yang bersikeras hijrah dari kota Basrah menuju Kawasan Hadramaut yang agak terpencil. Atau sikap al-Imam Faqih al-Muqaddam, yang mematahakan pedangnya dan melebur dalam dunia tasawuf.

Yang jelas, pemikiran Habib Abubakar ini sangat membantu generasi muda dalam menyikapi berbagai persoalan yang timbul saat ini. Mereka yang faham akan kajian fiqih ini pasti akan bersikap positif dengan dasar nash Nabawi, dan bukan dengan dasar emosional pribadi atau sekedar ikut-ikutan. Problem semacam ini distilahkan oleh Habib Abubakar dengan sebutan “Sunnah al-Mawâqif” (Cara Bersikap/Berindak). 

Itulah sekilas dari salah satu frame pandangan dan pemikiran Habib Abubakar yang tidak pernah disentuh oleh ulama sebelumnya, dan masih banyak lagi gagasan dan pemikiran beliau yang sangat menarik untuk kita telaah bersama. 

Oleh: al-Habib Hamid Ja'far Al Qadri

Sumber: www.majelisrasulullah.org

Kekaguman Gus Baha' Pada Abuya Sayyid Muhammad

Gus Baha ngaji Kitab Syariatullah Alkholidah karya Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki.  1. Gus Baha mengakui Kitab karya Sayyid Muhammad Al...