Rabu, 02 Juli 2025

Diantara sebab terbukanya hati adalah menanti kedatangan guru di majelis ilmu

"Hikmah Menanti Kedatangan Kiai"

Dalam gambar yang dibuat Santri Huffadh Krapyak ini, tertulis dhawuh Simbah Kiai Maimoen Zubair (lahu al-Fatihah):
"من أسباب الفتوح انتظار الشيخ"
"Diantara sebab terbukanya hati ialah menanti kedatangan guru di majelis ilmu."

Dhawuh Mbah Moen yang dikutip oleh Santri Huffadh Krapyak ini sangat berarti bagi para santri yang sedang menanti kedatangan Kiai dalam sebuah majelis pengajian. Dhawuh ini memberikan pelajaran, supaya para santri sadar, bahwa kesabaran mereka dalam menanti Kiai akan mampu mengantarkan hati menjadi ter-futuh, sehingga mampu untuk menerima ilmu-ilmu Allah. Kesabaran mereka dalam menanti Kiai dalam majelis ilmu, akan dilimpah-ruahi rahmat Allah, dan dikepung-kelilingi Malaikat Allah. Hal ini sangat penting diperhatikan, utamanya oleh para santri generasi gadget ---tidak terkecuali penulis---, yang pada umumnya memiliki karakter tidak mudah untuk betul-betul bersabar. Inginnya cepat, lebih cepat, dan super cepat. Karakter tidak sabaran ini besar kemungkinan disebabkan, salah satunya oleh tuntutan zaman yang serba cepat dan instan. Tradisi yang kemudian berlaku adalah “siapa cepat, dia dapat”. Padahal, tidak semuanya bisa diperlakukan demikian. 

Dhawuh Mbah Moen yang dikutip Santri Huffadh Krapyak dengan dilengkapi oleh dua foto Kiai “Mbah Moen dan Mbah Najib” ini, jika dibaca dengan pendekatan antropologi, maka akan melahirkan sebuah keterkaitan yang kuat antara pesan yang disampaikan dengan realitas yang terjadi di pondok-pondok pesantren, khususnya di Krapyak, berkaitan dengan hikmah menanti kedatangan kiai dalam majelis pengajian.
 
Huffadh Krapyak merupakan salah satu komplek asrama santri putra di Pesantren Al-Munawwir, yang dihuni oleh santri berstatus mahasiswa dan menghafalkan al-Qur’an kepada Mbah Kiai Najib. Selain Huffadh, ada komplek lain yang santrinya menghafalkan al-Qur’an kepada Mbah Kiai Najib, yaitu komplek Ribath. Berbeda dengan Huffadh, komplek Ribath ini dihuni oleh santri takhasus al-Qur’an yang tidak sedang menempuh pendidikan di bangku kuliah. Santri Huffadh yang seluruhnya adalah mahasiswa diberikan waktu setoran hafalan kepada Mbah Kiai Najib pada malam hari, sementara Santri Ribath diberi waktu setoran pada siang hari. Mbah Kiai Najib memberikan waktu setoran kepada Santri Huffadh pada malam hari, supaya ketika pagi-siang-sore mereka bisa menjalankan aktifitas kampus secara total. Sementara malam hari, mereka masih diberi kesempatan untuk ber-musyafahah kepada Sang Kiai.

Pengajian Al-Qur’an malam untuk Santri Huffadh, waktu mulai dan selesainya tidak bisa ditetapkan secara pasti. Sebab, setoran hafalan terkadang dimulai sekitar pukul 21.00, terkadang pukul 22.00, dan pernah juga dimulai pukul 23.00. Tetapi seringnya dimulai pukul 22.00. Pernah, suatu ketika, para santri sedang menanti ngaji di depan rumah Mbah Kiai Najib sejak pukul 21.00 hingga hampir pukul 23.00. Namun, pintu rumah beliau belum kunjung dibuka. Beberapa santri sudah “clinguk-an”, mendaras hafalan al-Qur’an sembari berulang kali melihat jam dan mengedarkan pandangan ke pintu ndalem Mbah Najib. Satu dua santri mulai meninggalkan ndalem Mbah Kiai Najib, karena mengira ngajinya sudah pasti libur, karena sudah jam 23.00 lewat. Akan tetapi, beberapa menit kemudian, Mbah Kiai Najib tiba-tiba membuka pintu ndalem beliau. Dan ternyata, setoran hafalan Al-Qur’an tidak libur! Akhirnya, beberapa santri yang sudah yakin libur tadi kecelik, karena sudah kadung pulang ke kamar dan tidak ngaji. 

Sedangkan kapan waktu selesai setoran hafalan al-Qur’an malam Santri Huffadh, juga tidak bisa dipastikan. Terkadang selesai pukul 00.00, kadang pukul 01.00, dan kadang pula bisa sampai pukul 02.00. Kapan mulai dan kapan selesai setoran, semua tergantung Mbah Kiai Najib. Saat setoran hafalan al-Qur’an juga, kapan santri harus mengakhiri setoran, semua ditentukan oleh Mbah Kiai Najib. Jika Mbah Kiai Najib tidak meminta untuk berhenti, maka santri yang setor tidak boleh dan tidak akan berhenti. 1 halaman pun yang disetorkan, jika Mbah Kiai Najib tidak menyuruh berhenti, maka santri tersebut tidak boleh berhenti, meskipun sudah selesai menyetorkan 1 halaman. Ia harus mengulang dan mengulang lagi, sampai Mbah Kiai Najib mengulurkan asta mulianya sebagai pertanda bahwa setoran telah selesai. 

Pernah, suatu ketika, ada beberapa santri yang setor kepada Mbah Kiai Najib, sudah membaca berulang-ulang kali, sampai sekitar 1 jam-an lebih, namun Mbah Kiai Najib tidak kunjung menyuruh untuk berhenti. Terlihat dari ekspresi wajah mereka sudah terlihat sangat capek, sekujur tubuhnya sudah banjir keringat, suaranya yang semula kencang sudah mulai berubah menjadi sumbang, namun mereka tetap berusaha sabar untuk mengulang-ulang ngaji sampai Mbah Kiai Najib menyuruh untuk berhenti. Teman-teman mereka di belakang pun menahan tawa, lantaran melihat ekspresi para santri yang sedang setor kepada Mbah Kiai Najib itu tidak karuan. Sudah ingin berhenti, namun Mbah Kiai Najib tidak kunjung memerintah untuk berhenti. Namun, pada akhirnya, santri-santri tersebut mampu bersabar dan meraih kemenangan mereka dengan mengecup asta mulia Mbah Kiai Najib, sebagai pertanda bahwa setoran mereka telah berhasil diselesaikan. 

Ketidakpastian waktu mulai ngaji yang mengharuskan seorang santri sabar menunggu sang kiai akan melahirkan banyak pelajaran tersembunyi. Pun juga dengan ketidakpastian kapan setoran hafalan al-Qur’an di hadapan sang kiai selesai akan mampu menghadirkan hikmah-hikmah di hati santri, manakala mereka mampu sabar melewati semua ini. 

Ada beberapa nilai tarbiyyah yang terkandung di dalam penantian seorang santri akan kedatangan sang kiai, antara lain:
 
Pertama, santri belajar untuk melatih sifat sabar, baik ketika menanti kedatangan sang kiai, maupun ketika mengaji kepada sang kiai. Sifat sabar ini mutlak harus dimiliki seorang santri, jika ia ingin berhasil dalam proses tholabul ilmi.

Kedua, santri belajar untuk selalu berhusnudzdzon kepada Sang Kiai, dengan menepis segala pikiran negatif tentang Kiai saat menanti kedatangan Sang Kiai. Dalam tradisi pesantren, seorang santri tidak boleh berprasangka yang buruk kepada Kiai. Bahkan, ada doa yang dianjurkan untuk diamalkan oleh seorang santri: "اللهم استر عيب معلمي عني، ولا تذهب بركة علمه مني", ya Allah tutuplah aib guruku dari (penglihatan)ku dan jangan hilangkan keberkahan ilmunya dariku. Husnudzdzon kepada Kiai merupakan bentuk sikap Takdzim seorang santri, yang bisa melahirkan keberkahan ilmu di kemudian hari. 

Ketiga, santri belajar untuk memanfaatkan waktu di dalam masa penantian dengan melakukan hal-hal yang positif, seperti: mendaras hafalan, muthala’ah kitab, dzikir dan lain-lain. Dalam hal ini, Thuluzzaman atau lamanya belajar akan benar-benar dapat diaplikasikan secara maksimal, karena dilandaskan pada kualitas dan efisiensi waktu, bukan sekedar kuantitas atau banyaknya waktu belajar.

Dhawuh Mbah Moen yang dikutip dalam gambar ini bisa dijadikan senjata ampuh, baik oleh para Santri Huffadh Krapyak maupun oleh para santri yang lain untuk melawan rasa bosan dan hal-hal negatif lain ketika menjalani proses mengaji dan penantian dalam mengaji. Bahwa kesabaran dalam menanti dan menjalani proses mengaji, jika betul-betul dilaksanakan dan ditanamkan dalam diri, maka akan mampu menjadi pohon kesabaran yang melahirkan buah ter-futuhnya hati seorang santri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rahasia Dibalik mengusap kepala anak yatim

Rahasia Dibalik mengusap kepala anak yatim (Kajian Kitab Faidul Qodir Karya al-Munawi) ======================================== ...